The Future of HR
Editor: Erlangga Djumena
Senin, 7 Maret 2011 | 10:15 WIB
shutterstockilustrasi
"Work is about a search for daily meaning as well as daily bread, for recognition as well as cash, for astonishment rather than torpor; in short, for a sort of life rather than a Monday through Friday sort of dying." - Studs Terkel, author & broadcaster
“Apakah alasan kamu bekerja?” tanya Anto, seorang karyawan swasta, kepada Budi, teman kerjanya. Budi, yang menganggap pertanyaan itu bersifat retoris menjawabnya dengan enggan, “Menurut kamu? kamu pikir saya senang makan batu yah?” Jawaban Budi pada percakapan imajiner di atas mungkin agak ‘nyeleneh’ tetapi di balik jawaban ini adalah salah satu alasan bekerja yang paling sering kita dengar, yaitu untuk mencari uang demi penghidupan yang layak.
Alasan kita bekerja pun mungkin tidak jauh dari itu tetapi apakah uang adalah satu-satunya alasan mengapa orang bekerja? Menurut Dave Ulrich, ‘The Number 1 Management/HR Guru’ versi majalah BusinessWeek dan Wendy Ulrich dalam buku The Why of Work, jawabannya adalah tidak. Selain uang, alasan lainnya adalah pencarian makna.
Karyawan tidak lagi bekerja untuk sekedar membuat asap dapur tetap mengebul. Dalam mencari tempat bekerja, mereka kini juga mementingkan faktor-faktor non uang, seperti kesesuaian pekerjaan dengan minat, kesempatan untuk bertumbuh dan dampak yang berarti bagi orang lain: rekan, pelanggan, dan masyarakat. Melalui pekerjaan, mereka menginginkan tercapainya tujuan hidup, berkontribusi, menjalin hubungan, membuat sesuatu yang bernilai dan mendapatkan harapan.
Penciptaan makna bekerja bagi para karyawannya merupakan hal yang harus dilakukan organisasi yang ingin bertumbuh. Hal ini mungkin terkesan ganjil, khususnya untuk para eksekutif yang berpikir bahwa memberikan gaji adalah satu-satunya kewajiban perusahaan kepada karyawan.
Tetapi ada logika di balik penjelasan tersebut: karyawan yang memiliki makna dalam bekerja akan lebih kompeten, berkomitmen, dan berkontribusi. Kompetensi, komitmen, dan kontribusi karyawan akan meningkatkan kepuasan dan komitmen pelanggan.
Komitmen pelanggan akan menciptakan hasil keuangan yang baik bagi perusahaan. Dengan logika ini, kita dapat melihat bahwa penciptaan makna bagi karyawan bukanlah sekedar membantu karyawan untuk memiliki sikap positif dalam bekerja tetapi juga demi pertumbuhan perusahaan.
Di dalam buku The Why of Work, Dave Ulrich, mendefinisikan organisasi yang menciptakan makna sebagai organisasi yang berkelimpahan (abundant organization). Sebuah organisasi yang berkelimpahan adalah sebuah tempat di mana para karyawan bekerja untuk menciptakan makna bagi diri mereka sendiri, nilai bagi para stakeholders dan harapan bagi masyarakat luas.
Organisasi yang berkelimpahan mendorong karyawannya untuk memiliki makna dalam bekerja dan menciptakan lingkungan yang memungkinkan hal tersebut bertumbuh kembang. Era dimana istilah-istilah seperti Generation Y, War for Talent, Employee Engagement, dan Individual Performance Management kini menjadi istilah yang semakin tidak asing.
Konsep yang ditawarkan Dave Ulrich merupakan angin segar yang dijadikan petunjuk dalam menghadapi perubahan-perubahan yang terjadi di dunia yang pada akhirnya akan berpengaruh pada aspirasi karyawan dan cara mereka memaknai pekerjaan.
