Saturday, May 12, 2012

Competitive Advantage: Mungkinkah di Tengah-tengah Persaingan Sengit?

http://www.marketing.co.id/2012/03/13/competitive-advantage-mungkinkah-di-tengah-tengah-persaingan-sengit/




www.marketing.co.id – Dunia pemasaran makin menghadapi tantangan dalam menciptakan dan mempertahankan sebuah keunggulan bersaing. Namun, kita sering juga terheran-heran dengan banyaknya merek baru bermunculan dengan kategori produk usang menawarkan “kemasan dan value proposition” yang benar-benar baru. Dalam waktu singkat sangat menggairahkan pasar. Dunia berkembang, pengetahuan bertambah, kebutuhan dan keinginan manusia menjadi makin dinamis diikuti oleh gaya hidup yang haus akan pemenuhan pernyataan. Kita beruntung, karena pasar tidak hanya mempunyai kebutuhan tetapi juga keinginan.
Yang perlu dipercayai oleh marketer adalah kenyataan bahwa setiap komunitas, masyarakat, dan pasar sebenarnya mempunyai jutaan kebutuhan dan keinginan, yang tidak kelihatan, yang sedang menunggu tangan-tangan kreatif para entrepreneur berdaya imajinasi tinggi untuk memuaskannya. Kalau tidak dapat melakukan perbedaan di kebutuhan, marketer masih punya jutaan peluang untuk melakukan perbedaan di keinginan pasar.
Begitu pula halnya dengan kopi, tiba-tiba muncul Starbucks. Howard Schultz tidak pernah berpikir jualan kopi di Starbucks. Yang ditawarkan olehnya suatu niche di antara “kantor dan rumah”. Ada sebuah ruang antara office and home, dan dia menemukan di sini masih ada waktu buat hang out.
Schultz adalah seorang entrepreneur yang penuh imajinasi. Konsumen mempunyai perbedaan sangat besar dalam hal memboboti soal keberagaman, apa pun bentuknya. Misalnya, keberagaman layanan, kualitas produk, ketahanan, keandalan, fitur dan desain serta daya customization. Tugas seorang marketer yang kreatif dan berdaya imajinasi tinggi adalah menemukan niche tersebut dan memenuhi niche yang ditemukan dengan suatu cara yang unik di mana orang lain tidak dapat dan tidak mampu menduplikasi.
Contoh lain yang nyata The Body Shop, merek global yang menyatakan “social conscience”—suatu kepedulian terhadap lingkungan dan masyarakat. Rasa sensitivitas terhadap lingkungan dan dunia sosial menjadi sebuah landasan pembangunan keunggulan bersaing yang semakin sulit ditiru oleh pemain lainnya. Yang dijual bukanpersonal care saja, tapi kepedulian sosial. Terasa aneh memang, tetapi itulah pasar. Mereka dapat diedukasi untuk tidak hanya membayar functional benefit, tetapi juga lebih mahal lagi untuk sebuah emotional benefit.
Tak habis-habisnya kita memuji kegigihan PT Otsuka untuk menggeser celah-celah pasar dari minuman sport drink menjadi minuman pengganti ion tubuh tanpa harus mengubah formula. Yang digeser bukan formula produk, tetapi formula pemasarannya. Mengkomunikasikan needs menjadi landasan pembukaan lahan dan penemuan “ruangan pemasaran yang besar”. Walhasil, Pocari Sweat terus berkibar. Demikian juga dengan asuransi, PruLink adalah contoh yang merangkai “hybrid wants” dari pasar. Sementara yang lain sangat konservatif dalam mengembangkan produk, Prudential datang memenuhi sebuah niche yang tidak sedikit jumlahnya. Pasar yang tadinya sangat skeptisl dengan asuransi, sekarang menjadi sangat bertumbuh dan merespon perceived benefityang berhasil diciptakan oleh dunia asuransi.
Masih ada jutaan needs and wants lain yang dapat ditemukan dengan jeli. Keunggulan bersaing terbangun karena sekali marketer berhasil menemukan “ruangan kosong yang besar” kemudian berhasil mendudukinya, asalkan dipelihara dan disuarakan dengan konsisten, akan menjadi sebuah “habit” bagi konsumen yang sulit dilepas. (Yuliana Agung, MBA.)

No comments: