Thursday, October 16, 2014

bicara PLASTIK

Mengubah Kantong Plastik Jadi Duit

http://bisniskeuangan.kompas.com/read/2010/10/17/14553962/Mengubah.Kantong.Plastik.Jadi.Duit.-3

KOMPAS.com - Habis manis sepah dibuang, itulah pameo yang selalu berlaku bagi sebuah kantong kresek. Usai dipakai untuk mewadahi sesuatu, nasib lanjutan baginya adalah berkalang sampah di tempat pembuangan. 
Sayang, tak banyak yang sadar bahwa ia mempunyai umur yang panjang, ratusan tahun bagi sebuah kantong kresek tak akan membuatnya hancur sempurna.
Beni Chandra adalah satu dari sedikit orang yang prihatin atas hal itu. Fisikawan yang lulus dari ITB pada 2006 itu tergerak memperpanjang masa pakai kantong kresek dengan cara lain.
Usahanya itu bermula dari sebuah keinginan untuk mandiri sekaligus prihatin atas keadaan semakin menggunungnya sampah di Kota Bandung. Dari tangan mahasiswa biasa bermodal cekak itulah sebuah usaha ramah lingkungan yang mendatangkan berkah menemui titik awalnya.
Lima tahun silam, tangan Beni sendirilah yang memasukkan limbah kantong kresek ke dalam karung. Layaknya pemulung, pria kelahiran 1984 itu mengitari tempat pembuangan sampah di pusat pertokoan kota Bandung.
Ia selalu berpikir dan tak pernah lepas menyimpan keyakinan di hati bahwa kantong kresek memiliki potensi yang besar jika diolah menjadi sesuatu yang lain.
"Selain itu juga dapat menyelamatkan lingkungan, karena limbah plastik sulit dicerna oleh tanah," katanya.
Otak bisnis dikombinasi dengan pengetahuan yang didapatnya di bangku kuliah membuat Beni memiliki ide mengolah kantong kresek menjadi biji plastik bahan daur ulang yang banyak diburu perusahaan plastik.
Dapat pinjaman
Layaknya gayung bersambut, ide Beni didukung 100 persen oleh sang dosen yang tak segan memberinya pinjaman modal usaha sebesar Rp 200 juta.
Pinjaman itu digunakan untuk keperluan membuka usaha mulai dari menyewa lahan di desa Ciganiti, Buah Batu, Bandung, membeli mesin pencacah plastik, menyewa mobil bak pengangkut, hingga menggaji 15 tenaga kerja.
"Sisanya untuk modal kerja yakni untuk membeli sampah kantong kresek yang harganya Rp 1000 perkg," kata Beni Chandra.
Aktivitas usahanya berlangsung setiap hari selama delapan jam dan dalam jangka waktu dua hari, usaha Beni mampu memproduksi 1,5 ton biji plastik.
Ia tak kesulitan menjual barang produksinya sebab banyak distributor dan pabrik plastik di kawasan industri Cicahem, Cimahi, sangat membutuhkan pasokan bahan baku daur ulang plastik.
Mereka siap menampung produksi Beni dan mematok harga tinggi Rp 3.000 per kg biji plastik. Alhasil Beni berpenghasilan minimal Rp 4,5 juta/bulan setelah dikurangi biaya operasional termasuk menggaji 15 karyawan rata-rata Rp 700.000 perorang. Pinjaman pada sang dosen dalam waktu relatif singkat berhasil dilunasinya.
Itu baru tahap awal, sebab kini kantong kresek sang fisikawan terus menjadi buruan para distributor dan pabrik plastik yang memerlukan pasokan bahan baku. Beni sempat kewalahan, modal yang terlampau pas-pasan membuatnya sulit memenuhi order yang terus menggunung.
KUMKM
Namun Beni Chandra tak pernah berdiam diri untuk mempertahankan kelanjutan usahanya. Tekad kuat itulah yang membuatnya kemudian menemukan jalan keluar. Tangan Tuhan pun bekerja. Inilah bentuknya: pemerintah melalui Lembaga Pengelola Dana Bergulir (LPDB) KUMKM mengucurkan dana bergulir melalui PT Sarana Jabar Ventura untuk usahanya.
Kembali dana operasional disuntikkan. Dana pinjaman sebesar Rp 175 juta digunakannya untuk mengekspansi usaha mulai dengan membeli mesin peleburan plastik, mesin pembersih, mesin pembilas, mesin pengering, hingga menambah kapasitas instalasi listrik.
Kini, Beni Chandra memiliki empat mesin pemroduksi biji plastik dan mempekerjakan 15 tenaga kerja. Itu memungkinkannya mampu memasok lebih banyak pabrik plastik daur ulang meski belum sepenuhnya dapat memenuhi pasokan bahan baku yang mereka pesan. Laba bersih dari usahanya kini mencapai lebih dari Rp 12 juta perbulan.
Beni tak lantas puas, ia masih memiliki mimpi untuk dapat mengolah limbah plastik dari hulu ke hilir. Belum lama ini ia bahkan sukses menemukan inovasi rotan plastik berbahan baku kantong kresek. Karyanya itu telah diujicobakan di Industri Kerajinan Yayasan Kayu Api, Gede Bage, Bandung.
"Saya masih punya cita-cita untuk mengolah kantong kresek dan limbah plastik menjadi produk yang bermanfaat bagi masyarakat, selain juga merupakan salah satu upaya yang ramah lingkungan juga mampu membuka peluang lapangan kerja bagi orang lain," katanya.

