Saturday, May 29, 2010

Bisnis Warung Internet Tetap Menguntungkan

http://ukmindonesiasukses.blogspot.com/2010/05/bisnis-warung-internet-tetap.html

Kamis, 27 Mei 2010

NERACA - Usaha warnet sebenarnya cukup mudah untuk didirikan dan dijalankan. Betapa tidak, dengan membeli komputer, misalnya 10 unit, kemudian menginstalnya dengan software, lalu membuat jaringan agar komputer satu dengan yang lainnya terhubung, dan akhirnya mengalirkan koneksi internet ke jaringan tersebut, maka jadilah usaha warung internet (warnet).

Untuk mengelolanya juga tidak diperlukan orang-orang yang mempunyai skill tinggi dengan gaji yang mahal. Cukup lulusan SMA yang mengerti tentang komputer. Mungkin karena mudahnya, banyak orang yang berlomba-lomba mendirikan usaha warnet ini.Jika kita melewati jalan-jalan besar dan di sekitar jalan tersebut terdapat universitas, kos-kosan mahasiswa, atau perumahan padat, maka hampir bisa dipastikan ada usaha warnet yang berdiri di situ. Jumlah dari usaha warnet itu tidak hanya satu, bahkan bisa lebih dari tiga untuk lokasi yang berdekatan.

Walaupun sudah ada tiga usaha atau lebih, tetap saja ada warnet baru yang bermunculan. Mereka bertarung untuk mendapatkan pelanggan yang sama. Selain dari pembuatannya mudah, tren teknologi sebenar juga mempunyai andil besar dalam pembentukan pasar dari usaha warnet. Komunikasi dan informasi tiada batas itulah yang ditawarkan internet.Menjamurnya usaha warnet membuat persaingan semakin keras. Mereka bertarung tidak hanya dari sisi kenyamanan, spesifikasi komputer, dan kecepatan koneksi internet, bahkan dari sisi harga. Harga diturunkan sampai merusak pasaran untuk memancing pelanggan. Jika kita ingin bertahan, sudah selayaknyalah kita mempunyai keuntungan kompetitif dari warnet yang lain.

Warnet Gue

Dari sekian banyak warnet yang ada, Warnet Gue termasuk yang cukup menarik. Salman Azis Alsyafdi (24), selaku pemilik mengaku lebih memilih menjadi wirausaha, meski harus menghadapi tantangan berat. Sarjana komputer lulusan Universitas Indonesia (Ul) ini menyadari membangun bisnis ibarat mendakigunung yang tinggi.Salman menjadi wirausaha dengan mendirikan warnet bernama Warnet Gue, yang kini berjumlah 13 buah. "Motivasi saya terjun dalam bisnis adalah karena ingin mengeksplorasi daya imajinasi dan kemampuan saya tanpa dibatasi oleh sistem yang sudah ada.

Sebab, saya orang yang senang menciptakan hal-hal baru yang bermanfaat bagi banyak orang, ujar Salman. Warnet Gue, yang berlokasi di kawasan Bumi Serpong Damai (BSD), Serpong, Banten, berbeda dengan warnet-warnet lain. Sebab, Salman melengkapi Warnet Gue dengan fasilitas servis dan penjualan komputer. Namun, fokusnya tetap kepada game on line, yang sangat digemari oleh anak-anak. Tidak hanya itu, kata Salman, Warnet Gue juga menyediakan layanan makanan dan minuman.

Harapannya, dengan kelebihan itu para pelanggan menjadi betah berlama-lama berada di warnetnya. "Ini strategi untuk meningkatkan omzet," aku pria kelahiran Jakarta, Februari 1986, tersebut sedikit membuka rahasia perusahaannya. Salman mengatakan, rata-rata omzet Warnet Gue sekitar Rp10 juta-Rpi 2 juta per warnet per bulan. Saat ini, tambahnya, manajemen Warnet Gue sedang menyiapkan pembangunan Warnet Gue ke-14. Kebanyakan warnetnya berada di Jabodetabek. "Ke depan, saya ingin lebih mengembangkan usaha waralaba warnet dalam rangka ekspansi usaha dan penambahan cabang. Saya coba memadukan dengan usaha makanan dan minuman. Ini merupakan konsep baru," tambahnya.

Juara II Wirausaha Muda Mandiri (WMM) 2007 Kategori Mahasiswa versi Bank Mandiri itu mengaku senang melihat geliat anak-anak muda saat ini yang semakin tertarik menjadi pengusaha. Tetapi, ia juga menyayangkan mengetahui fakta masih banyak anak muda setengah hati mewujudkan cita-citanya sebagai pengusaha.Hasil pengamatan Salman, terkadang anak-anak muda sangat bersemangat setelah keluar dari seminar waralaba karena mereka juga mendapat suntikan motivasi. Namun, sayang, setelah beberapa hari kemudian semangat mereka kendor lagi. Atau, terkadang mereka sudah mulai usaha tetapi kemudian berhenti, menyerah, ketika menghadapi tantangan bisnis.

"Seharusnya mereka menyadari bahwa membangun bisnis tidak gampang. Memulai sebuah usaha ibarat mendaki gunung tinggi, perlu kerja keras, kerja cerdas dan semangat pantang menyerah. Setelah mengalami proses jatuh-bangun (secara mental) barulah kita akan sampai pada puncak gunung," ujarnya.Menurut Salman, ide usahanya mengembangkan Warnet Gue berawal dari kehidupannya saat masih di bangku kuliah. Saat itu, Salman masih duduk pada tahun kedua di Fakultas Ilmu Komputer Universitas Indonesia (Ul) Jakarta. "Ketika itu saya tinggal di Asrama Ul yang berisikan sekitar 1.000 orang mahasiswa. Saya lihat kok, belum ada warnet di situ. Saya berpikir kenapa tidak bikin warnet saja? Toh itu sesuai dengan background pendidikan saya. Makanya saya mengambil peluang bisnis warnet," kenangnya.

Salman mengatakan, untuk membangun usaha warnet tersebut, kala itu, dia bermitra dengan seorang teman, dengan komposisi modal 5050. "Saat itu modal yang dibutuhkan sekitar Rp38 juta. Saya menyediakan modal Rp19juta. Rinciannya, sebesar Rpi 1 juta berasal dari hasil saya berjualan komputer dan jual buku di kampus Ul, sisanya Rp8juta berasal dari orangtua," katanya.Menurut Salman, ketika itu dirinya berhasil meyakinkan orang tuanya, yang sebenarnya menginginkan Salman menjadi pegawai, setelah berjanji akan segera hidup mandiri. Ibarat- nya, permintaan uang Rp 8 jutauntuk modal kepada orangtua tersebut merupakan permintaan uang terakhir kali kepada orangtua. "Janji kepada orangtua itu memicu semangat saya makin berkobar. Syukur, saya sekarang bisa membiayai hidup dari hasil perjuangan sendiri," katanya bangga.

Kala itu Salman tidak asal berjanji, karena sebelumnya dia telah membuktikan memiliki jiwa bisnis yang tangguh, tekun dalam bekerja, jeli melihat peluang usaha. Juga, rajin menabung. Salman menjelaskan, sebelum membuka usaha berupa warnet, dirinya berjualan buku-buku fotokopian dan komputer di Kampus Ul, Depok. Hasil kala itu, akunya, cukup besar untuk ukuran kantong mahasiswa. Ide berjualan buku muncul karena dia melihat pasar yang relatif besar di mana di Fakultas Ilmu Komputer Ul terdapat sekitar 100 mahasiswa yang butuh buku teks."Awalnya, mahasiswa-mahasiswa mem-fotocopi sendiri-sendiri. Tidak ada yang mengorgani-sir. Jadi, saya pikir kenapa tidak dikoordinir saja? Kan bisa jadi bisnis selain bisa memudahkan mahasiswa mendapatkan buku itu," katanya.

Setelah bisnis buku dan komputer berjalan sekian bulan, Salman kemudian mengalihkan fokusnya untuk mengurus usaha warnet. Maka akhirnya bisnis buku fotokopian dia serahkan ke pihak Senat kampus. Dengan demikian Salman berkonsentrasi sepenuhnya ke bisnis Warnet Gue.Saat ini, selain mempunya empat warnet milik sendiri. Salman juga memiliki sembilan Warnet Gue lain yang dikembangkan secara waralaba.

Dengan perkembangan bisnisnya tersebut, Salman mengaku tidak menyesal pernah menolak peluang menjadi seorang bankir, karena sekarang penghasilannya dari bisnis lebih besar daripada pendapatan seorang bankir. Tapi pada waktu menolak sih pendapatan bisnis saya masih kecil dibandingkan kalau jadi bankir. Tapi, saya mikirnya kan jangka panjang. Lagi pula kalau jadi wirausaha, kita yang kontrol penuh terhadap bisnis kita," tambah Salman, yang menjadi sarjana komputer lulusan Ul pada tahun 2008 lalu

Tri Mumpuni, Mengerek Derajat Hidup Warga Desa Lewat PLTA

Jumat, 28 Mei 2010

Social Enterpreneur

Listrik bukan kemewahan di kota besar. Tapi, berbeda di daerah terpencil yang belum tersentuh jaringan PLN. Melalui Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) mini, Tri Mumpuni tak hanya menerangi desa, tapi sekaligus mendorong perkembangan ekonomi masyarakat.

