Friday, June 27, 2008

Manajemen Bisnis - 5 Langkah Membuat Produk Anda Memiliki Nilai Lebih


http://thinkrooms.com/2008/05/16/

Produk baik berupa barang atau jasa merupakan sumber penghasilan dari suatu perusahaan. Produk adalah sesuatu yang ditawarkan oleh pihak produsen kepada konsumen. Karena itu produk tidak dapat anda tawarkan begitu saja dengan konsumen tanpa membuatnya menjadi lebih menarik dibandingkan dengan produk pesaing anda. Harus ada nilai lebih yang bisa menjadi alasan kenapa konsumen harus memilih produk anda. Karena itu saya menyusun daftar atau check list atau standar yang sebaiknya dipenuhi agar produk anda mampu bersaing dan mudah-mudahan dapat membuat konsumen memilih produk anda.

  1. Kualitas Terbaik
    Kualitas merupakan standar pertama yang harus dipenuhi oleh suatu produk dan layanan. Tidak ada kompromi untuk standar kualitas suatu produk kecuali anda mau mengubah kemasan produk dan nama perusahaan anda. Kenapa karena tanpa kualitas anda hanya dapat menipu konsumen sekali saja, begitu konsumen membeli produk anda dan tidak menemukan kualitas yang diharapkan maka konsumen tersebut kemungkinan besar akan meninggalkan anda. Kecuali memang tidak ada pilihan lain selain produk anda. Kualitas yang baik akan memberikan pengalaman baik kepada konsumen dan konsumen bisa menjadi iklan bagi produk anda karena dia akan berbagi pengalaman baik tersebut dengan konsumen lainnya. Jangan pernah berpikir kalau produk anda berkualitas maka daya tahan yang lama akan membuat konsumen lama untuk membeli lagi produk anda. Pandangan itu salah, karena bila anda mengidahkan kualitas yang ada konsumen beralih dari produk anda. Kualitas bukan ditentukan oleh produsen akan tetapi ditentukan oleh kepuasan konsumen. Jadi berikan yang terbaik untuk kualitas produk anda agar anda dapat menerima hasil terbaik dari pelanggan anda.
  2. Harga Pantas
    Orang bilang harga tidak berbohong yang artinya bila harga suatu barang mahal maka memang harga mahal itu wajar untuk produk yang berkualitas. Maksud sebenarnya adalah harga suatu produk haruslah dalam jangkauan yang wajar, tidak terlalu mahal dan tidak terlalu murah. Karena bila harga terlalu mahal maka konsumen akan berpikir beberapa kali sebelum membeli produk anda. Beberapa orang justru lebih memilih membeli produk yang lebih murah asal bisa dipakai, tanpa memikirkan kualitas. Namun tentu hal ini tidak berlaku lama, karena dengan proses waktu maka konsumen tersebut akan tersadar bahwa sebenarnya membeli produk berkualitas akan lebih menguntungkan dari segi penghematan biaya, waktu, dan tenaga. Namun harga yang terlalu murah pun akan menimbulkan kecurigaan dan kesan murahan serta tidak berkualitas bagi produk anda, walaupun pada kenyataannya produk anda memiliki kualitas yang baik. Karena itu anda harus pintar menentukan harga yang wajar dan pantas untuk produk anda. Berikut cara menentukan harga yang wajar dan pantas untuk produk anda:
    1. Tentukan harga modal per item dari produk anda. Jumlahkan biaya produksi, biaya promosi, dan biaya distribusi per item produk. Lalu jadikan total biaya per item produksi menjadi harga modal untuk produk anda.
    2. Lakukan survei produk sejenis dan tentukan range produk untuk kategori murahan dan kemahalan. Caranya lihat dari kemasan produk dan pastikan kualitasnya baik, bila kemasan menarik dan harga sedikit diatas harga rata-rata produk sejenis maka harga tersebut bisa jadi menjadi patokan harga tertinggi untuk harga wajar atau pantas untuk produk tersebut. Barang yang dianggap murah biasanya bisa kelihatan dari kemasannya, kemasan yang biasa dan tidak menarik membuat biaya produksinya menjadi murah, namun kemasan tidak menunjukan kualitas jadi anda harus mencari patokan barang berkualitas dengan kemasan biasa dan jadikan harga barang tersebut menjadi harga terendah untuk harga pantas produk tersebut.
    3. Anda tinggal memilih dari jangkauan harga wajar dari harga tertinggi dan terendah produk tersebut dan mungkin baik untuk memilih tidak terlalu jauh dari harga wajar terendah sebagai awal produk anda. Anda dapat meningkatkan harga seiring perkembangan dari produk anda.