Inilah Bahaya Kantong Plastik

http://bisniskeuangan.kompas.com/read/2010/10/17/15020598/Inilah.Bahaya.Kantong.Plastik.-3

KOMPAS.com - Bahaya limbah plastik bukan omong kosong. Telah banyak penelitian membuktikan dahsyatnya limbah plastik mendatangkan bahaya termasuk potensi negatifnya dalam mendegradasi lingkungan.
Hal yang pasti adalah dampak negatif sampah plastik tidak sebesar fungsinya. Butuh waktu 1000 tahun agar plastik dapat terurai oleh tanah secara terdekomposisi atau terurai dengan sempurna.
Saat terurai, partikel-partikel plastik akan mencemari tanah dan air tanah. Jika dibakar, sampah plastik akan menghasilkan asap beracun yang berbahaya bagi kesehatan yaitu jika proses pembakarannya tidak sempurna, plastik akan mengurai di udara sebagai dioksin.
Senyawa ini sangat berbahaya bila terhirup manusia. Dampaknya antara lain memicu penyakit kanker, hepatitis, pembengkakan hati, gangguan sistem saraf, dan memicu depresi.
Bagi lingkungan, kantong plastik juga mengakibatkan banjir, karena menyumbat saluran-saluran air dan tanggul sehingga mengakibatkan banjir bahkan yang terparah merusak turbin waduk.
Diperkirakan, 500 juta hingga satu miliar kantong plastik digunakan di dunia tiap tahunnya. Jika sampah ini dibentangkan maka, dapat membungkus permukaan bumi setidaknya hingga 10 kali lipat!
Setiap tahun, sekitar 500 miliar hingga satu triliun kantong plastik digunakan di seluruh dunia. Diperkirakan setiap orang menghabiskan 170 kantong plastik setiap tahunnya dan lebih dari 17 miliar kantong plastik dibagikan secara gratis oleh supermarket di seluruh dunia setiap tahunnya.
Perubahan iklim
Kantong plastik juga menjadi salah satu penyebab perubahan iklim utama di mana sejak proses produksi hingga tahap pembuangan, sampah plastik mengemisikan gas rumah kaca ke atmosfer.
Kegiatan produksi plastik membutuhkan sekitar 12 juta barel minyak dan 14 juta pohon setiap tahunnya. Proses produksinya sangat tidak hemat energi. Pada tahap pembuangan di lahan penimbunan sampah (TPA), sampah plastik juga mengeluarkan gas rumah kaca.
Saat ini berbagai negara di dunia mulai melarang dan merespon bahaya penggunaan kantong plastik, seperti di Kenya dan Uganda yang sudah secara resmi melarang penggunaan kantong plastik.
Sejumlah negara lain juga mulai mengurangi penggunaan kantong plastik di antaranya Filipina, Australia, Hongkong, Taiwan, Irlandia, Skotlandia, Prancis, Swedia, Finlandia, Denmark, Jerman, Swiss, Tanzania, Bangladesh, dan Afrika Selatan.
Singapura, sejak April 2007 telah berlangsung kampanye "Bring Your Own Bag" (bawa langsung kantong Anda sendiri), digelar oleh The National Environment Agency (NEA).
Pemerintahan China juga telah mengeluarkan rancangan undang-undang (RUU) mengatasi kantong plastik dan reaksi yang telah disiapkan antara lain pelarangan penggunaan tas plastik di departement store.
Para pembeli akan dikenakan bayaran untuk kantong plastik dan akan diberlakukan standardisasi produksi tas plastik.
Berbagai alasan itulah yang mendorong Beni Chandra memulai perlawanan terhadap limbah plastik di Indonesia. Baginya bahaya plastik harus disulap menjadi sesuatu yang mendatangkan lebih banyak berkah.

Saatnya UKM Berbasis Eco-Green

http://bisniskeuangan.kompas.com/read/2010/10/17/15111386/Saatnya.UKM.Berbasis.EcoGreen.

KOMPAS.com - Kementerian Koperasi dan UKM sejak jauh-jauh hari menyatakan siap mengakomodasi pelaku UKM berbasis ramah lingkungan seperti yang dijalankan Beni Chandra.
Institusi itu menyatakan mulai mengupayakan secara bertahap agar produk UKM Indonesia mulai berbasis eco-green agar lebih mudah menembus pasar ekspor.
"Kami mulai mendorong pelaku UKM agar memproduksi barangnya dengan menerapkan konsep eco-green yang lebih ramah lingkungan," kata Deputi Bidang Pemasaran dan Jaringan Usaha Kementerian Koperasi dan UKM, Neddy Rafinaldi Halim.
Hal itu menurut Neddy Rafinaldi Halim harus mulai dilakukan untuk membuka peluang lebih besar lagi bagi pasar produk UKM yakni pasar ekspor. Produk berbasis eco-green saat ini banyak diminati berbagai negara maju.
"Oleh karena itu, kami melakukan fasilitasi dan pendampingan kepada sejumlah UKM agar mulai menerapkan konsep eco-green dalam memproduksi barang-barangnya," kata Neddy.
Salah satu yang dilakukan adalah memberikan perkuatan modal kepada pelaku UKM ramah lingkungan termasuk usaha Beni Chandra melalui skema dana bergulir.
Kerjasama
Pihaknya juga telah melakukan berbagai upaya untuk menerapkan konsep eco-green tersebut termasuk menggandeng Korea Selatan (Korsel) yang selama ini dikenal dengan produk-produk UKM-nya yang ramah lingkungan.
Pihaknya bahkan telah menjalin kesepakatan dengan Korsel untuk bekerja sama dalam penerapan eco-green belum lama ini.
Konsep eco-green merupakan konsep pengelolaan dan produksi material yang diupayakan untuk selalu ramah lingkungan. Korsel merupakan salah satu negara yang sangat concern terhadap pengelolaan produk berbasis eco-green.
"Kami telah sepakat untuk membuat "joint operation" dalam kerja sama eco-green yang akan dikembangkan di Indonesia," kata Menteri Koperasi dan UKM, Sjarifuddin Hasan, belum lama ini.
Menteri Sjarifuddin mengatakan, Korsel telah setuju untuk membantu Indonesia dalam menerapkan konsep eco-green khususnya bagi pelaku UKM di tanah air. Untuk kepentingan itu, akan segera dibuka kantor perwakilan dan pemasaran bersama di Indonesia.
"Teknologi eco-green ini harus mulai kita adopsi karena erat kaitannya dengan pemeliharaan lingkungan, penggunaan material berbasis daur ulang, penghematan bahan bakar, hingga pendiversifikasian energi," katanya.
Korsel setuju untuk membiayai proyek percontohan penerapa konsep eco-green di Indonesia khususnya dalam bidang UKM sekaligus pemasaran produk UKM berbasis eco-green yang ramah lingkungan. "Kita harapkan konsep seperti ini bisa dilaksanakan di Indonesia," kata Menteri Sjarifuddin Hasan.
Dengan demikian diharapkan Indonesia akan melahirkan semakin banyak Beni Chandra yang mampu menyulap sampah menjadi berkah.