LISTRIK bisa mengubah kehidupan sebuah masyarakat. Tak hanya sekadar penerangan dan peralatan rumah tangga, pemanfaatan listrik mampu meningkatkan pendapatan masyarakat dan memperbaiki kualitas hidup.

Kenyataan inilah yang mendasari langkah Tri Mumpuni Iskandar bersama Institut Bisnis dan Ekonomi Kerakyatan. Sejak 1996,Puni ini telah berkeliling ke berbagai desa untuk membantu warga membangun pembangkit listrik bertenaga air mini atau microhydro powerplant. "Kami hanya membantu sekaligus memaksa masyarakat membuat rencana bisnis untuk pembangunan PLTA kecil," katanya. Saat ini, Puni sedangmenggalang dana pendirian PLTA mungil berkapasitas 4 Mega Watt di sebuah desa di Subang, Jawa Barat. PLTA ini berpotensi menghasilkan pendapatan Rp 117 juta per bulan. Bahkan, desa ini bisa memiliki rumahsakit sendiri.

Maklum, esensi dari perjuangan Puni selama ini bukan hanya menerangi desa dengan listrik. Listrik juga harus bisa meningkatkan pendapatan masyarakat desa.Pemanfaatan listrik ini terbagi atas dua kategori berdasar kondisi desa, yaitu on-grid atau off-grid. Desa off-grid adalah desa yang lokasinya tidak terjangkau jaringan listrik PT Perusahaan Listrik Negara (PLN). Kehadiran pembangkit listrik membuat kebutuhan penerangan desa terpenuhi. Pada desa-desa jenis ini, pemakaian listrik juga bertujuan memenuhi kebutuhan produksi desa tersebut. Puni mencontohkan, pengeringan kemiri secara tradisional membutuhkan waktu empat hari asalkan matahari bersinar terik. Dengan adanya listrik, penduduk desa dapat memakai mesin untuk mengering-kan kemiri dan hanya memakan waktu enam jam.

Contoh lain adalah sebuah desa binaan Puni di Nanggroe Aceh Darussalam yang memproduksi minyak nilam. Keberadaan listrik membuat penduduk desa tidak perlu menebang pohon untuk kayu bakar. Selain itu, pemakaian mesin penyuling bisa menghasilkan minyak lebih banyak dan berkualitas.

Uang yang terkumpul berkat adanya listrik digunakan untuk membayar biaya perawatan dan pemeliharaan alat tersebut. Jadi, tercipta sebuah sistem berkesinambungan untuk perawatan pembangkit listrik.

Adapun desa on-grid sebenarnya sudah bisa mendapat pasokan listrik PLN,. Namun, desa-desa jenis ini memiliki potensi air yang cukup besar untuk membang-kitkan listrik. Kemudian, listrik yang dihasilkan di sana dapat dijual kepada PLN. Hal ini tentunya akan menghasilkan pendapatan yang besar bagi desa tersebut.

Puni menyadari, butuh persiapan yang baik dalam menghadapi aliran pendapatan tambahan itu sehingga tidak menimbulkan kekacauan dalam masyarakat. Oleh karena itu, jauh sebelum pembangkit listrik beroperasi, Puni dan timnya sudah terlebih dahulu mengajak para penduduk desa untuk berunding dan merencanakan pemakaian uang hasil penjualan listrik.

Sejauh ini, biasanya para penduduk desa memilih menggunakan dana tersebut untuk kepentingan pendidikan dan kesehatan warga desa Misalnya, digunakan untuk subsidi uang buku atau transportasi anak yang tinggal di lokasi terpencil dan jauh dari sekolahnya.

Bagi kesehatan, ada desa yang memakai dana tersebut untuk membuat klinik desa serta membayar dokter yang secara berkala datang. Ada pula yang memakai duit ini menjadi modal bergulir untuk pinjaman warga yang ingin membuka usaha. Pinjamannya berkisar Rp 500.000 hingga Rp 2 juta, dengan bunga 2% per tahun.