  3. Kemasan Menarik
    Kemasan merupakan kunci pemikat pertama dari suatu produk. Kemasan menjadi daya tarik visual untuk produk anda. Pandangan visual merupakan interaksi tercepat dan mungkin yang pertama yang dapat dilakukan oleh konsumen dengan produk anda. Saat ini konsumen lebih sudah tidak terlalu sensitif terhadap harga. Karena bila anda menjual produk diluar kebutuhan pokok maka target pemasaran anda sebagian besar terhadap golongan menengah ke atas yang menjadikan harga bukan faktor utama untuk keputusan membeli suatu produk. Apa yang mereka lihat dan rasakan akan menjadi andil penentu dari keputusan pembelian terhadap produk anda. Karena itu kemasan yang memberikan pengalaman baik kepada konsumen akan membuat konsumen mengingat produk anda dan tentu berpeluang besar menjadi pembeli produk anda. Karena itu pastikan kemasan produk anda memiliki kemasan dengan:
    1. Menarik, desain produk yang menarik dan unik akan menjadi nilai lebih yang membedakan produk anda dengan produk sejenis. Desain yang menarik akan memikat konsumen pada saat melihat produk anda dan membuatnya berpeluang menjadi pembeli. Karena bagaimana konsumen akan membeli produk anda bila melihatnya saja ia tidak tertarik. Karena itu pastikan desain produk anda dapat menarik perhatian konsumen.
    2. Bentuk yang ergonomis, bentuk yang disesuaikan dengan keadaan fisik manusia membuat pengguna produk lebih nyaman dalam menggunakan produk tersebut. Contohnya produk kursi yang di desain bentuknya agar ergonomis akan membuat seseorang dapat duduk lebih lama di kursi tersebut dibandingkan duduk di bangku biasa yang bentuknya standar saja. Kenyamanan merupakan pengelaman yang sangat baik bagi konsumen dan menjadikan konsumen betah menggunakan produk anda.
    3. Sentuhan berkualitas, setelah melihat konsumen akan tertarik untuk menyentuhnya. Ada beberapa barang yang menjadikan sentuhan merupakan jawaban dari kualitas suatu produk, contohnya produk tekstil. Dengan menyentuhnya maka konsumen dapat merasakan kualitas dan pengalaman yang baik dari produk anda.
    4. Aroma yang menggugah, aroma secara tidak sadar mempengaruhi kondisi psikologis seseorang. Seperti kita tau ada terapi dengan aroma yang mampu menenangkan jiwa seseorang. Karena itu aroma yang menarik dan menggugah konsumen akan membantu membuat konsumen menjadi pembeli produk anda. Apalagi bila produk makanan, dulu di Bandung jaman kuliah saya sering mencoba makanan baru karena tidak tahan mencium aroma masakan yang begitu menggoda.
    5. Informasi baik, jangan lupa sertakan informasi penting dengan produk anda. Baik itu cara penggunaan, efek samping, kandungan produk, alamat perusahaan, dan informasi lainnya untuk membantu pembeli mengetahui lebih jauh apakah mereka telah membeli produk yang mereka inginkan. Jangan sampai pembeli merasa tertipu dengan produk anda karena hal ini akan membuat konsumen tidak akan membeli produk anda untuk kedua kalinya.
  4. Penuhi Kebutuhan Konsumen
    Anda harus jeli melihat kebutuhan konsumen, apa yang sedang mereka perlukan atau yang akan mereka butuhkan. Contohnya para produsen baju memproduksi jaket lebih banyak pada saat musim hujan karena kebanyakan orang membutuhkan jaket pada saat musim hujan. Namun bisa saja bila anda pandai menganalisa perkembangan pasar maka anda bisa melihat apa yang bisa anda keluarkan dan menjadi barang kebutuhan konsumen. Namun biasanya hal seperti ini terjadi dalam jangka panjang.
  5. Ikuti Tren Pasar
    Anda senang tren, atau model yang sedang laku di pasaran. Tidak ada salahnya kita selalu terbuka dan menerima perubahan pasar. Karena perubahan tren pasar merupakan perubahan kebutuhan para konsumen. Tren justru akan menjadi sesuatu yang dapat memicu penjualan produk anda. Pada saat mobil sedang tren mengeluarkan model SUV, maka konsumen pun ramai-ramai membeli model SUV. Hal ini karena tren pasar sedang menuju ke kendaraan multi fungsi. Jadi bila anda tidak mengikuti perkembangan pasar, maka anda tentu pasti akan ketinggalan dari para pesaing anda.

