Wednesday, December 26, 2012

Ini Tips Jadi Pengusaha ala Dahlan Iskan

http://finance.detik.com/read/2012/12/25/163121/2126395/4/ini-tips-jadi-pengusaha-ala-dahlan-iskan?fb_action_ids=4327326105586

Wiji Nurhayat - detikfinance
Selasa, 25/12/2012 16:31 WIB


Yogyakarta - Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Dahlan Iskan memberikan beberapa tips menarik menjadi seorang wirausaha sukses. Hal ini Ia berikan pada launching and talkshow 1000 wirausaha mandiri di Universitas Gajah Mada Yogyakarta, Selasa (25/12/2012).

"Ada tiga tips yang harus anda lakukan," kata Dahlan singkat yang menggunakan baju kemeja putih, celana hitam dan sepatu kets di UGM.

Tips pertama yang harus dilakukan menurut Dahlan adalah jangan percaya kalo pengusaha itu lahir karena darah pengusaha. Dahlan memberi contoh Ia sendiri dan teladan orang Tionghoa yang saat ini hampir menguasai perdagangan di seluruh dunia.

"Orang Tionghoa mereka hanya ketularan jadi pengusaha bukan berdasarkan keturunan.
Juga saya ayah buruh tani, ibu buruh batik saya menjadi seorang pengusaha. Jadi siapapun jadi pengusaha," jelas Dahlan.

Tips kedua dari Dahlan adalah kapan harus menjadi pengusaha. Menurut Dahlan usia muda sangat cocok untuk memulai dunia usaha. Dan tips ketiga adalah jangan memaksakan untuk cepat-cepat sukses.

"Pengusaha harus pernah ditipu dan mengalami kesulitan. Makanya dari muda jangan sudah tua menjadi pengusaha. Lihat dari kita mulai usaha," tandasnya.

Monday, December 17, 2012

Lebih Produktif Menjelang Deadline?

http://lipsus.kompas.com/blibli/



Ide cemerlang baru keluar on last minute deadline? Atau saat “tertekan” lebih produktif ? Bagi Anda yang sering mengalami kejadian seperti ini tidak perlu malu untuk mengacungkan tangan, tentunya dengan syarat, hasil akhir yang tetap memuaskan. 

Addicted to deadline! Sudah menjadi rahasia umum terutama untuk Anda yang bekerja di bidang industri kreatif, detik- detik akhir tenggat waktu adalah saat yang paling krusial. Sebuah momen dimana konsentrasi penuh tercurah, bercampur dengan perasaan excitement dan passion. Semuanya semata-mata untuk memberikan yang terbaik bagi pekerjaan yang  telah menjadi tanggung jawab.

Dari sisi time management, tentu ini menjadi sebuah “pekerjaan rumah” yang harus Anda benahi. Melanggar semua tahapan pre & post planning kadang bisa mengakibatkan risiko kerugian.

Sisi baiknya adalah tingkat kemampuan Anda untuk berpikir, berkreasi dan mengambil keputusan akan bertambah tajam. Dan bukan tidak mungkin hasil akhir yang keluar akan lebih hebat daripada yang Anda bayangkan.

If you've got stuck in a moment, bisa jadi hal tersebut karena Anda kurang memberi dorongan yang lebih pada diri Anda sendiri. Faktor luar seperti deadline memang bisa menjadi perangsang bagi Anda untuk mengeluarkan seluruh kemampuan terbaik, namun jika Anda mampu mengendalikan kreativitas dan performa kerja yang tinggi tanpa harus bergantung dengan datangnya deadline, Anda akan menikmati hasil yang luar biasa Amazing!

Tuesday, December 4, 2012

Mencegah Kebocoran



http://www.marketing.co.id/blog/2011/05/30/mencegah-kebocoran/


Loyalitas yang rendah memang menjadi isu sentral di banyak perusahaan penyedia layanan. Bagaimana strategi menjaga agar loyalitas pelanggan tetap tinggi?
Seperti sebuah lagu, kesetiaan memang sulit dicari pada zaman sekarang. Sama halnya dengan pelanggan, rasanya semakin sulit menjaga kesetiaan. Pilihan memang terlalu banyak, sehingga pelanggan pun senang untuk melirik ke sana-kemari. Lihat saja data ini: 70 persen dari nasabah bank minimal punya dua rekening bank. 80 persen dari pengguna kartu seluler ternyata pernah berganti provider minimal satu kali.
Data ini menunjukkan bahwa Anda sulit memiliki pelanggan yang abadi. Sebagian perusahaan kini sudah mengeluhkan bahwa layanan yang diberikan sepertinya sudah tidak bermakna lagi bagi pelanggan untuk kembali. Sebagian lagi merasakan tingkat kebocoran (churn) yang tinggi, melebihi besarnya pelanggan yang diakuisisi. Akibatnya secara neto, perusahaan sebenarnya kehilangan pelanggan.
Butuh waktu berbulan-bulan untuk mencari pelanggan baru, namun hanya butuh waktu beberapa detik seorang pelanggan memutuskan untuk pergi dari Anda. Itulah sebabnya, menjaga pelanggan pada zaman sekarang menjadi isu yang teramat penting.
Pelayanan mau tidak mau harus menjadi salah satu ujung tombak untuk mempertahankan pelanggan. Apalagi jika produk Anda tergolong mudah untuk ditiru, maka pelayanan harus dikedepankan untuk mencegah larinya pelanggan.
Setiap tahun Carre CCSL selalu menyelenggarakan survei pelayanan yang disebut sebagai Indonesian Service Satisfaction Index (ISSI). Survei ini dilakukan untuk  mengukur seberapa besar tingkat kualitas pelayanan di perusahaan. Survei yang sudah dilakukan bertahun-tahun bekerjasama dengan Majalah Marketing ini, pada tahun 2011 dikerjakan bersama dengan Majalah Service Excellence.
Survei yang melibatkan ribuan pelanggan ini dilakukan terhadap kontak layanan dari pernyedia layanan di berbagai industri. Tim survei melakukan wawancara terhadap pelanggan yang mempergunakan kontak layanan tertentu.
Ada dua parameter yang dijadikan tolok ukur kepuasan, yakni Perceived Service Quality (PSQ) dan Perceived Service Value (PSV). PSQ  mengukur kepuasan dalam hal akses terhadap service point tersebut, service process yang terkait layanan, kepuasan terhadap frontliner dan penanganan komplain. Sementara PSV mengukur kesetaraan antara harga yang diperoleh dengan pelayanan yang diperoleh.
Dengan adanya pelayanan yang berkualitas, diharapkan loyalitas juga bisa tercapai. Bagaimana strategi pelayanan yang tepat agar pelanggan pun bisa loyal kepada kita? Beberapa saran dari Jill Griffin, pengarang buku tentang customer loyalty bisa memberi kita arahan.
Langkah pertama yang bisa dijalankan adalah dengan membagi segmen pelanggan kita dengan baik. Tidak semua pelanggan harus diperlakukan sama. Kadang-kadang perusahaan membagi pelanggan atas dasar pareto, yakni mereka yang memberi 80% revenue perusahaan dan mereka yang hanya menyumbang 20 % revenue. Wajar jika kemudian perusahaan memberikan loyalty package yang lebih baik kepada pelanggan yang mampu memberikan kontribusi terbaik kepada perusahaan.
Perbedaan dalam melayani juga bisa dilakukan dengan membagi pelanggan berdasarkan tingkat loyalitasnya. Ada pelanggan yang baru, repeat customers, sampai pelanggan yang menjadi “corong” perusahaan kita. Setiap pelanggan dalam tingkatan ini tentu saja harus diperlakukan berbeda. Sebagai contoh adalah BAF (Bussan Auto Finance). Perusahaan leasing ini memiliki program-program khusus untuk repeat order customers dengan memberikan STAR Program, BAF Card, dan lain-lain.
Kedua, adalah dengan cara mendengarkan pelanggan secara terus-menerus. Termasuk pula dalam menggali keluhan pelanggan. Ingat fakta ini: hanya 10 persen dari pelanggan yang menyuarakan keluhannya kepada pelanggan. Sisanya adalah pelanggan yang tidak komplain namun sebenarnya dia merasa tidak ada yang menarik dari pelayanan kita, atau bahkan tidak puas. Mereka adalah pelanggan yang tiba-tiba saja “menghilang” dari pandangan Anda. Mendengarkan pelanggan juga bisa dilakukan dengan cara menggali harapan-harapan mereka, termasuk value apa yang diinginkan mereka. Dengan demikian, pada saat kita mendeliver pelayanan sudah sesuai dengan harapan mereka.
Ini misalnya dilakukan oleh Yamaha Motor Kencana Indonesia yang rutin mengadakan survei ketidakpuasan pelanggan. Tujuannya tentu saja menggali apa yang membuat pelanggan tidak puas terhadap layanan Yamaha. Ini adalah salah satu kegiatan proaktif yang dilakukan  oleh Yamaha.
Ketiga adalah dengan menciptakan strategi “win back” yang bertujuan merebut kembali pelanggan yang sudah keluar. Ada data yang menunjukkan bahwa setiap tahun perusahaan kehilangan 20 sampai 40 persen pelanggannya. Jadi secara alamiah atau tidak, minimal 20 persen pelanggan Anda bisa keluar dengan berbagai alasana. Oleh sebab itu, buatlah strategi customer win back, agar kebocoran pelanggan bisa kembali “ditambal”.
Keempat adalah selalu menjalankan sikap responsif terhadap pelanggan. Kalau Anda tidak ingin kehilangan pelanggan, responsif-lah terhadap apa yang diingini pelanggan.  Zaman sekarang ini, semua layanan harus diberikan secara cepat. Memberikan pelayanan yang lambat membuat pelanggan tidak semangat dan cenderung untuk tidak loyal.
Kelima adalah membangun multiple channel buat pelanggan. Menciptakan banyak saluran pelayanan bagi pelanggan jauh lebih baik dibandingkan hanya mengandalkan satu saluran saja. Dengan demikian hal ini bisa menghindari pelanggan keluar karena kehilangan kenyamanan dalam bertransaksi. Ini misalnya dilakukan oleh FIF (Federal International Finance) yang memberikan berbagai saluran dimana pelanggan bisa membayar cicilan dengan nyaman. Selain melalui ATM, saluran ini juga dibangun di pusat-pusat perbelanjaan dengan mendirikan kios-kios FIF.
Keenam, berkolaborasi dengan banyak partner untuk membangun kekuatan dalam memberikan pelayanan yang excellence. Di dunia pelayanan yang kompleks dewasa ini mau tidak mau kita harus bisa bekerjasama dengan banyak supplier ataupun partner untuk bisa menciptakan value kepada pelanggan. Sebagai contoh perusahaan leasing company bekerjasama dengan bank sebagai tempat untuk pembayaran cicilan.
Ketujuh, ciptakan database yang kuat dan tersentralisasi. Dengan demikian data pelanggan bisa diakses dengan cepat oleh banyak bagian, seperti bagian call center,  walk in center dan sales. Namun demikian, yang lebih penting daripada memiliki database adalah kemampuan menggali (data mining) sehingga bisa memberi banyak masukan soal apa yang sebaiknya dilakukan kepada masing-masing individu pelanggan.
Kedelapan, menciptakan loyalitas di kalangan para karyawan. Loyalitas yang kuat dari para karyawan akan mendorong mereka untuk ikut membangun kesetiaan para pelanggan.  Di FIF sendiri cara yang dilakukan adalah dengan menjalankan pelatihan-pelatihan yang bertujuan untuk memotivasi karyawan dan membangun nilai dan spirit dengan slogan “Working together with champion spirit”.
Memang memuaskan pelanggan adalah sebuah perjalanan yang panjang. Oleh karenanya, alangkah berbahagianya jika kita punya best friend forever, yakni pelanggan kita yang loyal.(Service Excellence)

