Friday, April 8, 2011

Tujuh Langkah Membalik Arah

http://swa.co.id/2011/03/tujuh-langkah-membalik-arah/

Thursday, March 17th, 2011
oleh : Teguh Sri Pambudi


Jatuh dan terpuruk bukan berarti kiamat. Inilah tujuh langkah untuk memperbaiki keadaan sebelum semuanya terlambat.
Most companies fail.”
Itulah kalimat pembuka Shikar Gosh dalam tulisannya, Why Companies Fail – and How Their Founders Can Bounce Back (HBS Working Knowledge, 7 Maret 2011). Menurut dosen senior Administrasi Bisnis Harvard Business School ini, jatuh, terpuruk, gagal, adalah hal biasa dalam kehidupan perusahaan. Kegagalan, menurutnya, malah bisa mengantar pada satu titik untuk melihat peluang yang lebih besar.
Yang penting, lanjut dia, kegagalan itu berangkat dari apa yang disebutnya enterprise failure, bukan personal failureEnterprise failure berurusan dengan kesalahan institusi seperti produk atau strategi bisnis. Sementara personal failure adalah kesalahan eksekutif terkait tindakannya yang melanggar regulasi dan etika. Hal penting lainnya, tentunya adalah kemampuan untuk bangkit, membalik arah agar perusahaan kembali bugar dengan pendapatan serta laba yang lebih ciamik lagi.
Bagian sebelumnya dalam Sajian Utama kali ini telah memaparkan bagaimana pergulatan para Mr. Fix It membenahi perusahaannya. Dan seperti tertera di Tabel, setidaknya ada 20 perusahaan nasional dengan skala bisnis masing-masing dalam kurun tertentu telah membalik arah sebelum menukik terlalu tajam dan mencium landasan.
Seperti dikupas sebelumnya, penyebab setiap kegagalan perusahaan sangat beragam. Artinya, case by case. Namun, setidaknya ada beberapa garis yang sama ketika perusahaan berupaya membalik arah. Guna mengetahui apa yang harus dilakukan dalam upaya turnaroundSWA pun mewawancarai sejumlah praktisi dan pengamat bisnis. Mereka memiliki kerangka tersendiri ketika bicara “how to turnaround your company”. Akan tetapi, agar lebih mudah, sistematis dan memperkaya bahasan, langkah-langkah yang mereka berikan itu dirangkum dalam satu kerangka sendiri. Inilah catatan-catatan yang mereka berikan:
Langkah pertama, stop the bleeding. “Seperti pasien tertabrak mobil, pendarahannya harus dihentikan dulu. Kalau tidak, sudah keburu mati,” ujar Julianto Sidarto, Country Managing Director Accenture Indonesia. “Yang penting, kapal jangan karam dulu,” ujarnya. Seperti kapal yang bocor, maka yang bocornya harus dihentikan dulu.
Langkah berikutnya adalah membentuk tim untuk menangani keadaan. Dalam konteks inilah Mr. Fix It diperlukan. Sosok ini bisa datang dari dalam maupun dari luar perusahaan. Terpenting, dia bukan bagian dari persoalan. Dia juga yang akan menjadi pemimpin proses membalik arah.
Kendati demikian, seperti dinyatakan Nur Kuntjoro dari Quantum Consulting, yang harus diperhatikan adalah bahwa Mr. Fix It bukan segala-galanya. Bukan superman. Dia harus punya tim yang akan membantunya melakukan hal-hal super. Tidak berbasis atau bergantung pada satu orang ini perlu digarisbawahi agar begitu yang bersangkutan meninggalkan perusahaan, tidak ada guncangan besar.
Dengan demikian, Mr. Fix It sesungguhnya adalah bagian dari superteam yang bekerja membangun sistem yang kuat dalam perusahaan. Karena itu pula, dia pun harus ditopang oleh orang-orang yang bisa bekerja sama dengannya. Anggota tim ini bisa datang dari lingkungan internal ataupun eksternal.
Bila tim sudah terbentuk, langkah selanjutnya adalah menemukan persoalan yang sesungguhnya, beserta solusi untuk penyelesaiannya. Perkara ini tak bisa dianggap sepele. Soalnya, apa yang dianggap masalah ternyata sering bukan inti persoalan. Karena itu, “Pastikan kita menemukan sumber masalah sebenarnya,” kata Steve Sudjatmiko mewanti-wanti. Selayaknya dokter, bila salah mendiagnosis, resep yang diberikan akan keliru sehingga penyakit pun tak kunjung sembuh.