Itulah 5 daftar langkah yang dapat menjadi nilai lebih bagi produk anda. Sebenarnya teknik sederhana adalah belajar dari pasar yang anda. Bila ada pesaing anda yang mampu menjual produknya dengan jumlah sangat banyak, anda harus mempelajari apa yang mereka miliki sehingga dapat menjual produknya dengan baik. Tapi bukan meniru pesaing anda, anda harus mencari cara atau teknik bagaimana agar dapat mengalahkan teknik pesaing anda. Selain itu produk yang anda jual akan dibeli oleh konsumen, oleh karena itu buatlah produk sesuai keinginan dan kebutuhan konsumen. Jangan membuat produk hanya untuk menunjukkan kemampuan anda, atau menonjolkan perusahaan anda, karena dengan mengerti dan memberikan pengalaman terbaik konsumen dengan produk anda maka anda akan memiliki pelanggan yang loyal terhadap produk dan perusahaan anda. Semoga sukses.

Tulisan ini kelanjutan dari tulisan sebelumnya mengenai Manajemen Perusahaan. Dan akan saya lanjutkan untuk menulis mengenai pemasaran. Yaitu teknik-teknik yang dapat anda gunakan untuk menjual produk anda. Tulisan ini merupakan pemikiran penulis berdasarkan buku-buku yang telah dibaca dan penelitian terhadap perusahaan-perusahaan yang sukses di bidang mereka. Bila ada saran dan tambahan untuk tulisan ini mohon menambahkan. Terima kasih.

Thursday, June 5, 2008

Sentralisasi HR di Sampoerna


Kamis, 15 Mei 2008Oleh : Sudarmadi

Lewat konsep shared services, raja rokok ini kian piawai mengelola SDM. Dengan sistem sentralisasi, urusan karyawan dipusatkan di holding. Apa manfaat yang dipetik?