GREEN BUSINESS SAMPAH PLASTIK

Mendaur ulang sampah plastik menjadi sumber usaha

http://peluangusaha.kontan.co.id/news/mendaur-ulang-sampah-plastik-menjadi-sumber-usaha--1
Wahyu Tri Rahmawati, Fahriyadi

Mendaur ulang sampah plastik menjadi sumber usaha

Plastik menjadi bahan pembungkus yang paling banyak digunakan masyarakat. Meski semangat go green terus berkumandang dan banyak yang mencoba menghindarinya, penggunaan plastik hingga kini belum menurun. Itulah sebabnya bisnis penggilingan plastik tetap menggelinding.

Penggilingan sampah plastik merupakan bagian penting dalam sistem daur ulang plastik. Proses itu menjadi jembatan agar sampah plastik bisa bermanfaat. 

Para penggiling sampah mengumpulkan plastik berupa botol, gelas atau lembaran plastik dari pemulung atau mencarinya sendiri. Sampah plastik digiling menjadi cacahan plastik. Kemudian, hasilnya dijual ke pabrik plastik. Di pabrik, cacahan itu diolah menjadi plastik baru.

Iyaz, pemilik usaha penggilingan plastik Berkah Semesta Hijau di Depok, sudah menekuni usaha ini sejak lima tahun lalu. Berawal dari ketertarikan melihat keberhasilan kawannya berbisnis penggilingan plastik, dia berminat menerjuni bisnis itu. Apalagi, dia melihat permintaan plastik daur ulang sangat tinggi. Dari hari ke hari, jumlah plastik yang diolahnya semakin banyak.

Ia mengatakan, tidak semua sampah plastik bisa didaur ulang dengan aman. Jenis plastik yang tidak bisa didaur ulang antara lain jenis polyvinyl chloride (PVC), polystyrene (PS), styrene acrylonitrile (SAN), acrylonitrile butadiene sturene (ABS), polycarbonate (PC), dan nilon. 

Karena itu, Iyaz saat ini hanya mengolah tiga jenis sampah plastik, yaitu jenis polypropylene (PP), polyethylene terephthalate (PET), dan low density polyethylene (LDPE). PP biasa dijumpai pada kemasan cup plastik, sedangkan PET dan LDPE berasal dari botol plastik dan botol infus. "Selain keliling sendiri, juga ada yang memasok sampah-sampah ini," katanya. 

Plastik yang terkumpul dibersihkan hingga tidak menyisakan bahan lain. Iyaz mempekerjakan warga sekitar pabrik. Setelah benar-benar bersih, plastik dipisahkan berdasarkan jenis, baru dicacah.

Ada dua proses dalam pengolahan sampah plastik, yaitu penggilingan kering dan basah. Jika penggilingan kering, pencucian dilakukan setelah proses giling. Adapun penggilingan basah caranya mencampur plastik dengan air dingin atau panas. "Tingkat kebersihan dan kejernihan berbeda," kata Iyaz. Ia lebih memilih penggilingan air dingin karena lebih bersih.

Selain dijual ke pabrik-pabrik pengolahan plastik dalam negeri, ada juga yang menjual hasil cacahan plastik tersebut ke pasar luar negeri. Per bulan, Iyaz memproduksi cacahan plastik antara 5 hingga 10 ton. "Omzetnya bisa sekitar Rp 200 juta-an," kata Iyaz, yang saat ini baru memiliki satu mesin pengolah plastik. 

Dia berencana menambah satu mesin giling lagi karena meningkatnya permintaan. Sekadar informasi, harga satu mesin giling plastik sekitar Rp 30 juta hingga Rp 35 juta. Harga tersebut belum termasuk mesin penggerak. Iyaz menggunakan penggerak dari mesin truk Hino.

Di sisi lain, dia mengungkapkan, aliran kas di bisnis penggilingan plastik tergolong cepat. Karenanya, dia harus membayar langsung secara tunai para pengepul sampah plastik. Untuk menghindari kemacetan pembayaran, Iyaz juga meminta bayaran tunai ke pabrik-pabrik yang membeli plastik olahannya.

Selain Iyaz, ada juga Stanley. Ia adalah pemilik CV. Sinar Terang di Surabaya yang mulai menggeluti bisnis ini sejak tahun 2008. Usahanya didorong oleh keinginan membantu orang tuanya yang memiliki home industry percetakan plastik. Dari usaha itulah, Stanley banyak menemukan sampah plastik yang menumpuk dan terbuang percuma. 

Bermodalkan sebuah mesin penggiling plastik berkapasitas 1 ton seharga Rp 20 juta, dia memulai usaha barunya. Kini, seluruh kapasitas mesin telah digunakan untuk menggiling material plastik, seperti gelas dan botol air mineral, ember, dan lain sebagainya. Menurut pria usia 29 tahun ini, proses penggilingan berlangsung sekitar tujuh jam. Hasilnya bijih plastik dengan bentuk dan kualitas yang baik.

Saat ini, pelanggan Stanley adalah para pengepul sampah. Mereka membeli jasa Stanley untuk mengolah sampah plastik menjadi bijih plastik untuk dijual kembali ke perusahaan plastik.

Stanley menerapkan tarif Rp 700 per kilogram untuk penggilingan kering dan Rp 800 per kilogram untuk penggilingan basah. Penggilingan basah lebih mahal sebab hasilnya lebih baik. Air yang ada dalam mesin akan membilas plastik, sehingga bijihnya lebih bersih dibandingkan penggilingan kering. 

Proses penggilingan basah biasanya dilakukan untuk sampah botol atau gelas air mineral. Sedang penggilingan kering untuk material plastik yang lebih keras, seperti ember dan baskom plastik. 

