Beberapa hari yang lalu, saya melakukan perjalanan Jakarta – Palembang dengan menggunakan pesawat dari sebuah maskapai penerbangan nasional yang sedang naik daun. Kebetulan saya sudah masuk dalam pesawat yang akan membawa saya ke Palembang ketika saya melihat kejadian ini.

Begini ceritanya… Ada seorang wanita bersama anaknya yang kira-kira berusia 4 tahun membawa sebuah tas koper yang ukurannya tidak terlalu besar dan menurut pengalaman saya memang diijinkan untuk disimpan di tempat penyimpanan barang di atas tempat duduk penumpang. Namun karena semua tempat penyimpanan barang sudah penuh maka ibu tadi bertanya kepada salah satu pramugari dan si pramugari menjawab dengan tidak ramah sambil berkata: “Kopornya terlalu besar jadi tidak bisa disini. Simpan di bagasi aja. Mau ?” Ibu tadi terdiam sejenak dan menjawab: “Tadinya saya berencana untuk memasukkan dalam bagasi tetapi saya lupa membawa gembok. Kira-kira aman tidak ya kalau masuk bagasi?” Dan pramugari tidak menjawab (sambil bersibuk ria melakukan kegiatan lain yang tidak perlu) dan malah berkata dengan ‘ketus’ dan ‘ogah-ogahan’: “.. disini tidak bisa lagi… semua sudah penuh dan tidak ada tempat !” (padahal sang ibu bertanya aman/ tidak). Demikian sedikit ketegangan berlanjut sampai akhirnya kopor masuk bagasi dan terakhir saat saya menunggu barang keluar dari bagasi, saya melihat ibu tadi sudah membawa ‘tas bermasalah’ dalam keadaan baik dan kelihatannya aman-aman saja.

Ada hal menarik yang dapat kita lihat dalam kejadian tersebut, yaitu seorang pramugari yang tidak memberikan pelayanan terbaik yang seharusnya ia lakukan pada semua penumpang pesawat. Pramugari mestinya tidak menyalahkan penumpang karena tas yang dibawanya, apalagi ukurannya masih sesuai ketentuan untuk bisa masuk dalam pesawat. Hal lain lagi, pramugari seharusnya fokus pada penyelesaian masalah ibu tadi (tidak mengerjakan pekerjaan lain lebih dahulu) dan memberikan solusi terbaik tanpa membuat sang ibu panik dan bingung.

Yah…. Apa mungkin sekarang ini pramugari dididik dengan cara yang salah oleh pihak maskapai sehingga tidak service oriented. Atau bisa jadi pramugari dalam kejadian yang saya lihat hanyalah ‘oknum’ yang menyalahi aturan pelayanan yang telah ditetapkan pihak maskapai (yang mungkin juga sudah baik).

Terlepas dari itu semua, dari kejadian tersebut – kesalahan utama pramugari adalah tidak memberikan SOLUSI kepada sang ibu dengan CARA YANG BAIK & BENAR sehingga menimbulkan ketegangan yang tidak perlu.

Menurut saya, si pramugari belum sadar bahwa tugasnya adalah melayani penumpang. Bisa jadi si pramugari merasa dirinya bukan ‘pelayan’ yang harus berusaha menyenangkan hati ‘sang majikan’. Mungkin si pramugari merasa dirinya adalah ‘seorang bintang’ yang sedang berjalan di atas catwalk karena merasa cantik. Kesimpulannya, si pramugari belum memahami sepenuhnya tugas dan tanggung jawabnya sebagai ‘pelayan’ dan belum memiliki SERVICE MINDSET yang benar sehingga tidak bisa memberikan SOLUSI sesuai ekspektasi ibu tadi.

Ayo pihak maskapai ! Bentuklah service mindset di benak semua pramugari Anda dan ajarkan mereka untuk memberikan SOLUSI dengan cara yang santun. Ingat! Penumpang lebih membutuhkan pramugari yang punya jiwa melayani dengan tulus dibanding ‘pramugari cantik’. Namun, jika cantik adalah salah satu syarat utama maskapai Anda, maka tugas Anda untuk membuat para ‘pramugari cantik’ menjadi ‘pelayan yang baik’. Jika ini terjadi maka maskapai Anda akan menjadi juaranya.

Ditulis oleh:

Djoko Kurniawan, Pengamat & Praktisi Marketing Indonesia