Monday, September 26, 2011

Menjadi Rumah Sakit yang CARE pada Pasien

http://the-marketeers.com/archives/menjadi-rumah-sakit-yang-care-pada-pasien.html
By  



Di malam ulang tahunnya yang ke-63, 18 November 2010, Hermawan Kartajaya diundang untuk memberi seminar kecil di RS Panti Rapih, Jogjakarta. Pada kali ini, Hermawan berbicara tentang semangat “CARE” yang kudu dimiliki oleh para penggiat rumah sakit, entah dokter, perawat, dan sebagainya. Seminar kecil ini dihadiri oleh para dokter, perawat, dan suster biara dari Carolus Borromeus (CB). Berikut adalah laporan pandangan mata dari saya yang juga hadir di sana.
Dalam era horisontal, kata Hermawan, rumah sakit harus bisa mentransformasi servis menuju CARE. Servis berubah menjadi CARE agar brandingmenjadi character. Kalau servis, customer kita taruh di atas, menjadi raja. Tren yang terjadi di sini, muncul harapan customer akan terus membeli produk kita—meski kualitas produk itu mungkin tidak sesuai standar dan tidak dibutuhkan olehcustomer itu sendiri. “Customer puas itu belum tentu berlandaskan human spirit. Contoh, play boybisa membuat para wanita puas. Tapi, mereka tidak berdasar human spirit,” kata Hermawan.
Sementara, dalam CARE, posisi dokter dan pasien itu sejajar dan berlandaskan human spirit. Mengubah servis menjadi CARE tidak semudah membalik telapak tangan. Apalagi buat dokter-dokter yang sejak lama dibiayai dan didukung oleh perusahaan obat. Akibatnya, cenderung tidak jujur lagi dan lebih memilih putusan-putusan yang menguntungkan dirinya dan perusahaan obat yang mendukungnya.
Ketidakjujuran inilah, kata Hermawan, yang menjadi penyebab kejatuhan Wall Street. “Brandnya dibuat bagus, ternyata hanya kosong dan akhirnya hancur. CARE itu mendudukkan diri kita sebagai care giver dan bukan service provider. Posisi sama dengan customer. Ini yang saya rasakan di Mayo Clinic,” kata Hermawan.
Soal CARE di rumah sakit, Hermawan membedakannya dalam empat segmen, yakniin patient dan out patien sehingga pendekatan carenya berbeda. In patient lebih mengacu pada pasien rawat inap dan out patient sebagai rawat jalan. Lalu, ada yang akut dan ada yang kronis. Kedua pasien ini berbeda—termasuk suasana dan pergulatan batinnya. Sebab itu, CARE bagi keduanya juga berbeda.
Dalam CARE, para dokter dan perawat tidak sekadar memberi pelayanan sesuai standar dan sebagainya. Lebih dari itu, dokter dan perawat kudu bisa menyelami suasana batin dari pasien, yakni kecemasan (anxiety) sekaligus impian (desire) mereka. Salah satu caranya, menurut Hermawan, adalah story telling. Bercerita di sini, lebih bercerita dari dalam hati yang mengusung kejujuran sekaligus keotentikan sehingga bisa menyentuh hati pasien agar lebih terbuka dan tentunya dengan mudah bisa digali apa yang menjadi anxiety sekaligus desire-nya.
Mau mencoba?

Saturday, September 24, 2011

Lakukan Segmentasi Hanya Jika Perlu!


The Marketeers Logo


Ketika datang melayani pelanggan, sebuah produk dapat memilih dua jalan. Pertama, produk-produknya akan dibuat standar untuk semua pelanggan. Yang kedua, tiap produk akan dibuat berbeda untuk tiap pelanggan. Henry Ford pada 1908 berbicara tentang Model T, “Setiap pelanggan dapat memiliki mobil dicat dengan warna apapun sesuai yang ia inginkan selama itu adalah hitam”. Setelah beberapa tahun kemudian, Henry Ford mengembangkan warna lain, sesuai dengan keinginan konsumen, setelah teknologi perakitan dan pengecatan yang lebih efektif ditemukan.
http://questionpro.files.wordpress.com/2010/08/istock_000009458297xsmall.jpg
Menjadi masalah kemudian, saat konsumen semakin membesar. Kustomisasi per konsumen menjadi sulit dilakukan. Kegagalan Ford kemudian bersumber pada terlalu terkustomisasinya produk, perusahaan menjadi sulit memenuhi keinginan tiap konsumennya. Hal tersebut dikenal sebagai kompleksitas yang tidak perlu, ataupun operasional over-complicated.
Resiko tersebut kemudian memberikan pelajaran bahwa ayunan pendulum segmentasi tidak boleh terlalu jauh. Perusahaan tidak boleh terjebak dengan aneka kustomisasi, yang ternyata tidak diinginkan oleh para konsumen dan merugikan organisasional perusahaan.

Apa saja yang kemudian harus diperhatikan perusahaan saat melakukan segmentasi dan kustomisasi?

