http://www.marketing.co.id/blog/2010/01/13/merebut-hati-dengan-experiential-marketing/
Experiential Marketing makin menjadi sebuah strategi penting perusahaan. Seperti apa perusahaan yang menerapkannya?
Salah satu yang membuat pelanggan loyal adalah ketika perusahaan mampu menyentuh sisi pengalaman pelanggan. Konsep experiential ini pertama kali dipopulerkan oleh Prof. Bernd H. Schmitt— dosen Columbia Business School. Menurut Schmitt, ada lima elemen yang perlu diperhatikan dalam menarik dan merebut hati pelanggan. Kelima elemen itu antara lain sense, feel, think, act, dan relate.
Melalui konsep ini, perusahaan mencoba melibatkan konsumen melalui emosi, perasaan, mendorong mereka untuk berpikir, melakukan tindakan, maupun menjalin komunitas. Keberhasilan mengeksekusi lima elemen ini akan membuat merek tertanam lebih dalam di hati pelanggan.
Bermain dan Belajar
Kidzania adalah perusahaan yang mencoba menawarkan brand experiential kepada anak-anak. Kidzania cukup menyuguhkan wahana bermain dan belajar yang menghibur. Sepertinya tidak ada yang menyamai strategi Kidzania dalam menggarap experiential marketing ini. “Kami mengusung apa yang disebut revolutionary marketing yang berbeda dengan marketing konvensional seperti iklan biasanya. Dalam marketing konvensional, pelanggan tidak terlalu dilibatkan secara langsung. Tapi, sekarang, kami melibat sepenuhnya pelanggan dengan brand yang sedang dipromosikan,” kata Andhie Saad, Chief Executive Officer Kidzania.
Kemasan produk Kidzania disesuaikan dengan kategorinya, yakni anak-anak (4-15 tahun) dan orangtua sebagai pendamping mereka. Pada tahun 2008, jumlah pendamping di Kidzania cukup besar mencakup 30 persen dari total pengunjung Kidzania.
“Di semua stationer Kidzania, ada berbagai macam brand. Ini bukan sekadar brand sebagai papan nama atau bilboard. Tapi, brand ini memainkan keterlibatan anak-anak. Anak-anak dibawa pada pengalaman behind the scene dari brand tersebut,” imbuh Andhie.
Anak-anak mungkin sudah mengenal beberapa brand seperti cokelat, biskuit Mayora, bank BCA, dan sebagainya. Di Kidzania ini, mereka benar-benar dipertemukan siapa sebenarnya merek-merek tersebut. Misalnya, anak-anak dilibatkan dalam miniatur pabrik biskuit. Mereka bisa bersentuhan langsung apa yang dinamakan tepung terigu. “Bersentuhan langsung itu menjadi kuncinya. Ada pengalaman mencium, memegang, membauhi, mengoperasionalkan, dan sebaginya. Itu pengalaman yang kami bagikan pada mereka,” imbuhnya.
Andhie menambahkan bahwa Kidzania mencoba membidik pasar masa depan. Hampir seluruh permainan yang ada di Kidzania merupakan miniatur dari pekerjaan dan produk orang dewasa, seperti menaiki mobil, mengoperasikan pesawat terbang, pemadang kebakaran, tukang cat, menjadi polisi lalulintas, mencairkan cek di bank, menarik uang dari ATM, membacakan berita di studio TV, mencari dan menulis berita, dan sebagainya.
“Semua feature product. Saat ini, mereka bukanlah pembeli efektif. Tapi, ini investasi ke masa depan mereka. Selain itu, anak-anak merupakan influencer bagi orangtuanya. Pada suatu saat nanti ketika mereka dewasa, mereka akan memenuhi kebutuhan hidup mereka dengan mengacu pada merek-merek yang mereka alami sendiri di Kidzania,” katanya.
Respon positif datang dari anak-anak maupun orang tua mereka. Volume pengunjung pun terus meningkat. Wahana anak yang mulai beroperasi 24 November 2007 dan terletak di Pacific Mall, Pusat Bisnis Sudirman ini kian diminati.
“Kidzania sebenarnya menjadi media anak-anak untuk meneropong masa depan mereka. Kami mau menjawab problem link and match antara pendidikan dan profesi di masa mendatang,” imbuhnya.
