http://www.marketing.co.id/blog/2011/05/30/mencegah-kebocoran/
Loyalitas yang rendah memang menjadi isu sentral di banyak perusahaan penyedia layanan. Bagaimana strategi menjaga agar loyalitas pelanggan tetap tinggi?
Seperti sebuah lagu, kesetiaan memang sulit dicari pada zaman sekarang. Sama halnya dengan pelanggan, rasanya semakin sulit menjaga kesetiaan. Pilihan memang terlalu banyak, sehingga pelanggan pun senang untuk melirik ke sana-kemari. Lihat saja data ini: 70 persen dari nasabah bank minimal punya dua rekening bank. 80 persen dari pengguna kartu seluler ternyata pernah berganti provider minimal satu kali.
Data ini menunjukkan bahwa Anda sulit memiliki pelanggan yang abadi. Sebagian perusahaan kini sudah mengeluhkan bahwa layanan yang diberikan sepertinya sudah tidak bermakna lagi bagi pelanggan untuk kembali. Sebagian lagi merasakan tingkat kebocoran (churn) yang tinggi, melebihi besarnya pelanggan yang diakuisisi. Akibatnya secara neto, perusahaan sebenarnya kehilangan pelanggan.
Butuh waktu berbulan-bulan untuk mencari pelanggan baru, namun hanya butuh waktu beberapa detik seorang pelanggan memutuskan untuk pergi dari Anda. Itulah sebabnya, menjaga pelanggan pada zaman sekarang menjadi isu yang teramat penting.
Pelayanan mau tidak mau harus menjadi salah satu ujung tombak untuk mempertahankan pelanggan. Apalagi jika produk Anda tergolong mudah untuk ditiru, maka pelayanan harus dikedepankan untuk mencegah larinya pelanggan.
Setiap tahun Carre CCSL selalu menyelenggarakan survei pelayanan yang disebut sebagai Indonesian Service Satisfaction Index (ISSI). Survei ini dilakukan untuk mengukur seberapa besar tingkat kualitas pelayanan di perusahaan. Survei yang sudah dilakukan bertahun-tahun bekerjasama dengan Majalah Marketing ini, pada tahun 2011 dikerjakan bersama dengan Majalah Service Excellence.
Survei yang melibatkan ribuan pelanggan ini dilakukan terhadap kontak layanan dari pernyedia layanan di berbagai industri. Tim survei melakukan wawancara terhadap pelanggan yang mempergunakan kontak layanan tertentu.
Ada dua parameter yang dijadikan tolok ukur kepuasan, yakni Perceived Service Quality (PSQ) dan Perceived Service Value (PSV). PSQ mengukur kepuasan dalam hal akses terhadap service point tersebut, service process yang terkait layanan, kepuasan terhadap frontliner dan penanganan komplain. Sementara PSV mengukur kesetaraan antara harga yang diperoleh dengan pelayanan yang diperoleh.
Dengan adanya pelayanan yang berkualitas, diharapkan loyalitas juga bisa tercapai. Bagaimana strategi pelayanan yang tepat agar pelanggan pun bisa loyal kepada kita? Beberapa saran dari Jill Griffin, pengarang buku tentang customer loyalty bisa memberi kita arahan.
Langkah pertama yang bisa dijalankan adalah dengan membagi segmen pelanggan kita dengan baik. Tidak semua pelanggan harus diperlakukan sama. Kadang-kadang perusahaan membagi pelanggan atas dasar pareto, yakni mereka yang memberi 80% revenue perusahaan dan mereka yang hanya menyumbang 20 % revenue. Wajar jika kemudian perusahaan memberikan loyalty package yang lebih baik kepada pelanggan yang mampu memberikan kontribusi terbaik kepada perusahaan.
Perbedaan dalam melayani juga bisa dilakukan dengan membagi pelanggan berdasarkan tingkat loyalitasnya. Ada pelanggan yang baru, repeat customers, sampai pelanggan yang menjadi “corong” perusahaan kita. Setiap pelanggan dalam tingkatan ini tentu saja harus diperlakukan berbeda. Sebagai contoh adalah BAF (Bussan Auto Finance). Perusahaan leasing ini memiliki program-program khusus untuk repeat order customers dengan memberikan STAR Program, BAF Card, dan lain-lain.