Perjuangan Puni telah menyentuh berbagai desa di berbagai daerah di Indonesia Mulai dari Jawa Barat, Sumatera, Kalimantan, hingga daerah lainnya Untuk membangun pembangkit listrik memangmembutuhkan dana yang tidak sedikit. Misalnya, ada sebuah desa di Maluku yang membutuhkan dana € 415.000 untuk pembangunan pembangkit listrik. Puni berhasil mendapatkan dukungan dana untuk proyek ini. Namun, jumlahnya tak seberapa "Padahal pemerintah menganggarkan dana sebesar Rp 1 triliun per tahun untuk memasukkan listrik ke desa," imbuhnya

Masalah dana juga kerap menjadi penghalang Puni dalam mewujudkan obsesinya membangun pembangkit listrik di pedalaman Papua Proyek PLTA di sana membutuhkan dana Rp 19 miliar. Saat ini, dia baru mendapatkan bantuan dana sebesar Rp 7 miliar.

Padahal, manfaat listrik masuk desa begitu besar. Puni mencontohkan sebuah desa di Tasikmalaya yangdulu ditinggalkan oleh penduduknya Sebagian besar penduduknya pergi ke kota untuk menjadi buruh.

Setelah pembangkit listrik terpasang, para wanita yang tinggal di desa mulai mengerjakan usaha bordir. Temyata, usaha tersebut cukup sukses, bahkan sampai diekspor. Setelah itu barulah para pria memutuskan kembali ke desa untuk berkarya di sana.

Puni mempercayai, Indonesia bisa membangun ekonomi yang kokoh dan berkelanjutan bila didukung sektor pertanian. Karenanya, pertumbuhan perekonomian desa seharusnya bisa memperbaiki kondisi ekonomi Indonesia secara umum. Puni memandang, pengadaan listrik di desa-desa terpencil seperti yang dilakukannya saat ini adalah langkah awal menuju tujuan tersebut.

Tuesday, May 26, 2009

KONSUMEN BUTUH SOLUSI



http://www.marketing.co.id/WebSite/DisplayArticle.aspx?
by Djoko Kurniawan
KONSUMEN BUTUH SOLUSI

Beberapa hari yang lalu, saya melakukan perjalanan Jakarta – Palembang dengan menggunakan pesawat dari sebuah maskapai penerbangan nasional yang sedang naik daun. Kebetulan saya sudah masuk dalam pesawat yang akan membawa saya ke Palembang ketika saya melihat kejadian ini.

Begini ceritanya… Ada seorang wanita bersama anaknya yang kira-kira berusia 4 tahun membawa sebuah tas koper yang ukurannya tidak terlalu besar dan menurut pengalaman saya memang diijinkan untuk disimpan di tempat penyimpanan barang di atas tempat duduk penumpang. Namun karena semua tempat penyimpanan barang sudah penuh maka ibu tadi bertanya kepada salah satu pramugari dan si pramugari menjawab dengan tidak ramah sambil berkata: “Kopornya terlalu besar jadi tidak bisa disini. Simpan di bagasi aja. Mau ?” Ibu tadi terdiam sejenak dan menjawab: “Tadinya saya berencana untuk memasukkan dalam bagasi tetapi saya lupa membawa gembok. Kira-kira aman tidak ya kalau masuk bagasi?” Dan pramugari tidak menjawab (sambil bersibuk ria melakukan kegiatan lain yang tidak perlu) dan malah berkata dengan ‘ketus’ dan ‘ogah-ogahan’: “.. disini tidak bisa lagi… semua sudah penuh dan tidak ada tempat !” (padahal sang ibu bertanya aman/ tidak). Demikian sedikit ketegangan berlanjut sampai akhirnya kopor masuk bagasi dan terakhir saat saya menunggu barang keluar dari bagasi, saya melihat ibu tadi sudah membawa ‘tas bermasalah’ dalam keadaan baik dan kelihatannya aman-aman saja.

Ada hal menarik yang dapat kita lihat dalam kejadian tersebut, yaitu seorang pramugari yang tidak memberikan pelayanan terbaik yang seharusnya ia lakukan pada semua penumpang pesawat. Pramugari mestinya tidak menyalahkan penumpang karena tas yang dibawanya, apalagi ukurannya masih sesuai ketentuan untuk bisa masuk dalam pesawat. Hal lain lagi, pramugari seharusnya fokus pada penyelesaian masalah ibu tadi (tidak mengerjakan pekerjaan lain lebih dahulu) dan memberikan solusi terbaik tanpa membuat sang ibu panik dan bingung.

Yah…. Apa mungkin sekarang ini pramugari dididik dengan cara yang salah oleh pihak maskapai sehingga tidak service oriented. Atau bisa jadi pramugari dalam kejadian yang saya lihat hanyalah ‘oknum’ yang menyalahi aturan pelayanan yang telah ditetapkan pihak maskapai (yang mungkin juga sudah baik).