Sesekali, cobalah bayangkan menjadi Direktur SDM PT HM Sampoerna (HMS) Tbk. Anda harus mengurusi ribuan karyawan yang masing-masing memiliki keperluan berbeda saban harinya. Anda harus melayani pertanyaan karyawan tentang surat pengangkatan karyawan tetap, gaji, cuti, pelatihan, promosi jabatan, sisa tunjangan kesehatan, dan sebagainya.
Kalau yang diurus jumlahnya puluhan atau ratusan, mungkin masih mudah ditangani. Namun, ini 31 ribu orang. Dan tugas Anda bukan hanya menangani karyawan di Jakarta, tapi di 60 kota yang tersebar di Nusantara. Lebih dari itu, 31 ribu orang tersebut bekerja di unit usaha yang berbeda: manufakturing (PT HM Sampoerna), penjualan (PT Panamas), logistik dan distribusi (PT Handal), percetakan (PT Sampoerna Print Pack), serta di sejumlah anak usaha lainnya.
Pastilah tak mudah mengelolanya. Dan, memang begitulah realitas kompleksnya pekerjaan SDM (human resources/HR) yang harus ditangani tim pengembangan SDM (HRD) perusahaan rokok ini.
Menghadapi pekerjaan yang semakin kompleks semacam itu, departemen HRD sungguh bisa terseret arus: terlalu disibukkan pekerjaan administratif dan transaksional hingga melupakan hal-hal strategis (seperti pengembangan organisasi dan kompetensi SDM), atau sekadar menambah jumlah karyawan di departemen HRD agar semua pekerjaan tertangani meski sebenarnya itu kontraefisiensi.
Untuk kompleksitas persoalan seperti itu, manajemen HMS menemukan solusinya melalui implementasi konsep shared services (SS). Praktiknya seperti ini: seluruh pekerjaan HR ditarik dan ditangani kantor pusat (holding). Tidak ada lagi departemen HR milik anak usaha. Juga, tidak ada HRD di lini fungsional, seperti penjualan dan logistik, yang lazimnya ada pada perusahaan besar.
Pelayanan tugas-tugas HR (cuti, tunjangan kesehatan, bonus, pelatihan, dan lain-lain) disentralisasi, ditangani kantor pusat yang peran barunya adalah membagi pelayanan (shared services) tugas HR kepada seluruh anak usaha dan unit organisasi di bawahnya. Semua dikumpulkan dalam satu divisi baru, Shared Services Center (SSC). Sentralisasi mulai dilakukan pada Maret 2007. “Agar tercapai operational excellence bidang HR, sehingga pelayanan menjadi lebih cepat, akurat, bersabahat, dan juga efisien. Sejauh ini memang sangat berhasil,” ujar Yos Adiguna Ginting, Direktur SDM HMS, menerangkan.
Jadi, selain didorong kompleksitas pekerjaan, implementasi SS juga demi terciptanya pelayahan HR yang lebih sempurna. Tentu ini tak berarti bahwa dulu -- ketika HMS belum memisahkan fungsi transaksi dan administrasi dengan fungsi-fungsi HR lainnya -- kinerja departemen HRD buruk. Tak sejelek itu. Hanya saja, “Kalau fungsi ini tidak dipisahkan secara formal dan tegas, beberapa tugas strategis tidak tertangani dengan baik. Waktu dan pikiran orang-orang HR lebih dipusingkan hal-hal administratif dan transaksional seperti urusan surat keputusan. Di sini fungsi administatif dan transaksional kami kumpulkan dan dikelola SSC,” Yos membeberkan alasannya.
Yang menarik, menjalankan program SS ini sejatinya juga tak kalah kompleks. Yos harus menentukan siapa yang mengelola SSC, lingkup pekerjaan apa saja yang bakal di-shared, hingga pencarian teknologi serta prasarana yang bisa diandalkan untuk mengelola 31 ribu karyawan di 60 kota itu. Maklum, proses sentralisasi itu membawa konsekuensi baru: semua tugas HR, termasuk manajemen data dan pelayanan ke karyawan, harus ditangani kantor pusat. Ini belum termasuk mengharmonisasi personel HRD unit usaha yang ditarik ke pusat, karena ada di antara mereka yang kemudian dimasukkan ke SSC, dan di luar SSC.
Bila dikilas balik, tahap pertama yang dilakukan Yos adalah mengonsolidasi sistem untuk penyeragaman. Di HMS, anak-anak usaha punya sistem HR sendiri, termasuk teknologi informasinya. “Yang kami lakukan terlebih dulu, menyeragamkan sistem yang dipakai semua unit agar bisa sinkron,” Yos menuturkan. “Kalau policy dan standar berbeda-beda, bagaimana bisa diatur dalam satu sistem?” ujarnya melanjutkan.