Customer Oriented adalah Ibadah

http://www.marketing.co.id/blog/2011/06/30/customer-oriented-adalah-ibadah/

Dunia marketing merupakan tempat bagi orang-orang yang kreatif dan spartan. Mereka dituntut untuk menciptakan ide-ide pemasaran yang brilian dan tidak mudah untuk diikuti. Sementara itu, persaingan kian tajam, memaksa setiap marketer selalu siap memenangkan persaingan.

Makin kompetitifnya suatu persaingan, akan menghasilkan perusahaan yang tangguh dan hebat dalam menaklukkan pasar. Perusahaan yang sukses adalah mereka yang berhasil memformulasikan strategi pemasaran dengan benar, juga tepat. Bila tidak, bersiaplah menerima kenyataan yang tidak dinginkan dalam proses pembelajaran. Mahalnya ongkos pembelajaran yang dikeluarkan, hendaknya menjadi spirit untuk memberi konstribusi positif bagi perusahaan.
Perusahaan yang unggul dalam strategi pemasaran, setidaknya memperhatikan segmentasi danpositioning dengan cermat dan cerdas. Dalam pengamatan Achsan Permas, dosen senior PPM, mereka harus mengenali segmen-segmen tertentu yang masih baik daya belinya. Kemudian selalu mengikuti keinginan dan kebutuhan, juga mendeteksi preferensi dan gaya hidup mereka secara teliti. Dengan begitu, mereka bisa melayani lebih cepat. Umumnya, perusahaan yang punya integritas seperti itu akan menjadi pionir di segmen pasar tersebut. Dan pionir, lanjut Achsan, adalah attend to be a leader di market.
Contoh yang menarik adalah J-CO, perusahaan donat dan kopi milik Johnny Andrean Group. Logonya yang mirip dengan kedai kopi yang sudah leading, sempat mencuri perhatian publik. Tidak hanya itu, J-CO juga memelopori donat empuk di kelasnya. Banyak improvisasi yang dilakukan, dan kelihaian J-CO adalah melihat celah di pasar donat yang terlihat sempit. Dengan gebrakan donat empuknya, konsumen yang antri pun tidak merasa lelah. Malah semakin asyik dan terkesan tren, makan donat harus antri dulu.
Achsan berkomentar, kecerdikan J-CO adalah menemukan segmen yang daya belinya baik, lalu memenuhi kebutuhan mereka. “Jadi, kemampuan untuk mengetahui secara tepat kebutuhan dari segmen tertentu, menjadi kunci utama,” jelasnya. Begitu pula Sozzis. Mereka mencari terobosan untuk mempopulerkan kebiasaan makan daging. Kemampuan mereka mendeteksi kebiasaaan anak-anak untuk snacking adalah gagasan yang cukup bagus. Lebih lanjut, ia mengatakan, “Saya lihat, kualitas produk Sozzis harus segera ditingkatkan. Saya coba tanya beberapa mahasiswa, mereka bilang susah bukanya, harus pakai gunting.” Karena itu, Achsan menyarankan agar dicari kemasan yang lebih praktis.
Soal taste tidak jadi masalah. Kemampuan mencari celah untuk masuk ke pasar yang ingin dibidik, sebenarnya menjadi added value Sozzis untuk lebih intens lagi men-drive market. Achsan melihat kasus J-CO dan Sozzis, dan Pocari Sweat sebagai perusahaan yang mampu leading. Karena mereka menemukan segmen dengan daya beli yang baik, kemudian memenuhi kebutuhan mereka.
Selanjutnya, salah satu persoalan mendasar dalam mensukseskan kegiatan pemasaran, yaitu bagaimana pelayanan yang diberikan lebih bersifat customer oriented. Karena ini merupakan competitive advantagedari perusahaan. Achsan Permas mencontohkan kasus Nike. Perusahaan sepatu asal negeri Paman Sam itu tidak mempunyai pabrik. Ia hanya memperkuat competitive position-nya dan meng-enhance desain produk. Untuk urusan pabrikasi, Nike memilih outsourcing.
Karenanya, papar Achsan, ada tiga hal yang mendasari strategi pemasaran suatu perusahaan: customer oriented, distinctive capabilities, dan value enhancing. Ketiganya adalah emas. “Mendeteksi pasar dan menggabungkan customer oriented, jadi dia harus lihat pasar, apa sesuai dengan keinginan pelanggan. Baru dia menemukan apa yang dia bisa sampaikan ke konsumen. Dan itu selalu diperkuat. Misalnya, produk yang tidak mudah ditiru,” demikian Achsan memaparkan strategi pemasaran yang patut dicontoh oleh mereka yang ingin menjadi the winner.
Sedangkan untuk para pemain baru, mereka harus bekerja ekstra lagi karena belum mempunyai basis pelanggan. Terobosannya, pemain baru yang ada bisa memakai blue ocean strategy. Asalkan mereka mengetahui persis pasar mana yang akan dibidik. Syaratnya, mesti punya pengalaman di pasar dulu. Kalau tidak, mereka harus investasi besar di SDM dan advertising, serta memperkuat jalur distribusi.
Selain itu, inovasi merupakan solusi untuk memenangi pasar. Tetapi harus melibatkan tim R&D yang tangguh. Atau bekerja sama dengan para entrepreneur baru. Achsan menilai, bahwa inovasi di pemasaran dimulai dengan membuat produk-produk baru, kemudian dikomersialisasi. Yang menarik, para pemasar harus melihat customer oriented sebagai faktor kunci dari setiap kegiatan pemasaran yang dilakukan. Bahkan ia menjelaskan bahwa customer oriented adalah ibadah. “Laksanakan dengan kesungguhan, sebagaimana kita beribadah.”