Terlepas dari itu semua, dari kejadian tersebut – kesalahan utama pramugari adalah tidak memberikan SOLUSI kepada sang ibu dengan CARA YANG BAIK & BENAR sehingga menimbulkan ketegangan yang tidak perlu.

Menurut saya, si pramugari belum sadar bahwa tugasnya adalah melayani penumpang. Bisa jadi si pramugari merasa dirinya bukan ‘pelayan’ yang harus berusaha menyenangkan hati ‘sang majikan’. Mungkin si pramugari merasa dirinya adalah ‘seorang bintang’ yang sedang berjalan di atas catwalk karena merasa cantik. Kesimpulannya, si pramugari belum memahami sepenuhnya tugas dan tanggung jawabnya sebagai ‘pelayan’ dan belum memiliki SERVICE MINDSET yang benar sehingga tidak bisa memberikan SOLUSI sesuai ekspektasi ibu tadi.

Ayo pihak maskapai ! Bentuklah service mindset di benak semua pramugari Anda dan ajarkan mereka untuk memberikan SOLUSI dengan cara yang santun. Ingat! Penumpang lebih membutuhkan pramugari yang punya jiwa melayani dengan tulus dibanding ‘pramugari cantik’. Namun, jika cantik adalah salah satu syarat utama maskapai Anda, maka tugas Anda untuk membuat para ‘pramugari cantik’ menjadi ‘pelayan yang baik’. Jika ini terjadi maka maskapai Anda akan menjadi juaranya.

Ditulis oleh:

Djoko Kurniawan, Pengamat & Praktisi Marketing Indonesia

The 7 Most Common Marketing Mistakes



http://www.marketing.co.id/WebSite/DisplayArticle.aspx?Id=305

By Michael Fleischner*

When marketing your product or service, you need to have a firm understanding of your audience, the message you want to deliver, the offer you're willing to make, and the optimal timing for your marketing campaign.

Too often novice marketers, even marketing veterans, make costly mistakes that result in poor performance of their marketing campaign. Common marketing mistakes can be avoided with adequate planning, attention to detail, and ongoing measurement and evaluation.

If you're considering a traditional marketing campaign, an Internet marketing campaign, or something that's never been tried before, be sure to avoid these common marketing mistakes.


  1. Timing. You may have a great list, a fantastic offer, and even a well designed marketing piece, but if your timing is off, so too will be your results. As an experienced marketer, I have seen some very expensive marketing campaigns that were very compelling but failed to produce results. This is because the campaign reached consumers at a time in which they had no interest in buying the product. For example, trying to sell snow shovels in July would not be considered good timing.
  2. Failure to Test Your Headline. As the first thing your prospect usually reads, the headline is essential for luring your prospective buyer into the message, your offer, and the action you want them to take. Regardless of the medium, you should continually test your headlines (or subject lines) by running split tests and evaluating response. This ensures that your marketing message attracts the largest number of prospective buyers.
  3. Failure to Test Your Offer. In direct marketing, the offer is directly correlated to 40% of your response. If you have the right offer, people respond. There are other factors to consider as well, but providing a compelling offer is required in most instances. Offers can range from discounts to "hurry while supplies last", but the commonality remains. Test your offers for optimizing response.
  4. Having a Good List. Having the best offer and award-winning design is not enough. For many types of marketing campaigns, success is directly tied to having a targeted list. With today's sophisticated list generation tools, you can acquire lists that are highly segmented based on demographics, psychographics, buying behavior, and many other characteristics. The key here is not to be penny wise and pound foolish. If you're wondering where to invest your marketing dollars, spend them on developing a good house list (names you acquire on your own) or by renting/purchasing a well segmented marketing list.
  5. Relying on a Single Communication. On average, consumers are hit with over 2,000 marketing messages everyday. In fact, recent studies have indicated that consumers need to see your marketing message an average of 12 times before they take notice. If there is any truth to the claim in part or in whole, it means that you must communicate to prospects on a regular basis. Placing a single ad in the newspaper or sending a single email cannot deliver effective results. Determine the media that prospects use to gather information and develop an ongoing campaign that works within your budget.
  6. Not Measuring Campaign Effectiveness. Over time, your business is going to do a lot of marketing. Even if you are a small business wondering how you're going to communicate to a prospective audience, you're going to eventually have some type of communication. Regardless of the marketing campaign size or expense, you need to track your results. This can be done with a simple spreadsheet or a multi-million dollar CRM system. The bottom line is you need to record what works and what doesn't so that you can improve your results in the future.
  7. Failure to Continue the Dialogue. After consulting for a number of large companies, I'm still amazed at how many fail to communicate to customers on an ongoing basis. Often times, consumers or businesses only hear from the seller when its time to buy again. If you have an established customer base, chances are you've worked hard to acquire them. You should be spending some of your marketing budget to retain them. Be sure to open a dialogue with customers, solicit their feedback, and communicate with them regularly. This will help to build your business over the long-term.