Pekerjaan sinkronisasi itu setidaknya memakan waktu setahun. Untungnya, perbedaan sistem HR antar-unit usaha tidak terlalu mencolok sehingga sinkronisasi menjadi lebih mudah. Yang jelas, salah satu langkah penting dalam tahap sinkronisasi itu, diimplementasikan sistem Enterprise Resources Planning (ERP) bidang kepegawaian --- dari PeopleSoft -- untuk mencakup seluruh grup.
Setelah fondasi dibangun, kemudian dirancanglah struktur SSC. Sebagai komandan, ditunjuk Hartono Sutirman, yang kelak menjadi Manajer SSC hingga saat ini. Bagi kalangan internal HMS, Hartono bukan sosok asing. Mantan profesional AMD Singapura ini sebelumnya merupakan Manajer Proyek dalam implementasi ERP PeopleSoft di HMS. Dialah yang mengawal proses integrasi sistem TI bidang HR antar-unit usaha raksasa rokok itu. Latar belakang jebolan Ubinus yang sempat berkarier di Arinso International Ltd. (Singapura) ini sebenarnya bidang TI. Namun, ditarik menjadi orang HR. "Karena kesuksesan shared services akan ditentukan teknologi yang mendukungnya," komentar Yos.
Setelah sang komandan ditetapkan, kemudian ditentukan berapa orang yang akan dimasukkan di SSC. Waktu itu jumlah karyawan divisi HRD di seluruh HMS -- termasuk yang di unit usaha dan cabang -- sekitar 100 orang. Setelah melalui proses kalkulasi, ternyata yang dibutuhkan hanya 40 orang. Ini juga sejalan dengan tujuan efisiensi dari konsep SSC. Permasalahannya, puluhan orang sisanya harus ditempatkan di mana?
Akhirnya, karyawan HR diplot dalam tiga bagian. Selain di SSC, ada yang di Center of Expertise (memikirkan pengembangan organisasi serta pengelolaan compensation & benefit) dan yang menjadi partner bisnis. "Business partner ini orang bisnis yang paham HRD. Tugas mereka menjembatani orang bisnis -- contohnya bagian penjualan dan manufakturing -- dengan HRD,” Yos kembali menjelaskan.
Bisa ditebak, proses menata dan mengeplot orang menjadi tantangan tesendiri, yang memunculkan sejumlah kekagetan yang tak bisa dihindari. “Awalnya, banyak yang bertanya-tanya, khususnya karyawan HRD, kenapa kok ada departemen baru; kenapa kok saya yang dipindahkan, bukan dia; dan sebagainya,” ungkap Hartono yang melihat hal itu sebagai kewajaran dalam setiap proses perubahan.
Pada tahap-tahap itu, pekerjaan sosialisasi menjadi sangat penting. Tak mengherankan, yang dilakukan Hartono dalam tiga bulan pertama di SSC hanya berkomunikasi dengan tim internalnya. Dia berusaha menyosialisasi ke timnya soal desain SSC seperti apa, ke mana arahnya, dan bagaimana proses yang harus dijalankan. “Setelah meeting ramai-ramai, satu per satu saya panggil. Saya tanyakan concern dan ekspektasinya, apa yang ingin mereka pelajari dan lakukan, dan sebagainya. Dengan cara ini, saya berharap agar mereka mengerti program manajemen,” kata Hartono.
Sebenarnya, sosialisasi itu merupakan bagian dari fase pertama pengembangan SSC yang oleh Hartono disebut sebagai fase forming (membentuk tim). Selain itu, ada fase storming sebagai fase kedua, yakni menyatukan anggota tim SSC yang datang dari berbagai unsur. Ketiga, fase norming, menormalisasi hubungan dan membangun keselarasannya dengan pekerjaan. Keempat, fase performing, meningkatkan kinerja. “Sekarang sudah tahap performing ini. Dari yang awalnya ragu-ragu dan beberapa orang merasa tidak nyaman, kini sudah merasa nyaman dan tertantang pada pekerjaannya,” papar pria yang segera akan ditugaskan menyiapkan SS di Phillip Moris Polandia ini.
Beresnya pembentukan organisasi SSC tentu tak berarti tugas telah selesai karena semua itu baru sebatas penataan internal HRD. Betapapun, the real issue adalah bagaimana tim SSC bisa melayani 31 ribu karyawan yang menjadi user-nya. Terlebih, semua kantor cabang dan anak usaha tak punya departemen HRD lagi.
Tim SSC menyiapkan solusi untuk hal itu. Di antaranya, dengan menempatkan satu orang SSC di setiap kantor regional HMS -- saat ini ada 10 kantor regional -- yang dinamai Decentralized SSC (DSSC). “Tugas dia sebagai perwakilan dan titik sambung dari karyawan di region dengan pelayanan SSC,” Yos menjelaskan. Persisnya: melayani pekerjaan HR untuk lintasbagian (pemasaran, penjualan, logistik, dan lain-lain).
