https://threadreaderapp.com/thread/1290876149959032832.html
“Le.. Tuhanmu tak akan marah bila kamu meminta kepadaNYA, tapi sering-seringlah menyapaNYA daripada kau meminta, karena temanmu akan lebih suka kau menyapanya daripada kau sering meminta, walaupun Tuhan, tidak sama dan sebanding dengan temanmu.”
Demikian seorang yang saya kenal melalui akunnya pernah mendapat nasehat dari almarhum ayahnya 30 tahun yang lalu.
Ungkapan-ungkapan kebanggaan untuk seorang Bapak yang tersampaikan apik di sebuah akun @AnakKolong_ & @eLFathir_ ( ini adalah akun kedua dan ketiganya)
Di sela kesibukkannya menjadi diri sendiri lewat cuitan-cuitan yang mengajak kita untuk menempatkan manusia di atas agama.
Kadang ia menyelipkan cerita tentang bagaimana keluarganya hidup dalam ke Bhinneka - an.
Sang Ragil yang ber-ibu seorang Katholik kerap menjadi juru bicara untuk kedua kakak yang usianya jauh diatasnya, saat mereka takut bertanya pada Bapak yang adalah seorang militer.
Cara beliau menyapa, sering tidak seperti kebanyakan orang biasa lakukan.
Ada nada keras dan perintah seolah menyertainya.
Apakah kehangatan lantas sirna?
Tidak … itu hanya aksen, hanya kebiasaan yang selalu berulang didalam kesatuannya.
Namun, tentu berbeda bila orang lain yang menilainya.
Demikianlah sebuah kehangatan tidak selalu tentang tutur kata lembut dan nada ringan, selalu ada warna berbeda sesuai dengan siapa kita berbicara.
Ya … menurut tutur cuitannya. Sang Bapak adalah sosok teladan. Banyak hal baru ia dapat darinya.
Sejak kecil kehangatan khas seorang ayah selalu hadir dalam banyak warna.
Ia mengenal bagaimana seharusnya menjadi seorang lelaki, menjadi paham bagaimana harus melindungi perempuan dan anak-anak.
Ia diperkenalkan pada sebuah dunia, yakni dunia laki-laki, calon ayah, calon pemimpin dan calon pelindung bagi siapapun yang lemah dalam masyarakat.
Namun ketika ia harus kehilangan istrinya, yang selama 6 tahun harus terbaring di rumah sakit berjuang melawan kanker.
Ia jatuh tersungkur tanpa daya, seperti kehilangan buku panduan.
Gagap ia mencari sang kekasih hati, berharap ada, namun tak pernah ia temukan disana untuk ia baca apalagi memilikinya kembali untuk berbagi cerita dan cinta.
Tidak ada persiapan bahkan pelajaran tentang hal seperti itu.
Ia hanya dapat menatap penuh tanya pada mata berlinang anak semata wayangnya berharap ada jawab disana.
Namun putrinya pun berharap hal sama pada mata … sang Ayah…
Sepasang ayah dan putri kecil, buta satu dengan yang lain.
Tak tahu siapa seharusnya menuntun siapa kini menjadi tanya berebut jawab.
Runtuh dunia angkuhnya ... ia terkapar ...!!
Lima belas tahun tanpa sadar ia menyesal, entah kepada siapa duka nya berserak.
Bayangan akan sang Bapak selalu hadir.
.
.
.
Bahkan setelah beliau wafatpun tak pernah lelah hadir dalam remang kalut gundah pikiran sang Ragil.
Kadang kucari apa yang kurang darinya demi puas hati ini mendapat jawab rasa marah.
Ya ... sepeda ...!!
Bapak hadir ketika aku butuh seorang yang akan melindungiku saat terjatuh dan berdarah gara-gara pelajaran bersepedaku.
Dia ada disana seperti seharusnya seorang Bapak bagi anak laki-lakinya, ditengah kesibukan dengan dunianya.
Senyum ramah terbalut wibawa khas miliknya yang membuat ragil selalu kagum dan kerinduan melintas dalam pikiran.
Saat itu pula saya yakin, rasa perih kembali menusuk, dan ia tertawa sinis mengejek dirinya sendiri.
Ia-sang Pilot tidak lebih baik dari hal terburuk yang sengaja ia benamkan kepada rasa marah pada Bapak yang sempat mengajarinya naik sepeda.
Disana ia gagal melakukan hal yang sama kepada anak semata wayangnya.
Ya ... bagaimana seharusnya seorang ayah dan sepeda ...!
Putri yang harus hidup terpisah ribuan kilometer ayahnya, setelah kehilangan sosok ibu yang sangat mencintainya, yang hingga tak rela sang pilot – suaminya membangunkan buah hati mereka- malaikat kecilnya, ketika ia harus berpulang menghadap sang Khalik.
Seorang putri yang ketika ia temui untuk kedua kalinya dengan penuh semangat dengan menenteng hadiah sebuah sepeda, terlihat sedih….
Tak ada raut wajah gembira melihat kedatangan ayah yang selalu dirindukan.
Putri yang ia rindukan melihatnya dengan sinis, dan dengan sorot mata kecewa yang menusuk.
Betapa akhirnya ia membenci dirinya ketika dengan marah, putri kesayangan mengungkapkan penantiannya pada sang ayah yang berjanji mengajarkan naik sepeda sejak puluhan tahun sebelumnya.
Menunggu hingga sekolah menengah, tanpa mau menerima tawaran orang lain.
HANYA menunggu sang ayah datang mengajarkan bagaimana bersepeda.
.
.
.
.
.
Moment paling menyakitkan, tamparan paling keras ketika seorang ayah mendapati sang putri menunggu kehadirannya tanpa tuntutan dan rentetan pertanyaan kenapa, bagaimana dan siapa yang memisahkan mereka.
Ia hanya menunggu ayah memenuhi satu janjinya saja : AYAH AKAN AJARKAN kamu bersepeda, nak …
.
.
.
.
.
Hingga hari ini, saat ayah -sang akun misterius- ini merindukan putrinya.
.
.
.
.
.
Ia berusaha menghukum dirinya sendiri di ruang hampa atas kelalaiannya bertanggung jawab atas HANYA satu janji yang menyebabkan satu-satunya malaikat kecilnya menatap nanar saat teman-temannya memamerkan kepiawaan dan harus menolak ajakan temannya bersepeda.
Tuhanmu tak akan marah bila kamu meminta kepadaNYA, tapi sering-seringlah menyapaNYA harusnya juga menjadi caraku berdialog, membuka pintu bagi masuknya kearifan tentang bagaimana seharusnya komunikasi ayah dan anak semata wayangnya sekaligus anak dengan almarhum ayahnya.
BODO AMAT dan P R E K E T E K tidak dapat menggantikan pencarianmu.
Mintalah, maka kau akan mendapat. Sapalah, maka senyum mengembang dan binar mata ramah penuh cinta dan kerinduannya akan selalu menjadi milikmu.
.
.
.
.
Eureeka adalah cinta dan hidup, dialah duniamu
.
.
.
.
SUMBER :
1. Cuitan Anak Kolong
2. Lembaga pendidikan yg pernah menempanya.
3. Kawan - kawan masa kecil Anak Kolong.
4. Sumber lain yang terpercaya.
.
.
.
Repost
Cc. @__MV_llestari__
No comments:
Post a Comment