If you're new to marketing, have experience as a marketing professional, or simply want to improve your current marketing results, be sure to learn from the mistakes of others. To be successful, continually work towards improving your marketing effectiveness. Avoid the 7 most common marketing mistakes, and you're on your way to delivering tangible results.

* Michael Fleischner is an Internet marketing expert and the president of MarketingScoop.com, the Internet’s biggest source of marketing information and free marketing resources. He has more than 12 years of marketing experience and has appeared on The TODAY Show, Bloomberg Radio, and other major media. Visit MarketingScoop.com for further details, marketing secrets, Marketing Blog Directory, and more FREE reprint articles.

PERTAHANKAN LOYALITAS PELANGGAN DENGAN INFORMASI YANG JELAS



http://www.marketing.co.id/WebSite/DisplayArticle.aspx?id=313

PERTAHANKAN LOYALITAS PELANGGAN  DENGAN  INFORMASI YANG JELAS

Jika ditanya, apakah selama ini Anda sudah memperhatikan pelanggan dengan baik? Anda akan menjawab ‘sudah pasti’. Jika ditanya lebih lanjut, Anda pasti bisa dengan cepat memberi penjelasan panjang lebar tentang apa saja yang telah Anda lakukan untuk pelanggan. Saya yakin semua yang telah Anda lakukan untuk pelanggan adalah baik dan dengan sadar Anda melakukan itu semua untuk mempertahankan loyalitas pelanggan. Atau dengan kalimat lain, Anda memperhatikan pelanggan agar mereka tetap setia sehingga usaha dapat makin maju dan berkembang.

Tetapi saya juga memiliki keyakinan bahwa banyak dari Anda yang belum memperhatikan hal-hal kecil yang justru membuat pelanggan menjadi tidak nyaman dan berakibat mereka meninggalkan perusahaan Anda. Saya akan mengambil contoh tentang kebijakan kenaikan harga. Apakah Anda pernah mengalaminya?

Anda pasti setuju jika saya mengatakan bahwa kenaikan harga bisa membuat pelanggan ‘sedikit atau banyak’ merasa kecewa pada perusahaan Anda. Dari kebijakan kenaikan harga, beberapa pelanggan bisa jadi meninggalkan Anda – bukan karena ‘harga naik’ tetapi karena Anda tidak berhasil membuat mereka mengerti tentang kebijakan ini. Lalu bagaimana sebaiknya agar pelanggan tidak kecewa karena sebuah kebijakan yang Anda buat?

Caranya adalah dengan melakukan persiapan yang baik sebelum mengeluarkan sebuah kebijakan untuk pelanggan. Satu hal penting yang harus dilakukan adalah dengan melakukan sosialisasi dengan jelas dan akurat kepada semua komponen terkait di perusahaan Anda. Sosialisasi internal sangat penting karena orang-orang terkait inilah yang nanti akan bertemu dengan pelanggan. Jadi, sebelum pelanggan tahu, buatlah semua orang yang berkepentingan dalam perusahaan ‘tahu & mengetahui secara jelas’ mengapa sebuah kebijakan diambil. Apabila sosialisasi internal telah dilakukan, maka sosialisasi eksternal kepada pelanggan akan jauh lebih efektif dan lebih baik, karena semua orang dalam perusahaan memiliki pemahaman yang sama.

Dengan demikian pelanggan akan mendapatkan jawaban yang sama jelasnya dan ini berarti akan mengurangi jumlah komplain dari pelanggan serta mengurangi kemungkinan pelanggan untuk ‘berpisah’ dengan perusahaan Anda.Selain itu, memberi informasi tentang rencana kenaikan harga jauh-jauh hari sebelum harga naik adalah hal yang harus dilakukan. Pelanggan akan bisa menerima kebijakan ini dengan lebih baik karena mereka masih diberi kesempatan untuk membeli lebih banyak sebelum harga mengalami kenaikan.

Contoh kenaikan harga di atas hanya salah satu hal kecil tetapi penting untuk diperhatikan dengan baik agar pelanggan tidak kecewa atau bahkan lari. Masih banyak hal-hal kecil lainnya yang harus Anda perhatikan agar pelanggan tetap loyal. Intinya, setiap ada kebiijakan baru atau perubahan-perubahan sekecil apapun, pelanggan harus tahu secara jelas. Beberapa kebijakan atau perubahan yang harus diketahui pelanggan secara jelas, antara lain: perubahan nomor telepon, perubahan jam operasional, perubahan sistem antrian, perubahan sistem pembayaran, dan masih banyak lagi yang lainnya.

Selamat mencoba memperhatikan hal-hal kecil yang terkait dengan pelanggan. Sukses untuk Anda.

Ditulis oleh:

Djoko Kurniawan

Penulis, Praktisi & Pengamat Marketing




TIPS: 12 PANTANGAN UNTUK SEORANG MARKETER



Oleh: Deni Danasenjaya
Praktisi SCM & Procurement
Blog:
http://www.deni-ds.blogspot.com

Ada teman seorang Marketer curhat, sejak dia alih profesi menjadi Marketing Asuransi & Property, sahabat, tetangga, & saudara2nya menjadi alergi kalau ketemu dia, mereka cenderung menghindar karena takut diprospek & dijadikan target pemasaran dia. Saya bertemu secara tidak sengaja dengan kawan ini di sebuah cafe, setelah diskusi panjang lebar saya akhirnya paham kenapa teman saya ini dijauhi orang2 terdekatnya, sepertinya dia terlalu semangat menjual, walaupun semangat ini membuahkan hasil, sekarang dia sudah menjadi Unit Manager di perusahaan asuransi & sekaligus menjadi Senior Associate di perusahaan property.

Oleh karena ketika dia bilang mau berhenti dari profesinya saat ini karena merasa tidak nyaman ditinggalkan & terus-menerus dicurigai orang2 terdekat saya bilang jangan; seorang Marketer kalau berhasil bertahan lebih dari 6 bulan dan memperoleh promosi jabatan cukup signifikan setelah 1 tahun bekerja artinya dia memang cocok untuk pekerjaan ini. Saya juga jelaskan bahwa Marketer itu justru profesi yang menjadi ujung tombak suatu bisnis, percuma perusahaan memiliki produk yang berkualitas, fasilitas produksi yang canggih, team operasional yang professional kalau tidak ada marketer yang handal, profesi sales atau marketer ini "dibenci tapi dibutuhkan", ibarat jasa guru di dunia pendidikan.

Marketing juga menjanjikan prospek karir yang paling baik & fast tracker untuk para profesional di dunia bisnis dibanding bidang pekerjaan lainnya di perusahaan yang sama. Lalu saya coba memberikan sedikit tips untuk teman itu, walaupun saya bukan seorang Marketer, maka saya coba gali tips ini dari pengalaman pribadi saya sebagai konsumen, hehehehe...

Segala sesuatu itu pasti ada sebab & akibat, kenapa orang2 banyakyang tidak suka, tidak respek, bahkan under estimate kepada Marketeratau Salesman?, itu pasti ada penyebabnya, dan perilaku itu pasti terbangun dari image yang terbentuk berdasarkan case yang terjadi, walaupun tidak semua Marketer atau Salesman seperti itu.


Kritik membangun untuk para Marketer & Salesman
12 PANTANGAN UNTUK SEORANG MARKETER:

  1. Jangan terlalu semangat menjual hingga melupakan privacy calon pembeli.
  2. Jangan membuat rikuh calon pembeli dengan memprospek yang bersangkutan di saat yang tidak tepat.
  3. Jangan suka membawa2 nama pembeli sebagai referensi kepada calon pembeli lainnya tanpa seijin yang bersangkutan, karena seringkali calon pembeli berikutnya akan bertanya kepada eks pembeli sebelumnya; jika dia kenal, yang oleh si sales disebut sebagaireferator.
  4. Jangan suka menjelek-jelekkan produk lain tanpa bukti yang jelas.
  5. Jangan suka melebih2kan kualitas dan layanan produk diluar coverage purna jual yang diberikan sesungguhnya dari pabrik atau distributor, serta jangan menjanjikan sesuatu yang tidak akan bisa dipenuhi perusahaan penjual produk demi membuat calon pembeli membuka PO atau deal.
  6. Jangan suka berbohong kepada customer, banyak customer yang sebetulnya lebih paham produk dibanding sales, tapi mereka suka bersikap pura2 tidak tahu untuk mengetes kejujuran sales dan menguji kehebatan produk bahkan perusahaan tersebut!.
  7. Jangan menawarkan sesuatu yang diluar nilai normatif yangdiyakini calon pembeli, misalnya saja; kepada staf purchasing perusahaan, jika anda menangkap kesan purchaser tersebut orang yang punya prinsip, jangan coba2 tawarkan fee, entertainment, voucher, atau gratifikasi lainnya, dia akan tersinggung dan langsung memback list anda.
  8. Jangan suka menilai calon pembeli berdasarkan penampilan sekilas saja, banyak calon customer yang tampak tidak meyakinkan justru membeli banyak & banyak calon customer yang kelihatan bonafide justru tidak jadi membeli.
  9. Jangan suka mengabaikan keluhan atau harapan calon customer saat presentasi & menjual, dengarkan saja, karena seringkali produk yang ditawarkan tidak pas dengan permintaan, tapi sebetulnya setelah anda dengarkan keinginan mereka jadi tahu apa yang sebenarnya yang diperlukan.
  10. Jangan suka bersikap "hit and run" dengan calon pembeli, dihubungi terus menerus & dilayani dengan baik saat proses negosiasi, tapi setelah deal, anda lepas tangan jika ada complain atau tidak memberikan contact person yang menangani purna jual, sehingga customer tsb tidak terlayani dengan baik setelah membeli.
  11. Jangan suka memanfaatkan ketidaktahuan dan keluguan calon customer demi keuntungan sesaat, lakukan presentasi yang benar, jujur, & transparan kepada calon customer tersebut, seorang pembeli yang setalah membeli kemudian menyesal adalah awal bencana untuk sang Marketer & juga bisnisnya.
  12. Jangan suka mengabaikan & bersikap under estimate calon customer yang belum memutuskan untuk membeli tapi seringkali banyak bertanya & menghubungi anda untuk meminta update, seringkali customer akhirnya memutuskan membeli produk anda setelah.... lewat 1 bulan bahkan 1 tahun setelah anda menawarkannya kepada mereka.


Jika anda bisa melaksanakan dengan konsekuen "12 PANTANGAN UNTUK SEORANG MARKETER" ini, saya yakin orang akan menyenangi & sekaligus menghargai anda sebagai seorang Marketer atau Sales...., bahkan akan menjadi rujukan mereka jika akan membeli produk atau ada orang yang bertanya, ada pepatah tentang hal ini:

  1. Seorang customer yang puas akan bercerita kepada 10 orang tentangkehebatan produk dan layanan anda, tapi seorang customer yang kecewaakan bercerita kepada 1.000 orang bahkan semua orang yang dia temui,tentang keburukan produk & layanan anda.
  2. Seringkali customer yang puas akan berbicara tentang kehebatan sang penjual/pribadinya, tapi customer yang kecewa akan berbicaratentang keburukan sang penjual sekaligus produknya bahkan perusahaanya.


Semoga bermanfaat.

Deni Danasenjaya,
Praktisi SCM & Procurement
Mobile Phone No. 0811955705

Saturday, May 9, 2009

5 Tips for a Better Outsourcing Experience

http://www.smallbusinessbranding.com/1133/5-tips-for-a-better-outsourcing-experience/

Written by Alice Seba on April 15th, 2009

Outsourcing can be a valuable practice for many small business owners. It frees up time allowing them to handle the important areas of their business. Those areas include ones the owner truly needs to focus on. Outsourcing allows someone else, a paid assistant or other professional, to handle areas such as email, bookkeeping, etc. However, to make the most of outsourcing it is important that it be handled strategically.

The following are some tips for a better outsourcing experience:

Communicate! With outsourcing, communication is the key. Without proper communication between the business owner and the assistant, things can take a turn for the worse and quickly. You will want to make sure from the beginning that your helper understands what is expected of them, what your agreement is and how you will go about communicating, paying them and evaluating their work. A good assistant will know to ask questions should they need clarification on a project, but you can also facilitate the process. Proper communication can make life easier for both of you.

Sign an agreement. This can truly make or break the relationship. Treat your outsourcing agreements properly as a business agreement that needs to be handled in a business manner. You will want to draw up a written agreement that the both of you are satisfied with and make sure that you have a signed and dated copy to keep for your records. This will save you a lot of pain in the future if the business deal, tasks or payment arrangements are ever in question.

Be explicit with instructions and deadlines. More often than not it pays to be specific. When you give very specific instructions and set specific deadlines there are fewer questions and concerns for both parties. Even if you think something is a “given” still specify to avoid misunderstandings for the both of you.

Let go! That’s right, once you’ve given a task away to an assistant do not try to hold on and control that job. That’s why you hired someone to handle it for you, so you wouldn’t have to worry about it any longer and so you could free up your mind and your time to handle other things. So, don’t try to control all the details of the situation once you’ve passed it on.

Take time to evaluate. Take the time to review the working relationship between you and your assistant. Every so often (at minimum once a year), evaluate the work being performed and how it is helping your business. Make sure you are spending your time and money wisely. Make adjustments as necessary.