Adapun tools untuk melancarkan solusi di atas adalah teknologi. Dari sisi teknologi, selain ERP PeopleSoft, juga diimplementasi beberapa modul (software) tambahan. Mulai dari modul pengelolaan tunjangan kesehatan, cuti, lembur, ekspatriat, bonus hingga penggajian. Sekarang, pengelolaan informasi di bidang-bidang tersebut sudah online dan terintegrasi antarbagian sehingga kalau ada karyawan di daerah yang menanyakan status cuti atau tunjangannya, tak sulit menjawabnya. Sementara untuk tugas transaksional yang butuh legalitas tinggi, seperti pengiriman SK pengangkatan karyawan, data dikirim dilakukan melalui proses scan oleh pertugas DSSC di kantor regional yang kemudian mengirimnya langsung via e-mail ke Jakarta. “Prosesnya menjadi simpel, termasuk untuk arus surat-surat penting. Modalnya cuma invest satu mesin multifungsi (bisa faks, fotokopi dan pemindaian) di 10 regional itu,” Hartono menjelaskan.
Tak selesai di situ. SSC juga membangun jaringan hotline call center bagi 31 ribu karyawan yang ingin bertanya tentang hak-hak dan kewajibannya. Selain itu, juga disediakan konsultasi via e-mail. Karyawan HMS, apa pun bidangnya (pemasaran, logisitik, penjualan, percetakan) dan di mana pun kantor kerjanya, kalau ingin bertanya terkait HR, tinggal dial telepon nomor 900. “Pasti ada yang memberi solusi secara cepat karena sudah ada tim di SSC yang akan menjawabnya. Jadi, call center 900 itu menjadi one stop services untuk pelayanan HR,” Ko Erick Koswara, anggota tim SSC, menambahkan.
Manajemen HMS sejauh ini sudah merasakan berbagai manfaat dari implementasi SS, termasuk efisiensi yang dihasilkan. Hanya saja, memang belum dilakukan kuantifikasi secara detail berapa persentase efisiensinya. Kendati begitu, sebenarnya tak sulit membandingkan keunggulannya dari sistem sebelumnya. Contoh, sebelum ada SSC, di setiap kantor regional pasti butuh orang HR untuk masing-masing fungsi. “Kini hal itu tidak ada lagi. Cukup satu Decentralized SSC, dibantu seorang business partner untuk menjembatani orang bisnis dengan HRD,” kata Yos. Jelas, itu lebih efisien. Apalagi, meskipun di Indonesia ada 10 kantor regional, kenyataannya hanya butuh empat partner bisnis.
Tak hanya itu. Untuk program rekrutmen, dulu tiap unit usaha dan kantor regional mengadakan tes wawancara sendiri. Demikian juga, penyelenggaraan pelatihan, tiap unit usaha mengelola sendiri. “Sekarang, training cukup SSC yang selenggarakan, dari mengirim udangan, mengatur jadwal, booking hotel sampai mengatur ruangan. Jadi, lebih simpel dan efisien,” Hartono menimpali.
Tentu, manfaat paling besar diterima karyawan di luar departemen HRD yang selama ini menjadi penerima pelayanan (beneficiaries). Maklum, kini karyawan cabang dan anak usaha mana pun, kalau bertanya soal HR (cuti, SK karyawan, dan sebagainya) tinggal pencet 900 atau kirim e-mail ke satu alamat yang ditentukan. “Ada single point of contact sehingga memudahkan pelayanan,” kata Yos. Veronica Noerhaja, karyawan Departemen General Affairs HMS, melihat banyak manfaat dari program SS. “Terutama ada hotline HR 900. Setiap saya telepon, pasti selalu ada yang terima dan membantu. Responsnya cepat. Contohnya, sejam lalu saya minta daftar karyawan HMS se-Indonesia, hanya dalam beberapa menit sudah dikirimkan ke saya, padahal jumlahnya puluhan ribu data karena lintas daerah,” papar Vero.
Komentar serupa disampaikan Hiandy Cindra, Manajer Penjualan HMS. “Pelayanannya jadi lebih cepat. Dulu kalau ada keperluan HR, saya hanya bisa ditangani oleh sales HR office saya, baru nanti mereka yang proses ke unit-unit terkait. Kalau sekarang, langsung ditangani SSC di pusat dan siapa saja orang SSC bisa menangani sehingga lebih cepat. Dulu kalau ada HR officer ganti, kita-kita yang orang baru agak sulit untuk mengurus ini-itu dan harus tanya ke sana-kemari. Sekarang tinggal telepon ke 900,” ungkap Hiandy.
Keberadaan SSC ini juga memudahkan Hiandy mengelola anak buah (para wiraniaga), khususnya ketika mereka menanyakan hal-hal terkait ke-HR-an. “Saya kan nggak hafal sisa cuti atau tunjangan anak buah saya satu per satu,” katanya. Maklum, untuk informasi sisa tunjangan kesehatan, misalnya, setelah mengisi formulir klaim secara online, tak lama kemudian karyawan itu diberi informasi via e-mail bahwa klaimnya sudah diproses, sekaligus ditunjukkan berapa sisa tunjangan yang menjadi haknya. Jadi, ada sistem otomatis yang menjawab.