Setiap hari Stanley bisa memperoleh order dari dua sampai tiga orang pengepul plastik. Dari order itu, dia mampu mengumpulkan omzet Rp 700.000 hingga Rp 800.000 per hari atau sekitar Rp 20 juta hingga Rp 25 juta saban bulan.

Meski memiliki omzet sebesar itu, Stanley masih mengeluhkan biaya bahan bakar minyak (BBM) yang mahal. Pasalnya, mesinnya sangat bergantung dari pasokan solar. Setiap hari, satu mesin kapasitas 1 ton miliknya membutuhkan sekitar lima liter solar.

Biaya perawatan mesin juga membebani. Apalagi saat ini harga suku cadang naik. Maklum, mesin penggerak penggiling plastik miliknya adalah mesin bekas yang dibeli dua tahun lalu.

Selain itu, usaha penggilingan sampah plastik sudah banyak dilakukan orang. Untuk itu, Stanley memilih memfokuskan usahanya di wilayah Surabaya sambil menunggu penambahan mesin penggiling baru.

PELUANG BISNIS MESIN PEMBUAT TALI RAFIA
http://mesintalirafiamurah.blogspot.com/p/peluang-bisnis-tali-rafia.html

Kami Menjual Mesin Tali Rafia, Mesin Gulung Rafia, dan Aksesoris baru atau rekondisi dengan harga terjangkau. Kami juga menjual berbagai mesin daur ulang plastik dan komponennya. Seperti Mesin Cuci Giling, Mesin Pelet Plastik, Mesin Biji Plastik, dsb. Bersedia menjadi konsultan mulai dari nol. Bisa menjadi mitra dalam suplai bahan baku dan pemasaran. Segera hubungi Kami CV. Lingkar Plastik 082335648563 atau email:lingkarplastik@gmail.com Alamat : JL. Pucang Anom Timur 1 / 52 Surabaya

Mesin pembuat tali rafia membikin plastik berasa manis

Kebutuhan yang tinggi akan tali rafia ikut mengerek laba produsen mesin pembuat tali rafia lokal. Meski dengan harga yang lebih murah namun kualitas mesin tak kalah jauh dari mesin impor, para produsen mesin ini juga mampu memperoleh omzet hingga ratusan juta rupiah. Pembeli mesin ini tak hanya pemilik toko kelontong namun juga pemilik pabrik.

Siapa yang tidak kenal dengan tali rafia? Tali plastik berwarna-warni ini sudah akrab dengan kehidupan kita sehari-hari. Maklum, untuk kebutuhan ikat mengikat wadah ukuran besar tali rafia ini lebih efektif ketimbang menggunakan tali plastik atau tampar. Selain itu, harga tali ini juga murah meriah dibandingkan dengan jenis tali yang lain.

Itulah sebabnya, bisnis tali rafia juga tak ada matinya. Pengusaha kelas apa saja menggunakan tali ini untuk mempermudah pengemasan. Nah, seiring dengan larisnya tali rafia, para produsen mesin pembuatan tali ini pun merasakan kenaikan penjualan yang lumayan tinggi.

Lihat saja pengalaman Hadi Siswono, produsen mesin pembuat tali rafia di bawah CV Plastik Trimendo di Tangerang. Menurut Hadi, bisnisnya terkerek naik seiring dengan larisnya penjualan tali rafia.
Hadi mulai menekuni bisnis pembuatan mesin tali rafia sejak 2005 lalu. Sebelumnya, ia hanya membuka bengkel sepeda motor. Ide membuat mesin pembuat tali rafia ini sebenarnya datang dari teman-temannya. Bagi Hadi membuat mesin tali rafia ini juga tak susah karena dia sarjana mesin. “Awalnya, saya melihat mesin merek luar, kemudian saya modifikasi,” ujarnya.

Cara kerja mesin ini sejatinya sederhana saja, yakni mesin akan mencacah bijih plastik kering menjadi tali rafia. “Ada sistem pemanasan yang membuat biji plastik menjadi lembaran tali,” ujar Hadi.
Saat ini, dalam sebulan ia mampu memproduksi dua hingga tiga mesin berkapasitas 15 ton tali rafia. Hadi menjual mesin itu seharga Rp 40 juta hingga Rp 60 juta. Karena itu, dalam sebulan ia bisa meraup omzet hingga Rp 120 juta. “Kalau untuk mesin otomatis harganya Rp 60 juta,” ujarnya.

Hadi bilang, pembeli mesin tali rafia adalah pengusaha tali rafia di seputaran Jabodetabek dan Bandung. Pria berusia 45 tahun ini menambahkan, permintaan mesin belakangan datang dari luar Jawa. “Namun pemesanannya belum rutin,” ujarnya.

Pembuat mesin tali rafia lainnya adalah Dani Buldani pemilik CV Cahaya Tehnik di Cicalengka, Jawa Barat. Lelaki 32 tahun ini telah memproduksi mesin tali rafia sejak 2008 lalu. Menurut Dani, pemain bisnis ini masih sedikit. Selain itu, mesin tali rafia ini juga tidak diproduksi secara massal.

Namun, bagi Hadi maupun Dani mengingatkan, bagi konsumen yang ingin membeli mesin ini harus memesan terlebih dahulu. Pasalnya, pembuatan mesin memakan waktu selama satu minggu. Selain itu, pelanggan juga harus menyetor uang muka alias down payment sebesar 10% sampai 20% dari harga beli. “Setelah selesai, pelanggan kami beri tahu dan bisa mengirimkan biaya pelunasan. Setelah itu, mesin pun siap kami kirimkan,” tutur Dani.

Biasanya pelanggan Dani adalah pabrik pembuat tali rafia maupun toko grosir penjual aneka bahan plastik yang ada di Jabodetabek, Makassar, Batam. Medan, Kalimantan, Sulawesi, dan Pontianak.

Mesin pembuat tali rafia made in Dani ini dibanderol seharga Rp 40 juta, untuk mesin tali rafia ukuran kecil. Dan harga sebesar Rp 55 juta untuk satu unit mesin tali rafia besar. Dalam sebulan, Dani dengan dibantu sembilan karyawan sanggup menghasilkan hingga empat unit mesin.