Untuk memperkuat ikatan pelanggan Kidzania, diadakanlah Kongres Kidzania. Ini merupakan kongres anak-anak usia lima tahun sampai SMP untuk memilih anggota legislatif Kidzania. Perannya persis anggota DPR, yakni merancang undang-undang, melakukan lawatan ke marketing patner Kidzania, melakukan studi banding ke luar negeri, dan sebagainya.
“Konsep ini merupakan suatu experience yang luar biasa. Selain itu, agar tidak bosan. Kidzania memberikan topik-topik kegiatan yang baru, seperti Kidzania forest, Miss Kidzania, dan topik-topik tematik lainnya seperti Hari Kartini, Hari Bayangkara, dan sebagainya,” katanya.
Mengoptimalkan Peran Outlet
Untuk produsen produk elektonik, Sony sukses membawa pelanggan dalam experiential marketing ini. Usai mengalami kemunduran dalam penjualan televisi, Soni mulai menggebrak pasar dengan empat produk andalan, yakni handycam, kamera digital, notebook, dan play station. Selain itu, Sony membuka gerai elektronik bernama Sony Center yang mengusung kenyamanan. Selain itu, konsep serupa diterapkan dalam Vaio Shopnya.
“Sony membangun experiential marketing melalui servis sekaligus showroomnya. Khususnya, melalui Sony Center maupun Vaio Shop. Dari sisi visual merchandising-nya sudah dibuat sedemikian rupa untuk mendukung hal ini. Semua mencerminkan jaminan mutunya Sony,” kata Rini F Hasbi, Marketing Communication Sony.
Asal tahu saja, Sony berhasil membuat pengunjung gerainya merasakan pengalaman yang dengan produk-produknya. Bila dibandingkan dengan gerai elektronik lainnya, Sony Center mengusung sesuatu yang berbeda. Interiornya dibuat sedemikian rupa sehingga membuat pengujung bisa senyaman mungkin melakukan eksplorasi produk. Termasuk juga dalam penataan produk, pengkategorian, tata lampu, dan servis. Semua menguarkan warna dan suasana modern sekaligus elegan.
“Strategi experiential juga kami terapkan dalam bagian customer information center (CIC). Kami mempunyai standar khusus para frontliner. Mereka cukup berpengetahuan. Mempunyai etika dasar dalam memperlakukan konsumen,” katanya.
Selain itu, Sony mempunyai website yang sangat berorientasi pada pelanggan. Di sana, ada berbagai fitur yang memudahkan pelanggan mencari service center, spesifikasi produk, tutorial, dan sebagainya.
Pengembangan experiential marketing melalui outlet juga dilakukan oleh Telkomsel. Operator Telkomsel berupaya membagun outlet-outlet layanan yang dikenal dengan Grapari Telkomsel. Grapari merupakan outlet servis yang menawarkan konsep experiential pada pelanggannya.
Pengunjung yang datang ke gerai tidak harus bengong mengantri layanan. Di gerai itu, pengunjung bisa menjajal i-Pod, Telkomsel Flazz, dan produk-produk lainnya. Selain melalui gerai, Telkomsel juga menservis pelanggannya dengan program lain, seperti ring back tone, pameran, dan servis lain yang mencoba mendekatkannya dengan pelanggan.
Berbasis Teknologi
Experiential marketing juga bisa dilakukan melalui berbagai perangkat yang berbasis teknologi. Pada dasarnya, teknologi di sini sifatnya memudahkan pelanggan dalam memenuhi kebutuhannya. BCA sebagai pemimpin pasar di dunia perbankan sudah lama mengembangkan berbagai layanan berbasis teknologi, seperti ATM, kartu Flazz, call center Halo BCA, dan sebagainya.
Pada dasarnya, BCA mampu memberi sentuhan pengalaman unik pada pelanggannya. Para nasabah dipermudah dalam melakukan transaksi dengan sentuhan teknologi canggih.
Dengan Halo BCA, pelanggan bisa langsung berkomunikasi dengan para customer service kapan saja. Termasuk dalam menyampaikan komplain maupun bertanya seputar produk dan aplikasi BCA. (Majalah MARKETING/Sigit Kurniawan)