Ini belum termasuk manfaat yang dirasakan setelah SSC membangun teknologinya. Contohnya, “Dulu lebih dari 50% orang telepon ke HRD hanya untuk tanya tunjangan kesehatan, sekarang trafik telepon berkurang 90% karena sistem secara otomatis mengirim info via e-mail,” kata Hartono. Contoh lain, SSC juga sudah memasang software Early Reminder Notification. Notifikasi otomatis ini diperlukan bagi atasan, misalnya kapan seorang karyawan harus segera dipromosikan atau dievaluasi, diberi tunjangan, diangkat menjadi karyawan tetap. Di HMS telah ada sistem yang mengingatkan sebelum tanggalnya tiba (reminder). “Jadi, bukan diprotes anak buah dulu baru dibuatkan SK-nya,” kata Yos seraya tertawa. Hartono menambahkan, notifikasi otomatis itu bagian dari efisiensi karena bila tidak ada software-nya, pasti HMS juga butuh orang yang harus mencatat dan mengingatkan. “Itu pun belum tentu teliti karena tiap hari ada berapa puluh atau berapa ratus proses notification di HM Sampoerna.”
Bagaimanapun, Yos dan timnya melihat apa yang dilakukan dengan SSC hasilnya sangat signifikan meski untuk itu prosesnya tak mudah. “Tantangannya lebih merupakan tantangan teknis, dan karakter masing-masing unit usaha yang berbeda,” kata Yos. Contohnya, persoalan sistem payroll yang bisa mengelola karyawan yang tersebar. Apalagi dengan latar belakang sebagian karyawan dibayar mingguan, bukan bulanan, dan sebelumnya dibayarkan dalam bentuk tunai. “Ini tantangan teknis yang harus dibereskan dulu, termasuk konsolidasi antar-unit usaha,” katanya. Yang jelas, kini semua karyawan telah punya rekening dan penggajiannya memakai sistem transfer via bank. “Bahkan, ibu-ibu yang kerja melinting rokok di pabrik semua sudah punya NPWP, dan kalau Anda tanya, mereka akan bangga menunjukkan kartu pajaknya,” ujar Yos ikut bangga.
Pengamat manajemen SDM Budi W. Sudjipto menengarai SS sangat cocok diterapkan di perusahaan yang size-nya besar dan punya tingkat homogenitas produk yang tinggi. Perusahaan seperti HM Sampoerna, Telkom dan Astra relatif bagus bila SS diterapkan di sana. SS sulit diterapkan di konglomerasi yang bisnisnya berbeda jauh. Seperti, Grup Para, yang bisnisnya perbankan, media, resto, dan lain-lain. “Konglomerasi yang bisnisnya berbeda jauh susah pakai shared services. Mungkin lebih tepat dibuat subgrup, misalnya shared services untuk subgrup media, keuangan, dan lain-lain. Karena, syaratnya ada keseragaman atau bisa diseragamkan kebijakan-kebijakannya,” katanya.
Di Indonesia, diakui Budi, belum banyak perusahaan yang mengimplementasi HR karena SS membutuhkan teknologi agar divisi HRD menjadi kuat. “Nggak bisa sembarangan. Selain orang HR harus sebagai internal consultant (yang) kalau ada masalah bisa tanya ke mereka, respons time pun harus bagus,” katanya. Karena itu, sebaiknya orang HR harus pernah ditempatkan di cabang supaya mendalami bisnisnya.
Sebenarnya, dikatakan Budi, di level global, banyak perusahaan multinasional yang sudah menjalankan konsep itu. Misalnya, perusahaan raksasa peminyakan Cina, CNOCC, yang kantornya di luar negeri, termasuk di Indonesia, tak ada departemen HRD-nya -- kalaupun ada, biasanya jumlahnya sangat minimal. Rata-rata sudah dilakukan SS dari kantor pusat. “Karena di mana-mana bisnis mereka sama, yakni minyak, hanya lokasi yang berbeda, sehingga mudah dikembangkan sistem shared services agar lebih efisien,” ujarnya. Budi juga mengakui, salah satu manfaat SS: perusahaan tidak butuh orang HR terlalu banyak. Ada efisiensi. Selain itu, juga ada konsistensi karena kebijakan antarbagian di perusahaan seragam sehingga lebih mudah melakukan pengelolaan.
Artinya, jalan yang ditempuh HMS sudah tepat. Itu pun akan membuat perusahaan ini tak cuma jago pemasaran sebagaimana tecermin dari penjualannya yang numero uno di pentas bisnis rokok -- tahun 2007 penjualan bersihnya Rp 29,78 triliun – tapi juga jago dalam menata urusan manusia. Dan dengan sistem ini, hmm... Anda mungkin berani berandai-andai menjadi Yos Ginting.
URL : http://www.swa.co.id/swamajalah/praktik/details.php?cid=1&id=7435