Cara Lain Menjual “Kenangan”

http://www.marketing.co.id/blog/2011/06/27/cara-lain-menjual-%E2%80%9Ckenangan%E2%80%9D/

Konsep Hall of Fame yang diadopsi 3D Baby Prints ternyata mampu mendulang untung. Bagaimana upaya sang pemilik merintis bisnis ini?

Rasanya, sudah banyak pengusaha yang bergelut di bisnis pernak-pernik bayi. Ada yang dibuat secara massal, ada pula yang handmade. Namun, sesaknya pemain di segmen bayi ini tidak menyurutkan niat Henny Tan untuk ikut  mencicipi renyahnya bisnis tersebut.

Di bawah bendera PT Tatacipta Mega Pelangi, Henny menjalankan bisnis berlabel 3D Baby Prints. Perusahaan yang berdiri tahun 2006 lalu ini mengkhususkan diri pada pembuatan replika kaki, tangan, maupun anggota tubuh lainnya—sesuai permintaan pelanggan.
“Terinspirasi dari para orangtua yang ingin mengenang masa indah saat bayi mereka lahir, betapa mungil tangan dan kaki mereka, maka saya membuat produk replika ini,” katanya. Bayi memang tumbuh terlalu cepat. Oleh karena itu, Henny menawarkan produk yang membuat momen indah itu dapat dikenang seumur hidup.
Sebenarnya, produk replika semacam ini sudah marak di luar negeri, salah satunya Amerika Serikat (AS). Di Indonesia sendiri, pemainnya tergolong langka. Hampir dipastikan jumlahnya bisa dihitung dengan jari karena tidak terdengar sepak terjangnya. “Tahun 1996, ada beberapa pemain, tetapi pasarnya tidak meluas. Hanya terfokus di Jakarta saja,” ungkapnya.
Henny pun memutuskan untuk melebarkan sayap bisnisnya hingga ke luar kota. Sayang, keinginannya tak semudah membalikkan telapak tangan. “Untuk membuat satu pesanan replika, saya harus datang kecustomer guna proses pencetakan bentuk. Apalagi, pembuatannya sangat tergantung pada mood sang bayi agar hasilnya sesuai keinginan,” tambahnya.
Kalau sudah begitu, bisa dibayangkan berapa budget yang harus dikeluarkannya untuk menyambangi pelanggan di daerah. Maka, satu strategi jitu ditempuhnya, yakni membuat konsep waralaba. Tepat tahun 2008, waralaba miliknya resmi diluncurkan. Dijelaskannya, sistem ini sangat membantunya menggulirkan roda bisnis, yang semula cuma dijalankan oleh tiga orang.
Kini gerai 3D Baby Prints sudah bisa ditemui di Solo, Surabaya, Malang, Semarang, Manado, Riau, Medan, Bali, Makassar, dan Balikpapan. Namun, satu daerah tidak boleh dipegang lebih dari satu franchisee. Tujuannya agar tidak terjadi bentrokan. Tempat usaha yang digunakan bisa berbentuk rumah, toko ataupun outlet di dalam mal. “Jadi, tidak ada kendala dalam pemilihan lokasi penjualan. Yang terpenting adalah sistem jaringan penjualan,” tegasnya.
Untuk menjadi franchisee, harga yang ditetapkan terdiri dari tiga pilihan: Rp 38 juta, Rp 58 juta, dan 138 juta untuk masa 5 tahun. Selain mendapat suplai bahan dasar pembuatan replika, juga diberikan training cara pembuatan replika selama 3 hari, selanjutnya diinformasikan lewat e-mail.
Produk-produk 3D Baby Prints terbagi dalam beberapa kategori. Harga yang dipatok berbeda untuk skala usia yang dimulai dari nol hingga 8 tahun. Sebagai informasi, pemesanan 1 pieces tangan bayi berusia nol sampai 3 bulan seharga Rp 149 ribu; 4-12 bulan Rp 199 ribu; 13-24 bulan Rp 249 ribu; 25-36 bulan Rp 299 ribu; 3-5 tahun Rp 399 ribu; dan usia 6-8 tahun seharga Rp 399 ribu. Harga tersebut belum termasuk frame, panel kayu maupun plakat nama. Selain itu, masih dibagi lagi menurut jumlah pieces yang dipesan yakni 1pieces tangan/kaki, 2 pieces tangan/kaki, serta 4 pieces berupa 2 tangan dan 2 kaki.
“Memang harga yang ditawarkan terkesan mahal. Tetapi, saya menilai produk ini adalah karya seni dan dibuat secara handmade. Jadi, wajar saja harganya seperti itu. Di samping itu, pengukuran harga juga dipengaruhi oleh human resource,” ujarnya.
Yang jelas, produk ini didesain khusus untuk setiap pelanggan. Hasil satu desain berbeda dengan desain lainnya. Jadi, sifatnya eksklusif. Menurutnya, bahan yang digunakan pun berkualitas tinggi. Bahan tersebut tidak berbahaya bagi bayi karena terbuat dari rumput laut yang berasal dari AS. Kelebihan lainnya, obyek replika bisa diraba secara utuh lantaran  diabadikan dalam bentuk tiga dimensi.
Ditegaskan Henny, target market-nya tak sebatas kalangan menengah ke atas saja,  masyarakat menengah ke bawah juga banyak yang memesan. Apalagi replika yang dibuatnya bukanlah barang yang mengikuti tren pasar. Siapa saja bisa menikmati produk ini selama orang tersebut menyukai karya seni—apa pun bentuknya.
Oleh karena itu, ia tak sungkan-sungkan menawarkan kerja sama dengan beberapa rumah sakit dan toko yang khusus menjual pernak-pernik bayi. Sejauh ini, sudah ada 4 rumah sakit yang menjadi mitranya, 2 di Solo dan 2 lagi di Medan. Di luar itu, ada beberapa data mitra lainnya yang belum masuk ke laporannya karena jumlahnya kian menumpuk.
Untuk promosi, 3D Baby Prints menggunakan jalur above the line dan below the line. Hal pertama yang dilakukan Henny adalah mengikuti pameran-pameran di beberapa mal untuk menarik calon pembeli. Kegiatan tersebut diselenggarakan secara kontinu sebulan sekali. Satu pameran mampu membukukan hingga 100 order. Ia pun mengandalkan word of mouth dalam strategi marketingnya.
“Sekarang saya juga mulai memasang iklan di beberapa media massa untuk menjaring pasar yang lebih luas lagi. Materi iklan ini tak hanya difokuskan pada produk bayi saja, tapi juga dewasa seperti replikawedding. Istilahnya, menggarap pasar family,” ujarnya.
Diceritakannya, selama menggeluti bisnis replika, ia hampir tak pernah mengalami kendala. Selain minimnya jumlah kompetitor, omzet yang didapat pun cukup menggiurkan. Jika mampu menjual 30 pieces sebulan, maka rata-rata laba yang bisa diraup mencapai Rp 5-6 juta per bulan. Hanya saja, kesulitan terletak pada bahan yang mudah pecah sehingga harus berhati-hati saat melakukan finishing.
Lantas, bagaimana prospek bisnis replika ini ke depannya? “Bisnis ini akan terus berjalan selama masih ada bayi yang lahir. Juga selama masih ada orang yang menyukai karya seni atau ingin mengabadikan momen,” pungkasnya optimistis.