Dengan begitu, omzet yang didulang pun mencapai Rp 100 juta per bulan. “Mesin buatan lokal ini memiliki cara kerja yang sama, menghasilkan kualitas yang sama dan tingkat keawetan yang sama dengan mesin impor meski harga jauh lebih murah,” pungkas Dani.

GREEN BUSINESS PENGOLAHAN LIMBAH PLASTIK JADI RAFIA

Mengikat laba dari limbah plastik yang menjadi tali rafia

Plastik adalah salah satu jenis sampah yang lama terurai oleh tanah. Namun, bagi orang yang jeli, sampah plastik yang mencemari lingkungan itu bisa menjadi pundi-pundi rupiah setelah diolah menjadi tali rafia. Selain ramah lingkungan, tali rafia dari sampah plastik itu mendatangkan omzet hampir Rp 500 juta per bulan.

Sebagian besar dari kita tentu tahu dan pernah mempergunakan tali rafia. Bahkan, bisa dibilang, tali rafia adalah tali yang paling sering kita gunakan untuk mengikat saat ini, dibanding dengan tali plastik atau tali tampar yang terbuat dari serabut kelapa.

Karena banyak digunakan itulah, tali rafia jelas punya nilai ekonomis yang tinggi. Namun, kalau kita telisik lebih jauh, tali rafia ini juga tergolong produk ramah lingkungan. Sebab, saat ini di pasaran ada tali rafia yang terbuat dari limbah plastik sisa pabrik atau limbah plastik sisa rumah tangga.
Tak percaya? Lihat saja yang dilakukan Lukas Subagio, pemilik usaha Mangun Wijaya Plastik asal Sidoarjo, Jawa Timur. Sejak 2002 silam, ia telah mendaur ulang limbah plastik itu untuk dijadikan tali rafia.

Lukas menjual tali rafia dari limbah itu dalam bentuk gelondongan. Biasanya, setelah sampai di tangan distributor, tali rafia dalam gulungan besar itu kemudian dikemas ke bentuk gulungan yang lebih kecil sebelum dilempar ke agen atau ke konsumen. “Mereka menjual kembali tali rafia itu dalam ukuran yang lebih kecil,” terang Lukas.

Tali rafia buatan Lukas itu tidak hanya dijual di sekitar Jawa Timur saja. Namun, sebagian besar lainnya telah menggelinding hingga ke Samarinda, Banjarmasin, Makassar, dan sampai Jayapura, Papua.

Namun, sebenarnya Lukas tidak menjual tali rafia dalam bentuk gulungan, namun kiloan. Harga tali rafia itu dibanderol mulai Rp 6.500 per kilogram (kg) hingga 13.500 per kg, tergantung kualitas.
Lukas menjelaskan, tali rafia berkualitas bagus produksinya bercirikan lembut, tipis, namun tetap kuat. “Kualitas menentukan harga jual,” terang Lukas.

Sedangkan tali rafia berkualitas sedang biasanya berwarna-warni, tebal, dan tidak mengilat. Adapun tali rafia berkualitas rendah memiliki ciri sama dengan tali rafia kualitas sedang, namun bedanya tali rafia kualitas rendah tidak memiliki variasi warna.

Karena berbahan baku dari limbah plastik, jelas Lukas, ia tak pernah kesulitan bahan baku. Ia secara rutin mendapat pasokan limbah plastik dari pengepul plastik bekas dari Surabaya.
Dari tangan pengepul, Lukas membeli limbah plastik itu seharga Rp 2.300–Rp 4.000 per kg, tergantung dari jenis plastik.

Menurut Lukas, plastik bekas terbaik untuk bahan baku tali rafia itu adalah limbah gelas plastik. Adapun limbah plastik kerupuk, plastik kapas, atau plastik bekas karung beras kualitasnya berada di bawah limbah plastik gelas.

Namun, Lukas ogah membeli limbah plastik yang dipulung dari tempat pembuangan akhir (TPA) sampah. Ia bilang, limbah plastik asal TPA memiliki aroma yang menyengat yang bisa mempengaruhi kualitas tali rafia.

Dalam memproduksi tali rafia dari limbah plastik itu, setidaknya butuh beberapa tahapan. Tahapan penting adalah pembuatan biji plastik dari campuran limbah plastik dengan polietilena (PE). Setelah itu baru tahapan pemanasan dengan oven kemudian proses cetak dengan mesin.

Lukas saat ini mampu memproduksi 2.400 kg tali rafia per hari. Seluruh produksi ia salurkan ke distributor dan agen. Dengan patokan harga Rp 6.500 per kg, Lukas setidaknya mengantongi omzet Rp 15,6 juta per hari atau Rp 468 juta per bulan.

Menurut Lukas, bisnis tali rafia tidak hanya menguntungkan dirinya saja, tetapi juga kepada pengepul limbah plastik, juga distributor, dan pedagang tali rafia. “Termasuk keuntungan untuk lingkungan,” terang Lukas.­ Ia memberi contoh, seorang agen tali rafia saja bisa mendapatkan laba Rp 1.000 dari penjualan satu kilogram tali rafia.

Pelaku bisnis lain yang mengolah limbah plastik menjadi tali rafia adalah Putranto, pemilik CV Dian Selaras di Tangerang, Banten. Sejak 2010 lalu, Putranto melihat adanya peluang bisnis tali rafia berbahan limbah plastik itu.

Dengan mengusung merek Cap Gajah, laki-laki yang kerap disapa Anton itu memiliki dua mesin produksi tali rafia masing-masing berkapasitas produksi sebanyak 6.000 kg per bulan. Sebagian besar produk tali rafia itu dijual Anton di Jakarta dan sebagian lainnya di Jawa. “Distribusi masih terbatas,” kata pria berusia 30 tahun itu.

Sama dengan Lukas, Anton juga tidak mengalami kesulitan untuk mencari bahan baku limbah plastik. Ia mendapatkan limbah plastik dari pengumpul limbah plastik di Tangerang. “Kesulitan ada pada kualitas limbah plastik yang ada di bawah kebutuhan standar,” katanya.