Kedua, adalah dengan cara mendengarkan pelanggan secara terus-menerus. Termasuk pula dalam menggali keluhan pelanggan. Ingat fakta ini: hanya 10 persen dari pelanggan yang menyuarakan keluhannya kepada pelanggan. Sisanya adalah pelanggan yang tidak komplain namun sebenarnya dia merasa tidak ada yang menarik dari pelayanan kita, atau bahkan tidak puas. Mereka adalah pelanggan yang tiba-tiba saja “menghilang” dari pandangan Anda. Mendengarkan pelanggan juga bisa dilakukan dengan cara menggali harapan-harapan mereka, termasuk value apa yang diinginkan mereka. Dengan demikian, pada saat kita mendeliver pelayanan sudah sesuai dengan harapan mereka.
Ini misalnya dilakukan oleh Yamaha Motor Kencana Indonesia yang rutin mengadakan survei ketidakpuasan pelanggan. Tujuannya tentu saja menggali apa yang membuat pelanggan tidak puas terhadap layanan Yamaha. Ini adalah salah satu kegiatan proaktif yang dilakukan oleh Yamaha.
Ketiga adalah dengan menciptakan strategi “win back” yang bertujuan merebut kembali pelanggan yang sudah keluar. Ada data yang menunjukkan bahwa setiap tahun perusahaan kehilangan 20 sampai 40 persen pelanggannya. Jadi secara alamiah atau tidak, minimal 20 persen pelanggan Anda bisa keluar dengan berbagai alasana. Oleh sebab itu, buatlah strategi customer win back, agar kebocoran pelanggan bisa kembali “ditambal”.
Keempat adalah selalu menjalankan sikap responsif terhadap pelanggan. Kalau Anda tidak ingin kehilangan pelanggan, responsif-lah terhadap apa yang diingini pelanggan. Zaman sekarang ini, semua layanan harus diberikan secara cepat. Memberikan pelayanan yang lambat membuat pelanggan tidak semangat dan cenderung untuk tidak loyal.
Kelima adalah membangun multiple channel buat pelanggan. Menciptakan banyak saluran pelayanan bagi pelanggan jauh lebih baik dibandingkan hanya mengandalkan satu saluran saja. Dengan demikian hal ini bisa menghindari pelanggan keluar karena kehilangan kenyamanan dalam bertransaksi. Ini misalnya dilakukan oleh FIF (Federal International Finance) yang memberikan berbagai saluran dimana pelanggan bisa membayar cicilan dengan nyaman. Selain melalui ATM, saluran ini juga dibangun di pusat-pusat perbelanjaan dengan mendirikan kios-kios FIF.
Keenam, berkolaborasi dengan banyak partner untuk membangun kekuatan dalam memberikan pelayanan yang excellence. Di dunia pelayanan yang kompleks dewasa ini mau tidak mau kita harus bisa bekerjasama dengan banyak supplier ataupun partner untuk bisa menciptakan value kepada pelanggan. Sebagai contoh perusahaan leasing company bekerjasama dengan bank sebagai tempat untuk pembayaran cicilan.
Ketujuh, ciptakan database yang kuat dan tersentralisasi. Dengan demikian data pelanggan bisa diakses dengan cepat oleh banyak bagian, seperti bagian call center, walk in center dan sales. Namun demikian, yang lebih penting daripada memiliki database adalah kemampuan menggali (data mining) sehingga bisa memberi banyak masukan soal apa yang sebaiknya dilakukan kepada masing-masing individu pelanggan.
Kedelapan, menciptakan loyalitas di kalangan para karyawan. Loyalitas yang kuat dari para karyawan akan mendorong mereka untuk ikut membangun kesetiaan para pelanggan. Di FIF sendiri cara yang dilakukan adalah dengan menjalankan pelatihan-pelatihan yang bertujuan untuk memotivasi karyawan dan membangun nilai dan spirit dengan slogan “Working together with champion spirit”.
Memang memuaskan pelanggan adalah sebuah perjalanan yang panjang. Oleh karenanya, alangkah berbahagianya jika kita punya best friend forever, yakni pelanggan kita yang loyal.(Service Excellence)
No comments:
Post a Comment