Mobile Marketing: Masa Depan Dunia Marketing

http://www.marketing.co.id/blog/2010/02/28/mobile-marketing-masa-depan-dunia-marketing/

image


Ponsel adalah barang yang selalu dibawa kemanapun kita pergi. Kedekatannya dengan sang pemilik membuat gadget ini menjadi media yang sangat potensial untuk melakukan promosi. Personal, kontekstual, dan real-time.
Kalau ada pertanyaan benda apa yang tak pernah ketinggalan dalam kegiatan kita sehari-hari, mungkin jawabannya adalah ponsel. Dari riset yang pernah dilakukan oleh IDC (International Data Corporation) pada tahun 2007 silam, terungkap bahwa 38% responden yang berjumlah 2.400 orang dari 17 negara memilih membawa ponselnya ketimbang dompet.
Penelitian ini jelas memperkuat anggapan bahwa ponsel adalah bagian tak terpisahkan dari aktivitas sehari-hari kita. Pernah ada rekan kerja yang ponselnya ketinggalan di rumah dan sepanjang hari dia terlihat kebingungan. Dia merasa seperti ada yang hilang dari hidupnya hari itu.  Tentunya bukan rekan kerja itu saja yang mengalami hari yang aneh ketika ponselnya tertinggal. Mungkin hampir dari kita semua akan merasakan hal yang sama.
Keterikatan kita yang cukup luar biasa pada ponsel dengan sendirinya membuat ponsel menjadi media yang sangat penting. Mobile device bahkan disebut-sebut sebagai media generasi ketujuh setelah surat kabar, rekaman, sinema, radio, televisi, dan internet. Sementara dalam dunia media digital, mobile device menjadi generasi kedua setelah internet.
Mobile device memiliki setidaknya tiga kelebihan dibanding media-media terdahulu. Pertama, mobile device tak sekadar alat komunikasi, lebih jauh perangkat ini telah menjadi fashion statement seseorang. Pilihan merek dan tipe ponsel akan menjadi pernyataan identitas dan gaya hidup seseorang.
Kedua, mobile device selalu dibawa kemanapun kita pergi dan umumnya selalu dalam keadaan hidup selama 24 jam. Saat ini jarang rasanya kita menemukan orang-orang yang mematikan ponselnya setelah jam kantor, apalagi di kalangan eksekutif. Ponsel mereka hidup dan siap menerima panggilan selama 24 jam. Karena setiap dering telepon atau SMS yang masuk bisa jadi sebuah peluang bisnis. Kalau sampai terlewat karena ponsel mati tentu sebuah kerugian. Ketiga, ponsel memberikan pengalaman unik kepada penggunanya dari kamera dan voice.
Keunikan serta kemampuan yang dimiliki ponsel dengan sendirinya akan menciptakan kapabilitas konsumen dan model periklanan yang baru. Ponsel akan menjadi media promosi yang sangat kuat dengan kemampuannya menyampaikan pesan yang kontekstual, personal, dan real-time. Hal ini jelas keunggulan paling mencolok di antara media-media lainnya seperti media cetak, radio, dan televisi.
Saat ini tercatat ada lebih dari tiga miliar pengguna ponsel. Jumlah ini tiga kali lipat lebih banyak ketimbang pengguna PC. Sementara akses internet juga mulai bergeser ke arah mobile internet, jumlah pengguna mobile internet kini mencapai seperempat dari total pengguna internet.
Tak hanya itu, kini jumlah ponsel bahkan dua kali lebih banyak daripada jumlah televisi. Hal ini tentu fakta besar tapi bukan hal yang mengejutkan. Coba Anda bayangkan ada berapa TV set di rumah Anda, bandingkan dengan jumlah ponsel yang Anda dan anggota keluarga Anda miliki. Tentu jawabannya akan lebih banyak jumlah ponsel di rumah Anda bukan?
Seperti halnya internet, ponsel kini telah menjadi media massa baru. Dengan lebih dari satu miliar handsetyang terjual di seluruh dunia setiap tahunnya dan infrastruktur jaringan mobile broadband yang dapat mentransmisi pesan-pesan komunikasi, ponsel – pada tingkatan dasar – siap menjadi media promosiprime-time.
Hal yang juga sangat penting adalah bahwa ponsel memiliki atribut unik dibandingkan pilihan media lainnya, termasuk spesifikasi geografis ataupun lokalitas. Media ini juga memiliki potensi personal karena tiap konsumen memiliki handset sendiri. Setiap faktor tersebut merupakan pembeda utama sekaligus nilai terbesar bagi para marketer. Hal ini membuat media selular memiliki potensi untuk meraup belanja per tahun sebesar 500 miliar dolar AS di seluruh dunia.
Namun, seperti halnya media yang baru lahir, penciptaan pengalaman-pengalaman yang luar biasa bagi para penggunanya merupakan sebuah hal yang sangat kritikal. Mengapa? Karena pengalaman-pengalaman inilah yang akan mendorong adopsi konsumen secara masif. Adopsi yang dimaksud tak hanya dari segi jumlah pemakai, tetapi juga kemampuan dan kemauan konsumen mengulik dan memanfaatkan fitur yang disediakan secara maksimal.
Hal itu kini mulai terlihat. Salah satunya dengan semakin tingginya aktivitas ponsel para pengguna. Kini ponsel tak lagi hanya digunakan untuk bertelepon dan saling kirim pesan singkat. Tetapi digunakan pula untuk mendengarkan musik, melihat video, bermain game, bahkan mendengarkan ceramah keagamaan dan mempelajari kitab suci.
Menurut data dari Informa, pada tahun 2006 total value global untuk mobile content mencapai 31 miliar dolar AS. Jumlah ini melampaui pendapatan internet yang hanya 25 miliar dolar AS. Pada tahun 2007, konten musik mencapai nilai 9,3 miliar dolar AS, sementara mobile gaming mencapai 5 miliar dolar AS.
Hal ini tentunya menjadi sinyal positif bagi marketer. Meski begitu, para marketer harus tetap berhati-hati dalam melancarkan promosi melalui media ini. Cara-cara yang digunakan haruslah kreatif dan sudah barang tentu mendapat izin dari penguna ponsel. Karena kalau tidak, bisa saja promosi yang dilancarkan akan dianggap sebagai spam. Namun, bila dijalankan dengan benar, keuntungan-keuntungan yang didapat tentunya akan jauh lebih besar dari yang jumlah rupiah yang kita investasikan.
Di Amerika Serikat sendiri mobile advertising berada pada tahap berkembang. Hal ini sebenarnya tak berbeda jauh dengan kondisi di belahan dunia lainnya, termasuk Asia. Menurut Association of National Advertisers, pada tahun 2007 spending pada mobile advertising sebesar 150 juta dolar AS. Namun, angka ini diyakini akan berubah dengan cepat saat generasi yang lebih muda – usia 11-17 tahun – menjadi dewasa.
Semakin dewasanya generasi tersebut tentunya akan dengan sendirinya mengubah pola perilaku konsumen. Pola konsumsi mereka tentunya akan jauh berbeda dengan generasi sebelumnya. Satu hal yang pasti, mereka akan lebih cepat mengadopsi sebuah teknologi baru. Generasi tersebut bahkan tak mengenal sebuah ponsel tanpa kamera atau hidup tanpa text messaging.
Konsumen generasi inilah yang akan menjadi target utama mobile advertising, karena merekalah yang akan mulai melihat iklan-iklan di ponsel mereka. Interaktivitas media dan iklan pun akan bertransformasi menjadi bentuk baru dengan medium komunikasi yang baru, salah satunya mobile device.
Masalahnya, siapkah para marketer kita menyambut hadirnya era ini? Di Indonesia sendiri mobile marketing maupun mobile advertising belumlah begitu populer. Langkah-langkah kecil sudah dilakukan dalam bentuk SMS marketing atau gaming marketing. Namun, sesungguhnya masih banyak yang bisa dilakukan lewat media ini. Mobile marketing dan mobile advertising diramalkan akan menjadi masa depan dunia marketing dan periklanan. Karenanya persiapkan strategi jitu lewat media ini sekarang. Jangan tunggu sampai besok.