Contohnya di Garuda Indonesia. Emirsyah Satar menemukan, pemicu kerugian tak bisa dilepaskan dari struktur organisasi yang tidak market oriented dan sistem SDM yang tidak mengacu pada result oriented. Adapun Gilarsi Wahyu Setijono di Shafira menjumpai bahwa titik soal adalah sementara pesaing tumbuh dinamis dan kreatif, para desainer Shafira terjebak di zona nyaman dan kurang mendengarkan keinginan pasar.
Tugas tim ini memang menemukan masalah dan solusinya. Namun, Steve juga mengingatkan bahwa sering titik-titik masalah tersebar sehingga mesti ditetapkan prioritas penanganannya. “Buat mana yang paling penting dan harus segera dibereskan,” kata pengamat bisnis dan Mitra Pengelola RedPiramid Consulting itu. Intinya: tetapkan prioritas.
Dalam urusan mengurai titik masalah serta solusinya, satu hal yang juga diingatkan oleh Patricia Susanto adalah perkara mindset. Tim turnaround harus melihat kapabilitas internal organisasi seraya melihat segala peluang yang ada. Artinya, jangan melulu berkutat pada pembenahan internal. “Kita cari keunggulan yang dimiliki perusahaan, kemudian masuk ke opportunity yang ada,” kata CEO The Jakarta Consulting Group ini menegaskan.
Rhenald Kasali sependapat. Perusahaan yang ingin memutar arah, tutur Guru Besar Manajemen Universitas Indonesia ini, harus mampu melihat apa saja yang bisa dimaksimalkan untuk memulihkan kinerja yang terpuruk. Kemampuan menganalisis ini sangat besar pengaruhnya dalam menentukan rekomendasi solusi yang dihasilkan. Contoh di halaman sebelumnya adalah Kompas.com yang melihat betapa rebranding adalah jalan yang tepat karena merek Kompas memiliki kekuatan sebagai ikon informasi.
Bila resep sudah dibuat, langkah selanjutnya adalah menurunkannya menjadi rencana-rencana strategis, mulai dari sisi SDM, keuangan, operasi, sampai pemasaran. Termasuk di sini adalah tahap-tahap yang akan dilakukan, sejak awal eksekusi sampai final stage. Juga, tentang berapa lama perubahan ini berjalan serta apa saja milestone yang perlu diperhatikan. Inilah road map for turnaround.
Setelah peta perjalanan membalik arah tersedia, masuklah ke tahap paling penting: eksekusi. Ini langkah kelima. Dikatakan menjadi tahap penting karena di sinilah seluruh rencana strategis yang sudah dibuat dijalankan. Bila proses eksekusinya baik, potensi maksimal bisa diraih. Sebaliknya, jika eksekusinya lemah, besar kemungkinan hasilnya tak menggembirakan.
Agar proses eksekusinya berjalan baik, Rhenald memberi kunci-kunci yang harus dipegang, yakni: disiplin dan koalisi. Disiplin artinya patuh pada rencana-rencana strategis yang telah dibuat. Konsisten menindaklanjuti setiap rencana yang dibuat tahap demi tahap. Kalaupun ada fleksibilitas dalam perjalanannya, bingkainya tetap pada rel semula. Adapun koalisi diperlukan agar proses turnaround yang kadangkala berbentuk program-program perubahan radikal, memiliki pendukung yang kuat untuk menggulirkannya. “Ini untuk mengawal. Agar kita mendapat dukungan dalam perubahan,” ujarnya. Jika tidak, lanjutnya, eksekusi akan maju-mundur, berjalan bak siput.
Dukungan yang paling penting dan sangat diharapkan tentunya adalah dari owner, dewan komisaris dan tim direksi. Langkah membalik arah sulit dilakukan jika tiga komponen ini setengah hati. Selanjutnya, dengan tim di bawahnya, dengan agen-agen perubahan. Di sini, pandai saja tidak cukup. Mr. Fix It haruslah orang yang piawai mengomunikasikan dan menjual gagasannya. “Jangan bekerja sendirian,” katanya berpesan.