Namun begitu, ia berusaha untuk memaksimalkan sampah plastik yang berada di bawah kualitas standar itu. Dari kapasitas produksi 12.000 kg, Anton baru bisa produksi sebanyak 2.400 kg per bulan. “Pasar saya masih terbatas,” terang Anton.

Soal harga, Anton menjual tali rafia itu seharga Rp 8.500 per kg. Dalam sebulan Anton merengkuh omzet Rp 20 juta per bulan. “Margin keuntungan dari usaha ini cukup menarik, bisa 30% dari omzet,” ungkap Anton.

Sayang, Anton tidak bisa maksimal menjalankan bisnis karena jenis produknya masih sedikit. Namun, belakangan ini, ia sedang mempersiapkan jenis tali plastik spesifik untuk menjangkau segmen pasar tertentu. “Saya masih mempersiapkannya, karena tidak mudah untuk bersaing di Jakarta,” kata pria yang juga karyawan di salah satu perusahaan swasta itu.



Semakin erat ikatan tali, semakin lezat keuntungannya

Tali rafia memang hanya seutas tali untuk mengikat. Tapi, jangan salah, keuntungan yang diperoleh dari bisnis ini bisa berlipat. Proses produksi tali rafia juga cukup mudah. Bahan baku yang digunakan juga cukup mudah didapatkan.

Hampir setiap industri membutuhkan tali rafia untuk mengemas. Karena itu, bisnis pembuatan tali rafia selalu kebanjiran permintaan. Maklum, tidak hanya satu atau dua bidang bisnis yang menjadi pasar incaran dari para produsen tali rafia. Konsumennya juga dari pengguna rumahan sampai pengusaha pabrik.

Jumlah pengguna tali rafia yang cukup besar ini membuat nilai jual tali rafia masih tetap terjaga. Selain itu, beberapa produsen tali rafia juga meraup keuntungan. UD Nirwana Plastik, salah satu produsen tali rafia di Bogor, Jawa Barat, misalnya, mampu menghasilkan 20 ton tali setiap bulan.

Harga jual tali rafia antara Rp 7.500–Rp 8.500 per kilogram (kg), tergantung dari warna tali rafia tersebut. Sebagai contoh, harga tali rafia warna hitam Rp 7.500 per kg dan tali rafia warna lain Rp 8.500 per kg. Warna hitam jauh lebih murah lantaran tidak membutuhkan pewarna plastik.

Dewi Lestari, bagian pemasaran UD Nirwana Plastik, menjelaskan, karena harga lebih murah, permintaan tali rafia warna hitam jauh lebih banyak dari tali warna lain. “Penjualan tali rafia hitam mencapai 60% dari total penjualan, selebihnya warna lain,” tuturnya. Hitung punya hitung, total penjualan produsen ini bisa mencapai Rp 158 juta per bulan.

Kondisi serupa juga dialami oleh UD Dewi Sri yang berada di Surabaya, Jawa Timur. Penjualan tali rafia bisa mencapai 10 ton–15 ton per bulan. Harga jual produknya tidak jauh berbeda dengan Nirwana, yaitu di kisaran Rp 7.000–Rp 8.000 per kg, bergantung pada kualitas dan warna. “Harga jual tali rafia warna memang jauh lebih mahal,” tutur Setyo Sugianto, pemilik UD Dewi Sri. Tak heran, Setyo mengaku mengantongi omzet lumayan besar, rata-rata bisa Rp 100 juta–Rp 150 juta per bulan.

Marini, Manajer Pemasaran dan Produksi Sapta Sarana di Blitar, Jawa Timur, juga mengaku mendapatkan order yang cukup besar. Menurut dia, penjualan bisa mencapai 4 ton per bulan. Harga jual mulai Rp 7.650–Rp 8.000 per kg. Omzet yang mampu diraup Sapta Sarana bisa mencapai Rp 31 juta per bulan. “Bahan warnanya membuat harga tali rafia warna jauh lebih mahal,” papar Marini.


Pasar Tali Rafia Luas

Para produsen tali rafia ini mengaku rata-rata menjual produknya ke distributor atau agen. Ada juga yang dibeli pabrik untuk pengemasan. Marini menjelaskan, rata-rata pembelinya adalah penjual telur. Maklum di Blitar, banyak penjual telur. Selain pemakai langsung, ada juga beberapa agen yang menjual tali rafia.
Penjualan tali rafia biasanya sistem gelondongan. Selanjutnya, distributor menjual secara ritel. Hanya sedikit produsen yang menjual ritel dengan kemasan kecil. “Penjualan dalam gulungan kecil-kecil seperti itu hanya untuk menambah pendapatan saja tapi itu pun tidak besar,” kata Setyo. 

Kalaupun menjual dengan gulungan kecil-kecil, produsen biasanya langsung memasok ke pasar, bukan barang pesanan. Sebab, untuk mengemas tali rafia dalam bentuk gulungan kecil, butuh waktu dan tenaga. Karena itu, rata-rata produsen tali rafia melemparnya kembali ke distributor untuk menggulung dengan ukuran kecil.

Para produsen tali rafia menyatakan, permintaan tali rafia sudah mulai banyak berdatangan dari luar Jawa. Setyo memiliki konsumen dari Kalimantan dan Lombok. Nirwana Plastik juga sering mendapatkan permintaan dari Lampung, Palu, dan Palembang. Hanya saja, permintaan rutin paling banyak dari Jabotabek. Maklum, lokasi ini memang dekat dengan proses produksi.

Selain omzet yang cukup menggiurkan, keuntungan bersih yang mampu diperoleh juga lumayan. Rata-rata produsen mampu mengantongi margin bersih sekitar 20%–25%.


• Modal awal
Memulai bisnis ini sebenarnya cukup mudah. Anda tidak membutuhkan keahlian khusus. Sebab, peralatan yang wajib Anda miliki sudah bisa mengerjakan secara otomatis. Anda hanya membutuhkan beberapa karyawan untuk mengoperasikan mesin.

Ada dua tipe pembuatan tali rafia. Pertama, mulai mengolah biji plastik kemudian dijadikan tali rafia. Kedua, ada yang membeli biji plastik kemudian diolah menjadi tali rafia. Dua pola ini menentukan modal yang Anda butuhkan.