Harus Komitmen Jika Layanan Ingin Berkualitas

http://www.marketing.co.id/blog/2011/05/04/harus-komitmen-jika-layanan-ingin-berkualitas/


Siapa yang tak kenal dengan travel Cipaganti. Banyak orang, terutama yang suka mondar-mandir Jakarta–Bandung, pasti mengenal biro travel satu ini. Di antara biro-biro travel yang ada, bisa dikatakan Cipaganti adalah leading di bisnis ini. Perjalanan menapak tangga sukses sebagai biro travel terkenal memang tidak terlepas dari tangan dingin manajemen perusahaan, terutama Andianto Setiabudi, sebagai pendiri sekaligus pimpinan Cipaganti.
Keberadaan Cipaganti Group dimulai dengan dibukanya usaha jual-beli mobil bekas dengan nama Cipaganti Motor oleh Andianto Setiabudi pada tahun 1985, di jalan Cipaganti nomor 84, Bandung. Perkembangan usaha dari tahun ke tahun mengalami peningkatan yang cukup baik sehingga memiliki beberapa showroom mobil bekas di jalan Cipaganti, jalan Cihampelas, dan jalan Abdul Muis (d/h Pungkur) Bandung.
Seiring perkembangan perekonomian nasional dan banyaknya perusahaan besar yang melakukanoutsource untuk kebutuhan kendaraan sebagai sarana transportasi dan operasional perusahaan, bisnis dikembangkan menjadi Cipaganti Rental yang menyewakan segala jenis dan merek kendaraan, mulai dari angkutan barang, kendaraan untuk penumpang dan pernikahan, serta paket wisata.
Sejak itu, perusahaan ini terus berkembang dengan diversifikasi berbagai jenis layanan. Layanan-layanan tersebut di antaranya adalah jasa travel yang dibangun pada tahun 2002. Jasa travel ini merupakan layanandoor to door, dengan rute awal Bandung–Bogor, kemudian Bandung–Jakarta, dan rute lainnya. Kemudian, tahun 2006, dengan adanya akses jalan tol Cipularang, terbuka peluang usaha baru bagi Cipaganti Otojasa mengembangkan layanan shuttle service point to point Bandung–Jabodetabek.
Tahun 2007 adalah pencetusan konsep transportasi terpadu dengan adanya penambahan jasa layanan bus pariwisata, tours & airlines ticketing, ditambah layanan dokumen, paket kargo dan taxi, memberikan solusi menyeluruh kebutuhan transportasi. Peluang usaha ini sangat besar dan luas sesuai dengan permintaan pasar, karena itu Cipaganti terus mengembangkan dirinya sesuai dengan kebutuhan masyarakat yang memerlukan sarana transportasi antarkota yang aman.
Untuk ukuran Jabodetabek, Cipaganti sudah punya nama yang kuat. Ini terlihat dengan banyaknya penumpang yang memilih menggunakan Cipaganti. Dan banyak di antara mereka yang loyal terhadap perusahaan yang kini berkembang menjadi perusahaan transportasi terpadu ini. Mengenai siapa pelanggannya, Tommy Teguh Susetio, Direktur Marketing Cipaganti Group menjelaskan, pelanggan Cipaganti ada di level A dan B. Cipaganti masuk ke harga medium, sehingga berbeda dari brand lain. Mereka juga punya second brand bernama “Star Shuttle” yang dibuat untuk range ekonomis.
Adanya inovasi pelayanan yang diberikan membuat loyalitas konsumen Cipaganti cenderung meningkat terus. Hal ini bisa dilihat dari keakraban penumpang atau pengguna jasa layanan Cipaganti kepada para kru perusahaan tersebut—di samping bertambahnya jumlah penumpang.
Meskipun banyak pelanggan yang loyal terhadap Cipaganti, bukan berarti perusahaan ini menjadi terlena. Upaya peningkatan layanan terus dilakukan agar loyalitas pelanggan tetap terjaga. “Persaingan yang ketat memang mengharuskan kami untuk selalu improve dalam pelayanan. Komitmen adalah hal yang kami jaga untuk memberikan layanan terbaik bagi pelanggan,” jelas Tommy.
Dikatakan oleh dia bahwa untuk peningkatan mutu layanan, Cipaganti telah punya strategi. Pertama, yang dilakukan adalah memilih pengemudi yang berkualitas, terutama dalam hal performa. Misalkan, penampilan pengemudi kendaraan Cipaganti harus rapi, rambut tidak boleh berantakan, tidak bertato di bagian tubuhnya, dan tidak merokok. Hal-hal tersebut tentunya akan menaikkan service level Cipaganti.
Pembinaan terhadap petugas CS pun terus dilakukan. Setiap bulan, mereka akan mendapat trainingtentang tata cara bersikap dalam melayani pelanggan. Tujuan dari pelatihan ini agar terjadi continuous improvement dalam pelayanan. Pengajarnya berasal dari internal perusahaan, yaitu level manager hinggageneral manager.
Kualitas pelayanan juga ditunjukkan oleh Cipaganti dengan melakukan business commitment. Perusahaan tetap memberangkatkan kendaraan meski saat keberangkatan tiba hanya ada satu penumpang. “Memang, sekilas kelihatan rugi kalau hanya memberangkatkan satu orang. Namun, ini adalah komitmen kami sebagai bentuk layanan yang kami berikan kepada pelanggan,” tandas Tommy.
Cipaganti memperhatikan betul sikap para sopirnya, mengingat mereka adalah petugas yang berhubungan langsung dengan pelanggan selama perjalanan. Kepada para sopir tersebut diterapkan “Golden Rules” (Peraturan Emas). Tommy menjelaskan, aturan tersebut adalah: pertama, tidak boleh menggunakan bahu jalan. Kedua, tidak boleh menerima pesan SMS atau menelepon saat mengemudi. Ketiga, tidak boleh merokok di dalam mobil. Semuanya ada 10 poin. Dalam urusan sopir ini, Cipaganti bersikap tegas. Begitu sopir melakukan satu pelanggaran saja, dia akan terkena determination langsung.
Kemudian, seiring dengan kemajuan teknologi, Cipaganti pun tidak mau ketinggalan. Demi memudahkan pelanggannya, perusahaan ini telah membuka layanan pesan tiket secara online. Layaknya pemesanan tiket penerbangan, pelanggan Cipaganti bisa memesan tiket secara online di mana pun dia berada. Ke depannya, layanan berbasis internet ini akan dikembangkan terus oleh Cipaganti. Sayangnya, Tommy belum bisa menjelaskan secara lebih rinci tentang layanan berbasis internet yang dikembangkan di masa mendatang.
Bagi Cipaganti, kepuasan pelanggan sangatlah penting. Untuk itu, menurut Tommy, ada satu cara yang dilakukan manajemen Cipaganti dalam rangka mencari tahu needs dari customer mereka, yaitu menggali informasi melalui penyebaran kuesioner ke pelanggan. Isi dari kuesioner tersebut di antaranya soal layanan. Dari kuesioner ini, perusahaan dapat mengetahui harapan-harapan pelanggan dan hal tersebut dipakai sebagai dasar untuk merumuskan strategi dalam membangun layanan.
Service quality adalah melayani pelanggan dengan hati. Jika bisnis ini dilakukan dengan benar dan ada ‘hati’nya di situ, maka service akan berjalan dengan sendirinya,” kata Tommy mengakhiri wawancara.(Service Excellence/Noor Yanto)

Merebut Hati dengan Experiential Marketing

http://www.marketing.co.id/blog/2010/01/13/merebut-hati-dengan-experiential-marketing/

KidZania (5)

Experiential Marketing makin menjadi sebuah strategi penting perusahaan. Seperti apa perusahaan yang menerapkannya?