Sikap yang Benar untuk Memulai Bisnis




Kamis, 08 Januari 2004Oleh : Pri Notowidigdo

Memulai bisnis pribadi merupakan hal yang menakutkan sekaligus menarik. Mengapa? Di satu sisi, ini dapat menimbulkan risiko besar. Di sisi lain, kesempatan besar dalam kehidupan juga menanti. Alhasil, masuk akal bila orang -- katakanlah Anda -? menjadi ingin tahu, apa saja sih yang melibatkan diri kita ketika memulai bisnis, dan apa saja yang bisa membuat langkah ini sukses.

Saya punya jawaban untuk hal tersebut: carilah jalan dari beberapa cara konvensional, tidak perlu langsung melakukan cara yang benar. Jadilah orang yang kreatif, fleksibel dan cepat tanggap terhadap perubahan yang terjadi dengan mendapatkan informasi tentang pangsa pasar dan peristiwa-peristiwa yang baru saja terjadi.
Bila diamati, orang-orang yang menjalankan bisnis pribadi kerap membicarakan beberapa hal penting. Yang paling sering: Apa tujuan pribadi mereka? Ya, apa sebenarnya tujuan pribadi melakukan hal ini? Mereka juga bertanya, apakah yang saya kehendaki dalam hidup? Di manakah saya berada 10 tahun mendatang? Jenis penghasilan seperti apa yang saya ingini?
Di sini, harus saya nyatakan, tujuan pribadi bukanlah hal sepele. Anda harus memiliki atau mengetahui tujuan pribadi yang benar-benar penting bagi Anda. Ini penting, karena bukankah bisnis itu sesuatu yang menuntut?
Jadi, tanyakan pada diri sendiri, apakah sedang melakukan sesuatu yang ingin dilakukan. Tanya juga, apakah Anda bekerja dengan orang-orang yang Anda ingin bekerja sama untuk melakukannya? Apakah pengembalian investasi sudah seperti yang diharapkan? Bila muncul perasaan tidak senang, Anda tidak akan menjadi pengusaha yang baik.
Setelah tujuan pribadi, ide bisnis Anda haruslah disertai hasrat pribadi untuk memulai dan mengoperasikannya. Hasrat pribadi mesti menjadi bagian dari apa yang Anda kehendaki dalam hidup. Bila tidak, percayalah, semua ide yang Anda keluarkan tidak berarti sama sekali, dan jangan berharap bisa mengubah bisnis yang ada menjadi bisnis yang sukses.
Sekarang, katakanlah Anda tahu tujuan pribadi dan sangat berhasrat. Lantas, dari mana harus memulainya?Jangan pusing. Pengalaman kerja adalah bagian dari ide bisnis. Sebagai contoh, bila Anda ingin membuka restoran dan belum pernah berkecimpung di dunia ini sebelumnya, masuk akal bila Anda bekerja terlebih dulu pada orang lain. Dengan cara ini, Anda akan terhindar dari kesalahan dalam membuat perhitungan biaya. Atau, bahkan tak jadi membuat bisnis resto karena setelah bekerja di situ dan mengerti pengoperasiannya, Anda jadi mengetahui resto bukan jenis usaha yang ingin Anda jalankan sebagai bisnis pribadi.
Selain pengalaman, pengetahuan dasar juga salah satu pintu masuk untuk memulai bisnis Anda. Di sini, Anda haruslah memiliki ide atau konsep yang lebih banyak Anda ketahui ketimbang orang lain. Insting atau perasaan bukanlah pengganti untuk pengetahuan. Anda bisa memperoleh pengetahuan dasar ini secara natural dengan memiliki pekerjaan yang relevan atau pengalaman berbisnis. Bisa juga diperoleh dengan banyak bertanya, mendengar, membaca, atau melakukan penelitian.
Terlepas dari apakah itu pengalaman atau pengetahuan dasar, yang pasti, pada kebanyakan orang, melimpahnya ide untuk memulai bisnis baru kerap bersumber pada keinginan yang sama: menjadi kaya dengan cepat. Benarkah hal ini?
Saya cenderung menyatakan bahwa memulai bisnis dengan sikap seperti itu bukan hal yang benar. Memang uang itu penting. Dan uang akan datang kemudian seperti yang kita ingini setelah melalui usaha yang keras. Namun, bertanyalah pada nurani kita, sebetulnya, penghargaan intrinsik seperti apakah yang akan Anda terima untuk semua usaha Anda?Menurut saya, langkah pertama ketika memulai bisnis pribadi adalah: lakukanlah semua dengan sebaik-sebaiknya! Berikan sesuatu yang dibutuhkan orang. Dengan cara ini, yakinlah Anda akan dihargai terus-menerus meskipun barangkali Anda tidak menghasilkan uang banyak pada awalnya. Saya pikir hal ini merupakan inner vision. Dan, bukankah Anda sendiri tidak bisa selalu dimotivasi untuk menghasilkan profit?
Banyak keuntungan yang bisa diperoleh dengan bersikap melakukan semua dengan sebaik-baiknya. Sikap ini akan menjadikan Anda memiliki komitmen sukses. Sikap ini juga membuat Anda terus melangkah dari keadaan sekarang untuk menjadi lebih baik dari hari ke hari sehingga Anda pun bakal menjadi seseorang yang kaya ide, bervisi, dan sanggup menerapkan sesuatu yang lebih baik ketimbang orang yang mungkin Anda lihat merupakan sosok terbaik pada saat ini. Pendek kata, sikap ini menjadikan Anda orang yang tidak puas dengan pekerjaan yang average (rata-rata), melainkan orang yang puas dengan melakukan sesuatu yang besar (superior).Inilah sikap yang penting ketika memulai bisnis pribadi. Dan, kalau Anda merasa memilikinya, Anda pantas memulai bisnis pribadi. Jadi, tunggu apa lagi?