Produksi tali rafia yang mengolah sampah plastik menjadi biji plastik membutuhkan modal lebih besar. Maklum, mesin yang dibutuhkan juga lebih banyak. Nirwana Plastik mengaku membutuhkan tiga jenis mesin utama: mesin penghancur plastik, mesin pembuat biji plastik, dan mesin pembuat tali rafia.

Jelas, kalau harus membeli tiga mesin ini, modal yang harus disediakan cukup besar. Harga mesin penghancur plastik bisa sekitar Rp 10 juta. Adapun mesin pembuat biji plastik (pelet) sekitar Rp 25 juta per unit. Nah, harga mesin pembuat tali rafia sendiri sekitar Rp 60 juta–Rp 80 juta. “Tergantung kondisi mesinnya,” ujar Setyo.

Dalam sehari, satu mesin ini sebenarnya bisa menghasilkan 500 kg tali rafia. Syaratnya, karyawan bekerja dalam dua sif sehari, yaitu mulai jam 07.00 sampai 19.00, dilanjutkan dari 19.00 hingga 07.00. Tapi, rata-rata produsen menyesuaikan kapasitas produksi dengan permintaan. Artinya, mereka tidak selalu memaksimalkan kapasitas produksinya.

Kebutuhan lain yang perlu disiapkan berupa timbangan barang. Jika harus membuat biji plastik sendiri, Anda juga perlu menyiapkan blower pengering bahan baku. Total kebutuhan modal jenis usaha tali rafia dengan menghasilkan biji plastik diperkirakan sebesar Rp 150 juta, sudah termasuk pembelian bahan baku di awal usaha senilai Rp 30 juta.

Jika ingin lebih menghemat modal, Anda bisa memilih usaha tali rafia tanpa harus membuat biji plastik. Modalnya sekitar Rp 100 juta, sudah termasuk termasuk membeli bahan baku awal dengan nilai sekitar Rp 30 juta.

Sebaliknya, modal menjadi lebih besar lagi jika Anda ingin memproduksi tali rafia dalam gulungan kecil. Sebab, Anda mesti membeli mesin gulung rafia ukuran kecil seharga Rp 3,5 juta–Rp 6 juta per unit.


• Proses pembuatan

Cara membuat tali rafia sebenarnya hanyalah mengolah biji plastik dalam sebuah mesin sehingga menghasilkan tali rafia. Jika Anda memulai dari pembuatan biji plastik, Anda harus mencacah sampah plastik berupa botol plastik, atau sampah plastik yang lain. Hasil cacahan masuk ke mesin pemeletan yang akan menghasilkan biji plastik.

Biji plastik yang sudah dalam kondisi kering lantas diproses dan dimasukkan ke mesin pembuatan tali rafia. Mesin akan mengolah secara otomatis dari biji plastik menjadi tali rafia. “Di mesin tersebut ada sistem pemanasan yang membuat biji plastik menjadi lembaran tali,” kata Setyo.


• Karyawan

Jumlah karyawan yang dibutuhkan dalam pembuatan tali rafia ini tidak banyak. Jika memulai dari mengolah biji plastik, menurut Setyo, Anda cukup mempekerjakan dua hingga tiga karyawan. “Dua orang memegang mesin cetak rafia dan mesin penggulung rafia,” kata dia. Seorang lagi di bagian pengemasan. Tapi, jumlah karyawan bisa bertambah jika kapasitas produksi terus meningkat. Selain menerapkan sistem shif, bisa saja Anda menambah mesin produksi.

Sistem pembayaran karyawan bisa menggunakan sistem borongan atau harian. Setyo misalnya, membayar karyawan dengan sistem harian, yaitu Rp 45.000 per hari. Atau berdasarkan volume seperti Marini di Blitar yang membayar pegawai Rp 175 per kg. Kalau Dewi, membayar Rp 500 per kg.



MENGUBAH SAMPAH PLASTIK MENJADI RUPIAH
http://www.pustakadunia.com/kumpulan-artikel-umum/mengubah-sambaph-plastik-jadi-rupiah/

Sampah merupakan bagian yang tidak dapat terpisahkan dari kehidupan manusia. Jumlah sampah yang ada semakin menggunung dan Tempat Pembuangan Akhir (TPA) semakin sempit karena sudah melewati batas penampungan. Berbagai macam metode sudah digunakan untuk menangani masalah ini, tetapi tetap saja tidak terselesaikan. Seiring dengan perkembangan teknologi, kebutuhan plastik meningkat. Konsekuensinya sampah plastik yang dihasilkan juga meningkat. Ditambah sifat plastik yang tidak dapat membusuk,tidak terurai secara alami, tidak dapat menyerap air dan tidak dapat berkarat sehingga pada akhirnya menjadi masalah bagi lingkungan.
Pernahkan terlintas dalam pikiran bahwa diantara tumpukan sampah ini berprospek menghasilkan pundi-pundi rupiah. Produksi sampah yang tinggi menyebabkan bisnis berbahan dasar sampah tidak pernah kehabisan bahan bakunya. Keunggulan lain dari usaha ini adalah bahan bakunya murah sehingga sangat berpengaruh pada harga hasil akhir produk daur ulang kita. Nah meskipun barang yang diolah merupakan barang sisa / buangan usaha daur ulang sampah plastik merupakan peluang usaha yang tidak bisa dianggap remeh, disamping mendukung program pemerintah mengenai pengolahan sampah.
PENGELOMPOKAN SAMPAH PLASTIK
Secara garis besar plastik dapat digolongkan menjadi 2 kelompok yakni:
  1. plastik yang bersifat thermoplastic, yaitu dapat dibentuk kembali dengan mudah dan diproses menjadi bentuk lain dan
  2. plastik yang bersifat thermoset, bila telah dipakai tidak dapat digunakan kembali.