Salah satu yang membuat pelanggan loyal adalah ketika perusahaan mampu menyentuh sisi pengalaman pelanggan. Konsep experiential ini pertama kali dipopulerkan oleh Prof. Bernd H. Schmitt— dosen Columbia Business School. Menurut Schmitt, ada lima elemen yang perlu diperhatikan dalam menarik dan merebut hati pelanggan. Kelima elemen itu antara lain sense, feel, think, act, dan relate.
Melalui konsep ini, perusahaan mencoba melibatkan konsumen melalui emosi, perasaan, mendorong mereka untuk berpikir, melakukan tindakan, maupun menjalin komunitas. Keberhasilan mengeksekusi lima elemen ini akan membuat merek tertanam lebih dalam di hati pelanggan.
Bermain dan Belajar
Kidzania adalah perusahaan yang mencoba menawarkan brand experiential kepada anak-anak. Kidzania cukup menyuguhkan wahana bermain dan belajar yang menghibur. Sepertinya tidak ada yang menyamai strategi Kidzania dalam menggarap experiential marketing ini. “Kami mengusung apa yang disebut revolutionary marketing yang berbeda dengan marketing konvensional seperti iklan biasanya. Dalam marketing konvensional, pelanggan tidak terlalu dilibatkan secara langsung. Tapi, sekarang, kami melibat sepenuhnya pelanggan dengan brand yang sedang dipromosikan,” kata Andhie Saad, Chief Executive Officer Kidzania.
Kemasan produk Kidzania disesuaikan dengan kategorinya, yakni anak-anak (4-15 tahun) dan orangtua sebagai pendamping mereka. Pada tahun 2008, jumlah pendamping di Kidzania cukup besar mencakup 30 persen dari total pengunjung Kidzania.
“Di semua stationer Kidzania, ada berbagai macam brand. Ini bukan sekadar brand sebagai papan nama atau bilboard. Tapi, brand ini memainkan keterlibatan anak-anak. Anak-anak dibawa pada pengalaman behind the scene dari brand tersebut,” imbuh Andhie.
Anak-anak mungkin sudah mengenal beberapa brand seperti cokelat, biskuit Mayora, bank BCA, dan sebagainya. Di Kidzania ini, mereka benar-benar dipertemukan siapa sebenarnya merek-merek tersebut. Misalnya, anak-anak dilibatkan dalam miniatur pabrik biskuit. Mereka bisa bersentuhan langsung apa yang dinamakan tepung terigu. “Bersentuhan langsung itu menjadi kuncinya. Ada pengalaman mencium, memegang, membauhi, mengoperasionalkan, dan sebaginya. Itu pengalaman yang kami bagikan pada mereka,” imbuhnya.
Andhie menambahkan bahwa Kidzania mencoba membidik pasar masa depan. Hampir seluruh permainan yang ada di Kidzania merupakan miniatur dari pekerjaan dan produk orang dewasa, seperti menaiki mobil, mengoperasikan pesawat terbang, pemadang kebakaran, tukang cat, menjadi polisi lalulintas, mencairkan cek di bank, menarik uang dari ATM, membacakan berita di studio TV, mencari dan menulis berita, dan sebagainya.
“Semua feature product. Saat ini, mereka bukanlah pembeli efektif. Tapi, ini investasi ke masa depan mereka. Selain itu, anak-anak merupakan influencer bagi orangtuanya. Pada suatu saat nanti ketika mereka dewasa, mereka akan memenuhi kebutuhan hidup mereka dengan mengacu pada merek-merek yang mereka alami sendiri di Kidzania,” katanya.
Respon positif datang dari anak-anak maupun orang tua mereka. Volume pengunjung pun terus meningkat. Wahana anak yang mulai beroperasi 24 November 2007 dan terletak di Pacific Mall, Pusat Bisnis Sudirman ini kian diminati.
“Kidzania sebenarnya menjadi media anak-anak untuk meneropong masa depan mereka. Kami mau menjawab problem link and match antara pendidikan dan profesi di masa mendatang,” imbuhnya.
Untuk memperkuat ikatan pelanggan Kidzania, diadakanlah Kongres Kidzania. Ini merupakan kongres anak-anak usia lima tahun sampai SMP untuk memilih anggota legislatif Kidzania. Perannya persis anggota DPR, yakni merancang undang-undang, melakukan lawatan ke marketing patner Kidzania, melakukan studi banding ke luar negeri, dan sebagainya.
“Konsep ini merupakan suatu experience yang luar biasa. Selain itu, agar tidak bosan. Kidzania memberikan topik-topik kegiatan yang baru, seperti Kidzania forest, Miss Kidzania, dan topik-topik tematik lainnya seperti Hari Kartini, Hari Bayangkara, dan sebagainya,” katanya.
Mengoptimalkan Peran Outlet 
Untuk produsen produk elektonik, Sony sukses membawa pelanggan dalam experiential marketing ini. Usai mengalami kemunduran dalam penjualan televisi, Soni mulai menggebrak pasar dengan empat produk andalan, yakni handycam, kamera digital, notebook, dan play station. Selain itu, Sony membuka gerai elektronik bernama Sony Center yang mengusung kenyamanan. Selain itu, konsep serupa diterapkan dalam Vaio Shopnya.
“Sony membangun experiential marketing melalui servis sekaligus showroomnya. Khususnya, melalui Sony Center maupun Vaio Shop. Dari sisi visual merchandising-nya sudah dibuat sedemikian rupa untuk mendukung hal ini. Semua mencerminkan jaminan mutunya Sony,” kata Rini F Hasbi, Marketing Communication Sony.
Asal tahu saja, Sony berhasil membuat pengunjung gerainya merasakan pengalaman yang dengan produk-produknya. Bila dibandingkan dengan gerai elektronik lainnya, Sony Center mengusung sesuatu yang berbeda. Interiornya dibuat sedemikian rupa sehingga membuat pengujung bisa senyaman mungkin melakukan eksplorasi produk. Termasuk juga dalam penataan produk, pengkategorian, tata lampu, dan servis. Semua menguarkan warna dan suasana modern sekaligus elegan.
“Strategi experiential juga kami terapkan dalam bagian customer information center (CIC). Kami mempunyai standar khusus para frontliner. Mereka cukup berpengetahuan. Mempunyai etika dasar dalam memperlakukan konsumen,” katanya.
Selain itu, Sony mempunyai website yang sangat berorientasi pada pelanggan. Di sana, ada berbagai fitur yang memudahkan pelanggan mencari service center, spesifikasi produk, tutorial, dan sebagainya.
Pengembangan experiential marketing melalui outlet juga dilakukan oleh Telkomsel. Operator Telkomsel berupaya membagun outlet-outlet layanan yang dikenal dengan Grapari Telkomsel. Grapari merupakan outlet servis yang menawarkan konsep experiential pada pelanggannya.
Pengunjung yang datang ke gerai tidak harus bengong mengantri layanan. Di gerai itu, pengunjung bisa menjajal i-Pod, Telkomsel Flazz, dan produk-produk lainnya. Selain melalui gerai, Telkomsel juga menservis pelanggannya dengan program lain, seperti ring back tone, pameran, dan servis lain yang mencoba mendekatkannya dengan pelanggan.
Berbasis Teknologi
Experiential marketing juga bisa dilakukan melalui berbagai perangkat yang berbasis teknologi. Pada dasarnya, teknologi di sini sifatnya memudahkan pelanggan dalam memenuhi kebutuhannya. BCA sebagai pemimpin pasar di dunia perbankan sudah lama mengembangkan berbagai layanan berbasis teknologi, seperti ATM, kartu Flazz, call center Halo BCA, dan sebagainya.
Pada dasarnya, BCA mampu memberi sentuhan pengalaman unik pada pelanggannya. Para nasabah dipermudah dalam melakukan transaksi dengan sentuhan teknologi canggih.
Dengan Halo BCA, pelanggan bisa langsung berkomunikasi dengan para customer service kapan saja. Termasuk dalam menyampaikan komplain maupun bertanya seputar produk dan aplikasi BCA. (Majalah MARKETING/Sigit Kurniawan)

Agar customer tak pindah ke lain hati

http://www.marketing.co.id/blog/2011/07/08/agar-customer-tak-pindah-ke-lain-hati/


Melayani konsumen bukan pekerjaan mudah. Apalagi menyangkut garapan bisnis yang menyasar niche market. Pasalnya, karakteristik konsumen di pasar ini cenderung kritis. Lambat melayani, bisa ditinggalkan.
Dalam ilmu kesehatan ada pepatah ”lebih baik mencegah daripada mengobati”. Soalnya, kalau sudah sampai pada tahap mengobati, banyak yang harus dikeluarkan; biaya, tenaga, pikiran dan perasaan. Pepatah ini bisa juga diterapkan pemasar dalam men-treatment pelanggan. Jangan sampai mereka keburu kecewa sehingga lepas dari genggaman. Sebab, kalau sudah lepas, banyak yang harus dikorbankan. Itu pun belum tentu menjamin “sembuh”. Pelanggan yang telanjur kecewa akan berat hati untuk kembali lagi. Karena itu, barangkali penting bagi pemasar untuk mencermati syair Katon Bagaskara agar pelanggan “tak pindah ke lain hati”.
Salah satu perusahaan yang mengadopsi pepatah di atas dalam divisi Customer Service-nya (CS) adalah Soewarna Business Park (SBP). Perusahaan yang menawarkan jasa lahan, kantor, dan pergudangan di area Bandara Soekarno-Hatta ini memang paling berkepentingan terhadap kepuasan layanan konsumen. Bayangkan bila mereka kehilangan sedikit saja dari 60 customer, yang semuanya perusahaan besar itu, dampaknya pasti langsung terasa. Makanya, SBP tidak mau main-main dengan fasilitas layanan konsumennya.
Agaknya, perusahaan yang menyebut pelanggannya sebagai community itu relatif gampang mengintip keinginan pelanggan. Tapi tunggu dulu, bukan berarti mudah pula memenuhi kepuasan pelanggansegmented seperti itu. Naluri ketanggapan yang cepat dan cerdik dalam memberikan berbagai fasilitas layanan kudu dipunyai. Dengan kata lain, fasilitas layanan mereka tak boleh yang standar-standar saja, apalagi harus diminta dulu. Kiatnya, seperti dituturkan Ishak Chandra, Senior GM Operation SBP, ialah selalu berusaha mendahului apa yang akan menjadi kebutuhan customer sebelum itu jadi sesuatu yang mendesak. Misalnya, perkembangan IT yang makin canggih mengharuskan pihaknya memprediksi kebutuhan-kebutuhan pelanggan di masa mendatang. Dengan cara inilah, SBP berharap persaingan tetap bisa dimenangkan.
Tampaknya, kiat mereka cukup berhasil. Padahal, kalau dilihat dari sisi harga, yang ditawarkan SBP jauh lebih besar –mencapai 8 kali lipat dari perkantoran lain. “Konsep kepuasan pelanggan kami adalah memberikan yang mereka butuhkan secara lebih. Tidak perlu menunggu mereka meminta dulu pada kita,” kata Chandra.
Baru-baru ini, SBP yang menguasai lahan seluas 102 Ha yang “dipinjam” dari Angkasa Pura, kembali melakukan terobosan lewat fasilitas layanan terbarunya. Februari lalu, bekerja sama dengan pihak bea cukai, mereka merealisasikan sistem layanan keluar-masuk barang secara on line. Sistem baru yang diberi nama Lease Line itu diberikan untuk memudahkan para tenant SBP mengatur arus keluar-masuk barang. Berbeda dengan sistem lama yang masih manual, sistem ini bekerja secara cepat dan hanya memerlukan interaksi dengan satu orang. Sisanya secara elektronik. Ini merupakan jawaban atas kebutuhan yang diperkirakan akan menjadi tuntutan para tenant. “Kami berikan sebelum ini dituntut para tenant kami,” tegasnya.
Namun, pemberian fasilitas layanan terbaru itu bukan pekerjaan mudah. Setidaknya, SBP butuh tiga tahun hingga sistem tersebut dapat diimplementasikan. Pasalnya, SBP harus melibatkan pihak bea cukai sebagai pemegang otoritas keputusan. Proses panjang yang mengedepankan rasa saling percaya kedua pihak itu akhirnya disepakati dalam perjanjian Memorandum of Understanding.
Memang sih sudah seharusnya kepentingan para klien “diperjuangkan” habis-habisan, meskipun harus meyakinkan pihak lain. Apalagi, tujuan dari pengadaan sistem itu untuk kenyamanan dan kecepatan layanan yang dibutuhkan klien. Pada gilirannya, langkah itu akan memberikan keuntungan besar bagi perusahaan penawar jasa tersebut. (Tajwini Jahari/Rofian Akbar)

More Referrals Means More Sales!

http://www.marketing.co.id/blog/2012/04/16/more-referrals-means-more-sales-bag-2/