Leadership dan sponsorship,” kata Julianto mengistilahkan. Leadership menyangkut kemampuan menjual gagasan, termasuk ketegasan untuk stick to the plan, sementarasponsorship berkaitan dengan dukungan. Namun, dukungan di sini mesti hati-hati: jangan sampai menjadi intervensi yang tidak proporsional.
Karena itulah, salah satu leadership style yang mesti dipraktikkan di sini, menurut Patricia, sang pemimpin haruslah bersikap tegas. Kalau perlu, malah bertangan besi. Sosok Robby Djohan dengan ketegasannya adalah contoh terbaik bagaimana dia mengelola Bank Mandiri. “Karena masanya tidak lama, dan harus pendek. Seperti halnya pesawat harus take-off, kalau tak naik-naik, tak akan terjadi perubahan,” ujarnya. “Biasanya proses turnaround membutuhkan waktu 1-1,5 tahun. Setelah itu, baru kita lebih banyak melakukan controlling,” dia melanjutkan.
Ya, langkah keenam adalah mengontrol seluruh perubahan yang tengah dijalankan. Di sini, prinsip yang digunakan adalah togetherness dan fairness. Untuk mengawasi jalannya perubahan, libatkanlah seluruh elemen sponsor yang mendukung program. Kemudian, kemajuan proses yang dilakukan diukur melalui mekanisme yang fair. Dengan memberlakukan prinsip ini, perubahan akan dirasakan menjadi milik bersama.
Adapun langkah terakhir adalah celebrate every quick win. Sekalipun terlihat sebagai langkah yang berat, karena terkadang menyangkut hidup-mati perusahaan, prosesturnaround, menurut Rhenald, harus tetap diupayakan sebagai sesuatu yang fun. “Jangan tegang,” katanya. Nah, agar moral karyawan meningkat, hasil perjalanan harus terus diinformasikan. Karyawan tak ubahnya penumpang dalam pesawat. Mereka seyogianya mengetahui sudah sampai di manakah perjalanan yang mereka tempuh. Dan tak cukup sekadar menginformasikan, sang kapten, Mr. Fix It, sebaiknya berupaya membuat selebrasi untuk setiap keberhasilan agar semangat dan moral kian menebal. Bahkan sekadar pujian dan tepukan pun, dikatakan Steve, akan besar maknanya.
Ketujuh langkah ini merupakan garis besar yang disederhanakan dari catatan-catatan yang ada. Tentu saja, seperti yang disinggung di atas, problem tiap perusahaan berbeda satu sama lain. Untuk mengatasi persoalan, resepnya berbeda satu sama lain. Namun, tujuh langkah ini layak dipraktikkan oleh mereka yang kini tengah terperosok dan ingin membalik arah sebelum semua tinggal kenangan. (*)
Reportase: Herning Banirestu, Kristiana Anissa, S. Ruslina dan Wini Angraeni
Riset: Sarah Ratna dan S. Sumariyati
BOKS
====================================
7 Langkah Memutar Arah
  • Stop the bleeding. Hentikan sumber-sumber kebocoran.
  • Buat tim untuk menangani keadaan. Tunjuk pemimpin yang kapabel.
  • Temukan persoalan yang sesungguhnya, beserta solusi penyelesaiannya.
  • Tetapkan langkah dan rencana strategis.
  • Eksekusi: buat koalisi, cari dukungan, dan disiplin pada rencana.
  • Kontrol seluruh perubahan yang tengah dijalankan. Jalankan secara bersama, terapkanfairness.
  • Rayakan setiap keberhasilan
=====================================
Do’s dalam Turnaround:

  • Bergerak cepat, tidak setengah-setengah
  • Mencari pemimpin yang tidak punya konflik kepentingan
  • Memiilih anggota tim yang bukan bagian dari masalah
  • Kalau masalahnya banyak, pilih yang paling mudah dibereskan terlebih dulu
  • Laporkan kemajuan secara berkala

Don’ts :
    • Membiarkan politik kantor mencampuri proses
    • Menciptakan suasana konflik yang saling menjatuhkan
    • Menerima analisis kualitatif tanpa dibarengi data
    • Menerima analisis yang tidak dapat diimplementasikan
    • Mau berubah tetapi takut gagal

          No comments: