Saturday, May 29, 2010

Tri Mumpuni, Mengerek Derajat Hidup Warga Desa Lewat PLTA

Jumat, 28 Mei 2010

Social Enterpreneur

Listrik bukan kemewahan di kota besar. Tapi, berbeda di daerah terpencil yang belum tersentuh jaringan PLN. Melalui Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) mini, Tri Mumpuni tak hanya menerangi desa, tapi sekaligus mendorong perkembangan ekonomi masyarakat.

LISTRIK bisa mengubah kehidupan sebuah masyarakat. Tak hanya sekadar penerangan dan peralatan rumah tangga, pemanfaatan listrik mampu meningkatkan pendapatan masyarakat dan memperbaiki kualitas hidup.

Kenyataan inilah yang mendasari langkah Tri Mumpuni Iskandar bersama Institut Bisnis dan Ekonomi Kerakyatan. Sejak 1996,Puni ini telah berkeliling ke berbagai desa untuk membantu warga membangun pembangkit listrik bertenaga air mini atau microhydro powerplant. "Kami hanya membantu sekaligus memaksa masyarakat membuat rencana bisnis untuk pembangunan PLTA kecil," katanya. Saat ini, Puni sedangmenggalang dana pendirian PLTA mungil berkapasitas 4 Mega Watt di sebuah desa di Subang, Jawa Barat. PLTA ini berpotensi menghasilkan pendapatan Rp 117 juta per bulan. Bahkan, desa ini bisa memiliki rumahsakit sendiri.

Maklum, esensi dari perjuangan Puni selama ini bukan hanya menerangi desa dengan listrik. Listrik juga harus bisa meningkatkan pendapatan masyarakat desa.Pemanfaatan listrik ini terbagi atas dua kategori berdasar kondisi desa, yaitu on-grid atau off-grid. Desa off-grid adalah desa yang lokasinya tidak terjangkau jaringan listrik PT Perusahaan Listrik Negara (PLN). Kehadiran pembangkit listrik membuat kebutuhan penerangan desa terpenuhi. Pada desa-desa jenis ini, pemakaian listrik juga bertujuan memenuhi kebutuhan produksi desa tersebut. Puni mencontohkan, pengeringan kemiri secara tradisional membutuhkan waktu empat hari asalkan matahari bersinar terik. Dengan adanya listrik, penduduk desa dapat memakai mesin untuk mengering-kan kemiri dan hanya memakan waktu enam jam.

Contoh lain adalah sebuah desa binaan Puni di Nanggroe Aceh Darussalam yang memproduksi minyak nilam. Keberadaan listrik membuat penduduk desa tidak perlu menebang pohon untuk kayu bakar. Selain itu, pemakaian mesin penyuling bisa menghasilkan minyak lebih banyak dan berkualitas.

Uang yang terkumpul berkat adanya listrik digunakan untuk membayar biaya perawatan dan pemeliharaan alat tersebut. Jadi, tercipta sebuah sistem berkesinambungan untuk perawatan pembangkit listrik.

Adapun desa on-grid sebenarnya sudah bisa mendapat pasokan listrik PLN,. Namun, desa-desa jenis ini memiliki potensi air yang cukup besar untuk membang-kitkan listrik. Kemudian, listrik yang dihasilkan di sana dapat dijual kepada PLN. Hal ini tentunya akan menghasilkan pendapatan yang besar bagi desa tersebut.

Puni menyadari, butuh persiapan yang baik dalam menghadapi aliran pendapatan tambahan itu sehingga tidak menimbulkan kekacauan dalam masyarakat. Oleh karena itu, jauh sebelum pembangkit listrik beroperasi, Puni dan timnya sudah terlebih dahulu mengajak para penduduk desa untuk berunding dan merencanakan pemakaian uang hasil penjualan listrik.

Sejauh ini, biasanya para penduduk desa memilih menggunakan dana tersebut untuk kepentingan pendidikan dan kesehatan warga desa Misalnya, digunakan untuk subsidi uang buku atau transportasi anak yang tinggal di lokasi terpencil dan jauh dari sekolahnya.

Bagi kesehatan, ada desa yang memakai dana tersebut untuk membuat klinik desa serta membayar dokter yang secara berkala datang. Ada pula yang memakai duit ini menjadi modal bergulir untuk pinjaman warga yang ingin membuka usaha. Pinjamannya berkisar Rp 500.000 hingga Rp 2 juta, dengan bunga 2% per tahun.

Perjuangan Puni telah menyentuh berbagai desa di berbagai daerah di Indonesia Mulai dari Jawa Barat, Sumatera, Kalimantan, hingga daerah lainnya Untuk membangun pembangkit listrik memangmembutuhkan dana yang tidak sedikit. Misalnya, ada sebuah desa di Maluku yang membutuhkan dana € 415.000 untuk pembangunan pembangkit listrik. Puni berhasil mendapatkan dukungan dana untuk proyek ini. Namun, jumlahnya tak seberapa "Padahal pemerintah menganggarkan dana sebesar Rp 1 triliun per tahun untuk memasukkan listrik ke desa," imbuhnya

Masalah dana juga kerap menjadi penghalang Puni dalam mewujudkan obsesinya membangun pembangkit listrik di pedalaman Papua Proyek PLTA di sana membutuhkan dana Rp 19 miliar. Saat ini, dia baru mendapatkan bantuan dana sebesar Rp 7 miliar.

Padahal, manfaat listrik masuk desa begitu besar. Puni mencontohkan sebuah desa di Tasikmalaya yangdulu ditinggalkan oleh penduduknya Sebagian besar penduduknya pergi ke kota untuk menjadi buruh.

Setelah pembangkit listrik terpasang, para wanita yang tinggal di desa mulai mengerjakan usaha bordir. Temyata, usaha tersebut cukup sukses, bahkan sampai diekspor. Setelah itu barulah para pria memutuskan kembali ke desa untuk berkarya di sana.

Puni mempercayai, Indonesia bisa membangun ekonomi yang kokoh dan berkelanjutan bila didukung sektor pertanian. Karenanya, pertumbuhan perekonomian desa seharusnya bisa memperbaiki kondisi ekonomi Indonesia secara umum. Puni memandang, pengadaan listrik di desa-desa terpencil seperti yang dilakukannya saat ini adalah langkah awal menuju tujuan tersebut.

No comments: