Oleh AGUSTINE DWIPUTRI
Berpikir negatif tidak hanya tertuju ke lingkungan luar, tetapi juga dapat mengenai diri sendiri. Reaksi kita terhadap kejadian apa pun sebenarnya jauh lebih rumit daripada yang terlihat. Memang penginderaan kita mencatat peristiwa tersebut, tetapi kemudian kitalah yang melakukannya sendiri. Masing-masing dari kita akan menafsirkan apa yang terjadi dengan cara kita sendiri. Padahal, seperti kita ketahui, berpikiran positif jauh lebih memberikan manfaat bagi kehidupan kita.
Pemikiran negatif ini acap kali disebabkan oleh berbagai keyakinan negatif yang sangat memengaruhi pilihan kita dalam berperilaku. Pilihan ini dipengaruhi oleh suasana hati saat ini, sejarah hidup, dan minat kita, maupun berbagai hal lain yang bersaing untuk mendapatkan perhatian kita pada saat tertentu.
Linda Blair, seorang psikolog klinis, dalam bukunya, Straight Talking (2008), menjelaskan adanya 12 keyakinan negatif yang sering terjadi pada kita. Mengingat terbatasnya ruang menulis, saya memilih tiga buah saja untuk kita pelajari bersama serta bagaimana mengubahnya agar menjadi lebih positif.
Masalahnya bukan pada saya, melainkan ada di luar sana.
Keyakinan seperti ini dikenal sebagai atribusi eksternal atau menyalahkan lingkungan/orang lain karena ketidakbahagiaan Anda sendiri. Misalnya, “Kalau saja dosen mengajar lebih jelas, pasti saya akan mendapat nilai A.” “Jika tadi tidak hujan, pasti saya bisa datang ke rapat penting tepat waktu.” Pemikiran atau sikap seperti ini sama sekali tidak beralasan. Menyalahkan orang lain untuk masalah Anda sendiri tidak hanya membuat tampak seolah-olah tidak ada jalan keluar, tetapi juga akan mengurangi rasa percaya diri Anda.
Cara Berpikir yang Lebih Positif
Anda seharusnya tidak berharap untuk mengubah orang lain. Sudut pandang mereka akan berbeda dengan Anda, dan bagaimanapun, mereka tidak akan melihat kesulitan hidup dengan cara yang sama seperti Anda. Setiap perubahan yang Anda buat harus dimulai dari dalam diri, dengan pandangan Anda terhadap kemampuan Anda sendiri, dan interpretasi Anda terhadap apa yang terjadi di sekitar Anda. Ingat bahwa mengambil tanggung jawab tidak sama dengan merasa bersalah. Rasa bersalah menghabiskan energi karena Anda merasa tidak enak dengan masa lalu Anda dan masa lalu tidak dapat diubah. Lebih baik menggunakan energi itu untuk berbuat segala sesuatu agar terjadi sekarang ini.
Rasa bersalah adalah emosi yang sia-sia. Mengapa menghabiskan waktu dengan merasa tidak enak tentang sesuatu yang sudah terjadi? Kita tidak bisa kembali ke masa lalu dan mengubahnya. Jika kesalahan telah dilakukan, yang penting adalah menerimanya dan menunjukkan tanggung jawab kita. Namun, tidak ada yang bisa diperoleh dengan menghukum diri sendiri. Sebaiknya pikirkan apa yang dapat kita lakukan untuk memperbaiki keadaan sekarang dan memastikan agar hasilnya lebih baik jika situasi yang sama muncul kembali.
Pemikiran Hitam-Putih
Kecemasan akan memolarisasi pikiran. Apabila kita terus berada dalam situasi stres dan cemas, kesimpulan kita akan sering berada dalam area “ini atau itu”, “cara baik atau buruk”, “semua atau tidak sama sekali”. Kondisi ini mencerminkan adanya kebutuhan otak untuk menyederhanakan segala sesuatu jika tengah merasakan adanya bahaya. Dalam situasi berbahaya, tidak ada waktu untuk berdebat panjang lebar atau berdiskusi secara matang. Ancaman terhadap tuntutan rasa aman merupakan reaksi langsung. Anda bertanya kepada diri sendiri: “Dapatkah saya melarikan diri atau apakah saya harus tetap tinggal dan berjuang? Saya harus memutuskannya sekarang!” Namun, seperti yang telah kita pelajari, ancaman yang menjaga kecemasan adalah ancaman potensial, bukan ancaman nyata. Diperlukan waktu untuk membuktikan seberapa besar kemungkinan ancaman tersebut. Anda perlu memikirkan dengan hati-hati agar menemukan sejumlah solusi sehingga dapat memilih yang terbaik.
Cara Berpikir yang Lebih Positif
Selalu ada lebih dari dua kemungkinan. Ada lebih banyak warna selain hitam dan putih serta gradasinya. Berpikir secara absolut, yaitu seolah-olah hanya ada dua solusi yang mungkin untuk setiap dilema yang terjadi, sangatlah membatasi. Cara yang baik untuk menghentikan kebiasaan ini adalah dengan melakukan permainan “Dan apa lagi?”. Setiap mengakhiri hari, tuliskan dua kejadian saat Anda merasa kecewa atau marah. Tanyakan kepada diri Anda apa yang membuat Anda merasakan hal ini dan tuliskan jawaban Anda. Lalu tanyakan kepada diri sendiri, “Baik, itu adalah suatu kemungkinan. Tetapi, apa lagi yang bisa membuat saya merasa seperti ini?” Terus ajukan pertanyaan ini sampai Anda tidak dapat menemukan kemungkinan lain. Kembangkan khayalan Anda sebanyak mungkin. Kenyataannya, semakin liar spekulasi Anda, semakin akan merangsang dan memperluas pikiran Anda pada kemungkinan yang lebih jauh dan semakin kreatif nantinya.
Tetapi, Saya Benar-benar “Harus”
Jika Anda didorong oleh suatu “keharusan” dalam melakukan sesuatu, maka ada suatu bahaya bahwa Anda akan merasa kesal. Resistensi Anda akan menghalangi dan membuat tugas terasa lebih seperti kerja keras daripada kesenangan. Hal ini tidak akan menguntungkan Anda, dan juga orang lain, jadi justru merupakan pemborosan usaha. “Harus” menyiratkan tugas, atau suatu reaksi terhadap tuntutan orang lain, bukan keinginan yang muncul dari hati Anda sendiri. Berhentilah mencoba untuk menyenangkan orangtua, atasan, atau siapa pun karena memiliki kewajiban.
Cara Berpikir yang Lebih Positif
“Seharusnya” tidak berarti harus melakukannya. Apabila Anda mengatakan bahwa Anda “seharusnya” melakukan sesuatu, kemungkinan besar Anda akan membicarakan suatu kewajiban dalam menetapkan sejumlah keyakinan, atau suatu kebutuhan untuk menyenangkan orang lain, selain Anda sendiri. Anda jarang melakukan apa pun yang “seharusnya” dilakukan dengan kegembiraan dan antusiasme. Jika di sisi lain Anda senang melakukan sesuatu, atau Anda ingin melakukannya, Anda pasti akan menikmati pengalaman itu. Ini akan lebih terasa seperti pilihan Anda sendiri dan pengalaman itu akan berkontribusi pada rasa kesejahteraan diri Anda secara umum.
Cara terbaik untuk mengatasi “keharusan” dalam hidup Anda adalah memulai dengan bertanya kepada diri sendiri apa cita-cita Anda atau orang seperti apa yang akan Anda bantu? Apakah ketenteraman semacam itu benar-benar perlu? Jika tidak, rumuskan ulang hal yang mungkin hanya merupakan keinginan dan bebaskan diri dari kewajiban itu.
Semoga Anda tidak termasuk dalam ketiga ciri di atas sehingga lebih dapat mengembangkan pemikiran yang positif.
No comments:
Post a Comment