Melalui buku The Why of Work, Dave Ulrich menjabarkan berbagai prinsip-prinsip praktis dalam menciptakan makna dalam organisasi, baik di level individu, tim, maupun perusahaan yang berdasarkan pada hasil-hasil riset serta melengkapinya dengan checklist dan kuesioner untuk mengubah aspirasi menjadi tindakan. Kini ada banyak organisasi kelas dunia yang menyadari pentingnya penciptaan makna dalam bekerja telah memulai perjalanan mereka dalam mengimplementasikan konsep Abundant Organization, bagaimana dengan organisasi anda? (Raymond Hadisubrata & Aditya Andhika/Director Consulting and Product Marketing Management of PT GML Performance Consulting)
----------------------------------------------------------------------------
“Apakah alasan kamu bekerja?” tanya Anto, seorang karyawan swasta, kepada Budi, teman kerjanya. Budi, yang menganggap pertanyaan itu bersifat retoris menjawabnya dengan enggan, “Menurut kamu? kamu pikir saya senang makan batu yah?” Jawaban Budi pada percakapan imajiner di atas mungkin agak ‘nyeleneh’ tetapi di balik jawaban ini adalah salah satu alasan bekerja yang paling sering kita dengar, yaitu untuk mencari uang demi penghidupan yang layak.
Alasan kita bekerja pun mungkin tidak jauh dari itu tetapi apakah uang adalah satu-satunya alasan mengapa orang bekerja? Menurut Dave Ulrich, ‘The Number 1 Management/HR Guru’ versi majalah BusinessWeek dan Wendy Ulrich dalam buku The Why of Work, jawabannya adalah tidak. Selain uang, alasan lainnya adalah pencarian makna.
Karyawan tidak lagi bekerja untuk sekedar membuat asap dapur tetap mengebul. Dalam mencari tempat bekerja, mereka kini juga mementingkan faktor-faktor non uang, seperti kesesuaian pekerjaan dengan minat, kesempatan untuk bertumbuh dan dampak yang berarti bagi orang lain: rekan, pelanggan, dan masyarakat. Melalui pekerjaan, mereka menginginkan tercapainya tujuan hidup, berkontribusi, menjalin hubungan, membuat sesuatu yang bernilai dan mendapatkan harapan.
Penciptaan makna bekerja bagi para karyawannya merupakan hal yang harus dilakukan organisasi yang ingin bertumbuh. Hal ini mungkin terkesan ganjil, khususnya untuk para eksekutif yang berpikir bahwa memberikan gaji adalah satu-satunya kewajiban perusahaan kepada karyawan.
Tetapi ada logika di balik penjelasan tersebut: karyawan yang memiliki makna dalam bekerja akan lebih kompeten, berkomitmen, dan berkontribusi. Kompetensi, komitmen, dan kontribusi karyawan akan meningkatkan kepuasan dan komitmen pelanggan.
Komitmen pelanggan akan menciptakan hasil keuangan yang baik bagi perusahaan. Dengan logika ini, kita dapat melihat bahwa penciptaan makna bagi karyawan bukanlah sekedar membantu karyawan untuk memiliki sikap positif dalam bekerja tetapi juga demi pertumbuhan perusahaan.
Di dalam buku The Why of Work, Dave Ulrich, mendefinisikan organisasi yang menciptakan makna sebagai organisasi yang berkelimpahan (abundant organization). Sebuah organisasi yang berkelimpahan adalah sebuah tempat di mana para karyawan bekerja untuk menciptakan makna bagi diri mereka sendiri, nilai bagi para stakeholders dan harapan bagi masyarakat luas.
Organisasi yang berkelimpahan mendorong karyawannya untuk memiliki makna dalam bekerja dan menciptakan lingkungan yang memungkinkan hal tersebut bertumbuh kembang. Era dimana istilah-istilah seperti Generation Y, War for Talent, Employee Engagement, dan Individual Performance Management kini menjadi istilah yang semakin tidak asing.
Konsep yang ditawarkan Dave Ulrich merupakan angin segar yang dijadikan petunjuk dalam menghadapi perubahan-perubahan yang terjadi di dunia yang pada akhirnya akan berpengaruh pada aspirasi karyawan dan cara mereka memaknai pekerjaan.
Melalui buku The Why of Work, Dave Ulrich menjabarkan berbagai prinsip-prinsip praktis dalam menciptakan makna dalam organisasi, baik di level individu, tim, maupun perusahaan yang berdasarkan pada hasil-hasil riset serta melengkapinya dengan checklist dan kuesioner untuk mengubah aspirasi menjadi tindakan. Kini ada banyak organisasi kelas dunia yang menyadari pentingnya penciptaan makna dalam bekerja telah memulai perjalanan mereka dalam mengimplementasikan konsep Abundant Organization, bagaimana dengan organisasi anda? (Raymond Hadisubrata & Aditya Andhika/Director Consulting and Product Marketing Management of PT GML Performance Consulting)
----------------------------------------------------------------------------
No comments:
Post a Comment