“Cold calling is God’s punishment for failure to get more referrals.”
www.marketing.co.id  – Pada artikel sebelumnya, kita telah mendiskusikan keuntungan dan pentingnya seorang tenaga penjual untuk mendapatkan referensi daripada melakukan cold calling. Kita juga sudah mendiskusikan beberapa ide mengenai bagaimana mendapatkan referensi.
Pada artikel ini, kita akan mempelajari lebih banyak cara-cara yang lebih praktis untuk mendapatkan referensi. Tetapi sebelum itu, ada satu prinsip penting yang harus kita pelajari: “Mintalah referensi setiap kali sesudah Anda MELAYANI klien, bukan setelah Anda MENJUAL produk kepada mereka.”
Bagaimana MELAYANI dan menyediakan VALUE untuk pelanggan Anda? Sebelum meminta referensi dan sebelum pelanggan Anda merasa bahwa Anda layak untuk direferensikan, Anda harus memberikan servicedan value yang baik dulu kepada pelanggan. Ada beberapa cara untuk memberikan value yang baik kepada pelanggan:
1. Berpikir Luas tentang Bagaimana Anda Bisa Memberikan Service Terbaik
Pelajari situasi secara menyeluruh dan kreatif, lalu temukan bagaimana Anda bisa memberikan solusi untuk pelanggan. Berikut adalah cara-cara untuk dapat melihati situasi yang ada:
  • Apa yang dapat saya perbuat?
  • Bagaimana saya bisa melayani mereka dengan lebih baik?
  • Apalagi yang bisa saya lakukan terutama yang belum pernah saya lakukan?
  • Apakah saya bisa membantu dengan melakukan sesuatu yang lebih?
  • Apakah saya bisa membantu dengan memberikan informasi yang berguna?
  • Apa yang bisa saya lakukan untuk memberi kejutan pada pelanggan?
  • dan lain-lain.
Anda akan terkejut karena jika Anda melihat situasi dengan tujuan untuk membantu, untuk melakukan sesuatu yang lebih dan memberikan pelayanan yang lebih baik, ternyata ada banyak yang dapat kita lakukan untuk melayani pelanggan dengan lebih baik.
2. Bawa Mereka untuk Melihat Sesuatu yang Belum Pernah Mereka Pikirkan Sebelumnya
Salah satu cara terbaik untuk mendapatkan kepercayaan, rasa hormat, dan apresiasi sekaligus dari pelanggan adalah dengan membantu pelanggan untuk  melihat sesuatu dari sudut pandang yang belum pernah mereka pikirkan sebelumnya. Bila Anda mampu menangkap sudut pandang tersebut, dan bila pelanggan bisa melihat apa benefit-nya bagi mereka, maka pelanggan pasti akan terkesan, mempercayai, dan menghargai Anda. Benefit yang bisa diberikan misalnya:
  • Cara baru bekerja yang dapat lebih menghemat waktu pelanggan.
  • Cara baru bekerja yang dapat lebih menghemat uang pelanggan.
  • Ide baru untuk mengurangi beban kerja pelanggan.
  • Ide baru untuk mengembangkan bisnis pelanggan.
  • Ide baru untuk meningkatkan profit bagi pelanggan.
  • Ide baru agar si pelanggan bisa menjadi lebih populer di kalangan bos atau rekan kerjanya.
  • Cara meningkatkan kesehatan pelanggan.
  • Cara meningkatkan pengetahuan, keahlian, performa kerja, serta keefektifan kerja secara menyeluruh.
  • Cara mengembangkan kehidupan pribadi pelanggan.
  • Cara membantu keluarga si pelanggan dalam arti: kesehatan, karier, pendidikan, kondisi finansial,relationship, dan lain-lain.
Jadi, Anda bisa melihat bahwa kemungkinannya tak terbatas! Anda hanya harus memiliki keinginan dan berusaha untuk melakukannya.
Jika Anda yakin bahwa Anda sudah memberikan value yang berarti kepada pelanggan, maka Anda bisa meminta referensi dari mereka. Tetapi, dalam meminta referensi membutuhkan pendekatan yang benar. Ada 4 langkah yang dapat Anda ikuti untuk mendapatkan referensi:
Langkah 1:
Miliki “Value Discussion”
Miliki “value discussion” pada akhir dari setiap meeting dengan prospek atau klien Anda. Diskusikan dengan prospek,  apa value yang ia terima dari pertemuan tersebut (atau dari produk, service, ataupun proses berbisnis dengan Anda). Hal yang penting adalah si pelanggan harus mengatakan atau memberitahu value yang mereka alami dari Anda, dan bukan sebaliknya.
Karena ini akan menjadi diskusi mengenai value, Anda harus menyediakan cukup waktu supaya tercipta suasana yang nyaman dan tidak terkesan terburu-buru.
Mulai diskusi mengenai value dengan pernyataan seperti ini: “Saya mempunyai pertanyaan penting untuk Anda.”
Langkah 2:
Perlakukan Permintaan Anda dengan Hormat
Ingatlah bahwa referensi sangat penting untuk kesuksesan Anda. Meminta referensi adalah bagian penting dan sangat berhubungan dengan proses penjualan. Maka Anda harus menganggap dan melakukan langkah ini dengan serius. Anda harus percaya diri dan yakin pada waktu meminta referensi. Mengapa? Karena Anda telah memberikan hal dan pelayanan yang baik bagi pelanggan Anda. Bagaimana Anda tahu? Karena pelanggan Anda yang mengatakannya (Langkah 1)! Dan karena Anda sudah memberikan valueyang baik, maka pantaslah bagi Anda untuk meminta referensi atau minta direferensikan.
Meminta dengan yakin dan percaya diri bukan berari mengemis atau memelas. Anda bukan sedang mengemis. Anda tidak harus merasa sungkan atau tidak enak bila meminta referensi. Semua tenaga penjual profesional di seluruh dunia meminta referensi. Itulah mengapa mereka mampu mendapatkan pelanggan-pelanggan terbaik. Karena mereka memberikan service/value yang baik, maka mereka meminta referensi. Jadi, yakin dan percaya dirilah, jangan terkesan seperti sedang mengemis.
Langkah 3:
Mintalah Izin untuk Melakukan Brainstorming tentang Memberikan Value kepada Orang Lain
Kegiatan brainstorming secara otomatis melibatkan pelanggan. Tanyakan dan mintalah input dari mereka. Tanyakan mereka, “Anda telah mengetahui value apa yang dapat saya berikan kepada klien-klien saya, menurut Anda apalagi yang dapat saya berikan supaya saya bisa memberikan value yang bahkan lebih baik lagi untuk klien?  Bagaimana saya dapat melayani Anda dengan lebih baik lagi?”, dan lain-lain.
Begitu pelanggan mulai memberikan Anda input, jangan berdebat dengannya. Buatlah catatan dan terima dulu semua ide-ide yang diberikan. Jangan mengatakan sesuatu seperti, “Saya tidak dapat melakukannya karena…”, “Perusahaan saya tidak akan pernah mengizinkan ide itu…”, dan lain-lain. Catatlah dahulu ide-ide tersebut. Dorong pelanggan agar terus memberikan ide-ide.
Begitu Anda mendapatkan partisipasi pelanggan, dan pelanggan merasa senang bisa memberikan kontribusi yang positif, maka timing-nya menjadi tepat untuk lanjut ke langkah yang keempat.
Langkah 4:
Usulkan Nama & Kategori
Pada waktu meminta referensi, sebaiknya mulailah dengan mengusulkan orang yang spesifik—seperti rekan kerja, anggota keluarga, rekan kerja yang dulu, dan lain-lain.
Anda juga bisa menggunakan “trigger questions” (pertanyaan pemicu) seperti meminta nama teman-teman, anggota keluarga, serta rekan kerja yang:
  • belum lama menikah
  • belum lama memiliki anak
  • belum lama membeli rumah baru
  • belum lama dipromosikan
  • belum lama membuka bisnis baru, dan-lain-lain.
Maka, sewaktu meminta referensi, ada beberapa hal yang harus kita ingat:
  • Meminta referensi adalah sesuatu yang sangat penting bagi seorang tenaga penjual. Jadi, perhatikan dan lakukanlah dengan serius.
  • Meminta referensi adalah sebuah bagian yang berhubungan erat dengan proses penjualan Anda. Maka, harus direncanakan dengan seksama.
  • Idealnya, Anda hanya boleh meminta referensi bila Anda sudah memberikan value yang baik untuk pelanggan.
  • Ada banyak sekali cara agar Anda bisa memberikan value kepada pelanggan.
  • Setelah Anda memberikan value dan setelah pelanggan Anda memberitahu sendiri tentang pengalaman yang mereka dapatkan dari Anda, maka setelah itulah saat yang tepat untuk meminta referensi.
  • Anda harus mengikuti proses 4 (empat) langkah dalam meminta referensi.
Until then, happy selling! (James Gwee T.H., MBA.)

How to Get More Referrals for Your Business

You, Inc. -  CorporationCentre.ca Small Business Blog
http://blog.corporationcentre.ca/2012/09/how-to-get-more-referrals-for-your.html




When it comes to your helping your business grow, it all boils down to who you know. And all that could be standing between your business succeeding or failing is your personal network. We’re talking about your professional network and the referrals which are the backbone of any productive small business sales force. Think of referrals as a chain between you and making a sale. The immediate referral might not be buying but that doesn’t mean it can’t lead to a referral that is in the market for what you’re selling. To increase sales you’ll need to increase referrals. Here’s how to accomplish that goal:

Ask and You Can Receive
Every satisfied customer you create is a new referral. Now you’ve got to “activate” that referral. Let that happy customer know you would appreciate their help with getting the word out about your business. Don’t assume everyone is talking about your company. Give them a little nudge and you might just be surprised with the results. You can take it a step further by asking directly for a contact of a friend or family member of that customer who would benefit from what you’re offering. The only shame would be in not asking.
Give and Take
You can get new referrals for your small business by sharing your referrals. This works best in a B2B market but it really amounts to you being proactive about expanding your customer base. If you have a supplier who is selling you a particular product for your business then you can spread the word of his company while he spreads the word of yours. Quid pro quo.
Offer Incentives
Two magic words that get everybody’s attention: finder’s fee. This is a very common practice all across the business world. When someone gives you a referral that buys from you, your referrer is rewarded in some fashion. Local cable and telephone companies use this practice. Sign up a friend and you’ll get a discount. How can you apply that to your business?
Offer Your Referrals First
Somebody has to “break the ice.” That could be you when you offer a referral to a customer or business associate for an item outside of your own company. This could get the ball rolling for a referral exchange.
Spread Your Name
If you have a storefront business then you should make sure every customer walks out with something that has your business name on it. Whether that’s a shopping bag, pen, coaster or magnet you’re spreading the name of your company. How can you do the same thing for an online business? If you post a fun video or photo make sure your web address is embedded on the image. Where ever that graphic goes is where your company name will go. You could hold a contest for the cutest puppy photo. It might have nothing to do with your business but those photos will be shared everywhere. Think outside of the box.