Pada umumnya plastik untuk daur ulang diolah kembali menjadi barang semula. Beberapa jenis plastik harus dicampur dengan bahan baku untuk meningkatkan kualitasnya.
Jenis sampah plastik yang laku dipasaran adalah :
  1. Polietilena (PE) : bahan plastik yang tahan air, asam alkali dan hampir semua jenis cairan. Contohnya plastik pembungkus produk makanan dan minuman tirai plastik, botol antipecah, penyekat kawat atau kabel.
  2. High Density Polyethylene (HDPE) : Jenis ini juga resisten terhadap zat cair. Contohnya melamin (piring & gelas) berbagai macam kemasan plastik, tangki bahan bakar kendaraan, kantong plastik, tempat makan plastik dan pipa air.
  3. Polipropilenia (PP) : produk yang terbuat dari fiber glass.

Pada umumnya sampah-sampah plastik ini diperoleh dari tempat penampungan sampah. Oleh para pemulung sampah-sampah plastik ini dikumpulkan kemudian dipisah-pisahkan berdasarkan bentuk dan jenisnya, lebih lanjut sampah disetorkan ke pengusaha-pengusaha pengolahan sampah plastik.
Secara umum agar sampah plastik dapat diolah oleh sebuah industri diperlukan syarat-syarat sebagai berikut :
  1. Bentuk sampah plastik disesuaikan dengan kebutuhan industri, misalnya : bentuk biji untuk industri yang memproduksi alat-alat tulis. Bentuk pellet, serbuk atau pecahan untukindustri yang memerlukan kemasan plastik dan memproduksi barang-barang dari plastik.
  2. Sampah plastik sudah homogen / tidak tercampur dengan sampah jenis lain.
  3. Tidak terkontaminasi dengan zat-zat kimia yang dapat menurunkan kualitas produk yang dihasilkan.
  4. Diusahakan tidak teroksidasi, yaitu sampah masih dalam keadaan layak produksi dan tidak mengandung zat-zat kimia berbahaya.
Sedangkan tahapan-tahapan pendaur ulangan sampah plastik, menjadi biji plastik (bahan baku setengah jadi) adalah sebagai berikut :
  1. Pemisahan, sampah plastik dipisahkan dari sampah jenis lain mis kertas dsb.
  2. Pemotongan, sampah plastik kemudian dipotong-potong sesuai dengan kebutuhan. Misalnya jika akan diolah menjadi biji plastik, sampah harus dipotong kecil-kecil untuk memudahkan proses pengolahan.
  3. Pencucian, sampah yahg sudah dipotong dicuci bersih untuk menghilangkan zat-zat lain yang dapat mengganggu proses pengolahan.
  4. Penggilingan, sampah yang sudah bersih digiling agar menjadi biji plastik. Kualitas biji yang baik dapat diliat dari mengapung tidaknya biji plastik tersebut diatas air.
  5. Selanjutnya biji plastik yang telah diolah inilah yang selanjutnya diolah menjadi produk-produk plastik lainnya.

3 comments:

Unknown said...

pagi bu dewi, saya berminat untuk membuat tali rafia, saya berdomisili di tangerang, mohon info alamat dan no telp pa hadi cv trimendo, saya mau belajar dari beliau mengenai lika liku biz tali rafia. tolong email ke edie_tanu@gmail.com. Terimakasih banyak.

Unknown said...

Apakah Anda berpikir untuk mendapatkan bantuan keuangan, yang Anda serius membutuhkan pinjaman mendesak, apakah Anda berpikir untuk memulai bisnis Anda sendiri, Anda berada di utang, ini adalah kesempatan Anda untuk mencapai keinginan Anda karena kami memberikan pinjaman pribadi, pinjaman usaha, dan perusahaan pinjaman, dan segala macam pinjaman pada tingkat bunga 2%, kami menjamin semua klien berharga kami bahwa mereka akan mendapatkan semua pinjaman masing-masing dan menjadi tahun baru dengan senyum di wajah mereka.
Untuk informasi lebih lanjut silahkan hubungi kami sekarang melalui email {} gloryloanfirm@gmail.com

Informasi Peminjam:

Nama lengkap: _______________
Negara: __________________
Sex: ______________________
Umur: ______________________
Jumlah Pinjaman Dibutuhkan: _______
Durasi Pinjaman: ____________
Tujuan pinjaman: _____________
Nomor ponsel: ________

Ibu Glory

Fikri said...

deskripsi perusahaan : cv.arya putra mandiri adalah perusahaan swasta/perorangan yang bergerak dibidang packing material industry berdiri sejak tahun 1998 dan berkembang pesat sampai saat ini dengan kualitas terjamin dan bermutu kami sudah dipercayai dengan beberapa perusahaan di indonesia yang memerlukan packing menggunakan jumbo bag seperti pabrik: arang sawit, pasir, pasir besi, limbah, plastic recyle, pasir silica, soda ash, sodium, gula, tepung, dan lainya dengan ditambah legalitas company profil kami yang lengkap dan resmi, untuk anda yang ingin membutuhkanya bisa langsung hubungi contact kami dan alangkah lebih baik nya jika cocok dengan product jumbo bag ini kita bertemu langsung di gudang kami, dan jangan khawatir jika anda yang berada diluar pulau karena kami sudah berpengalaman pengiriman antar pulau seperti: kalimantan, batam, pekanbaru, jambi, pontianat, tarakan, makasar, palu, NTB, NTT, papua, dan lainya.
product jumbo bag (bekas) : bekas biji plastic, pet resin, sodium sulfate, soda ash, soda dense, gula rafinasi, ex tapioca, ex melamine, ex semen sudah cuci, ex kapur sudah cuci dan lainya yang tidak akan terkontaminasi dengan bahan yang disi kedalam jumbo bag tsb.
size jumbo bag: 1000kg: 90 90 100, 90 90 105-130, 100 100 100-120.
500kg: 90 90 60, 90 90 70, 90 90 65, 85 85 60, 85 85 70.
2000kg: 90 90 200, 100 100 180
~ KEPUASAN KONSUMEN ADALAH NOMOR 1 BAGI KAMI DENGAN MENYEDIAKAN BARANG YANG BERKUALITAS :)

Cv.Arya putra mandiri
untuk lebih jelasnya Hubungi kami Bpk.Fikri Efrido
Contac person :
Tlp/wa : 082118294180
Tlp : 081278692200