Untuk dapat melakukan segmentasi dan kustomisasi secara benar, maka perusahaan harus memperhatikan hal-hal berikut ini :

http://blogs.gartner.com/matthew-davis/files/2010/11/Converse.JPG
Sensible Segmentation
Kompleksitas yang diperlukan untuk memenuhi konsumen yang terkustomisasi berhubungan dengan apa yang dinamakan sebagai rentang diferensiasi dan level segmen. Rentang diferensiasi adalah jumlah segmen yang secara aktif ditarget oleh perusahaan. Sedangkan level segmen adalah tingkat komponen yang dibutuhkan oleh perusahaan dalam memenuhi keinginan konsumen customized tadi. Selanjutnya, protfolio strategi harus dibuat, yang memasukkan seluruh pengalaman konsumen. Data-data yang didapat barulah akan menentukan apakah sebuah produk perlu membagi nama-nama merek mereka, atau meningkatkan pelayanan bagi kelompok pelanggan tertentu.
Seperti Starwood Hotels & Resorts Worldwide yang membagi segmen hotelnya setelah meneliti secara seksama pengalaman konsumen. Akhirnya, operator hotel ini membagi merek produknya dalam St.Regis, Sheraton, Westin, dan W. Jumlah ini dirasa pas untuk memenuhi kebutuhan tiap konsumennya, tanpa perlu terlalu kompleks mendiferensiasi produk. Semuanya tetap bergerak di segmen kelas atas, tetapi tersegmentasi berdasar lokasi atau suasana yang ingin diciptakan. Dengan segmentasi ini, pemegang lisensi hotel dapat dengan mudah memilih brand hotel yang akan dibangun, dengan reputasi yang tetap baik di mata pelanggan.

Hal agak berbeda dilakukan oleh banyak maskapai besar sekarang. Maskapai-maskapai ini mulai mengembangkan anak perusahaan pesawat berbiaya murah. Di satu sisi, maskapai ingin menggaet sebanyak mungkin pelanggan dari berbagai segmen. Di sisi lain, maskapai tidak ingin kehilangan citra atau brand-awareness perusahaan; bahkan unit usaha berbiaya rendah ini akan mampu lebih mudah menggaet konsumen karena citra baik perusahaan induknya.


http://images.internetsekolah.com/images/solusi/kustomisasi.png
Inilah yang dinamakan sensible segmentation, atau lebih dikenal sebagai kustomisasi terbatas. Perusahaan membagi segmentasi targetnya berdasar pengalaman konsumen; atau juga untuk menciptakan pengalaman baru. Inilah awal dari strategi segmentasi.
Setelah memahami sensible segmentation, inilah saatnya mengetahu kapan sebenarnya segmentasi itu perlu dilakukan. Perlu diingat terlebih dahulu, tujuan melakukan segmentasi adalah menyeimbangkan maksimalisasi pemenuhan anxiety and desires pelanggan, dengan meminimalkan biaya operasional.
http://ampushsocial.com/images/content/accordions/how-we-do-it/audience-segmentation.png
Pertanyaan pertama yang perlu dijawab adalah apakah memang benar sekelompok konsumen yang menginginkan suatu diversifikasi produk dapat menjadi dasar pembentukan sebuah segmen. W. Chan Kim dan Renée Mauborgne dalam tulsianya berjudul “strategy canvas” (http://www.blueoceanstrategy.com/abo/strategy_canvas.html) menyarankan agar para manajer lebih memperhatikan pangsa pasar dibanding faktor-faktor lainnya. Perusahaan juga perlu mengintip segmentasi yang dilakukan oleh kompetitor.
http://9inchmarketing.files.wordpress.com/2009/07/differentiate-do-it-or-die.jpg?w=500&h=436
Selanjutnya, menjadi penting bagi perusahaan Anda –apabila ternyata kompetitor telah lebih dulu melaksanakan segmentasi yang membuahkan hasil– untuk menciptakan diferensiasi terhadap segmen tadi; tentunya terutama pada segmen-segmen di mana produk Anda masih lemah terhadap pasar.
Jadi apakah pertanyaan Anda tentang apakah konsumen memang benar-benar membutuhkan segmentasi sudah terjawab? Juga, diferensiasi apa yang Anda inginkan dalam melakukan segmentasi. Jika semuanya sudah terjawab dengan “ya”, maka kini saatnya Anda membuat sebuah grid aktivitas.
http://panjiwiyana.files.wordpress.com/2011/02/segmentation-graphic.jpg
Grid aktivitas merupakan (satu halaman) gambaran yang menunjukkan persamaan dan perbedaan tentang bagaimana berbagai segmen pelanggan dilayani. Grid ini dibuat untuk mendapatkan gambaran visual dari berbagai kegiatan pada tingkat segmen; memungkinkan manajer untuk merancang pendekatan yang cocok untuk bertindak terhadao situasi tertentu daripada memilih dari standar operasi yang generik.
Grid segmentasi sangat berguna untuk memperoleh gambaran yang komprehensif tentang tingkat kompleksitas dalam bisnis. Akan terlihat juga link yang jelas sampai tahapan mana segmentasi terbentuk, dan terbentuk lebih kompleks. Grid akan memperlihatkan bagaimana diferensiasi berbagai segmen memiliki irisan kesamaan, ataupun tidak. Sehingga, perusahaan dapat membuat desain tindakan sesuai dengan kompleksitas pasar. Perusahaan kemudian harus menerapkan diferensiasi berbeda terhadap masing-masing segmen, agar memiliki keunggulan komparatif dibanding kompetitor.
http://vwmarketingsolutions.ca/wp-content/uploads/Market-Grid.jpg
Dan terakhir, grid akan sangat berguna saat perusahaan Anda berada dalam masa transisi dari segmentasi dasar menuju ke bentuk yang lebih canggih. Grid yang telah digambar tinggal dibuat menjadi lebih kompleks lagi. Sehingga, tiap perubahan menjadi lebih kompleks dapat terukur dan terobservasi, untuk kemudian dibuat strategi lebih lanjut.
Setelah grid selesai, barulah Anda beranjak menyusun struktur dan strategi.
Apakah strategi menggerakkan struktur, atau struktur menggerakkan strategi? Inilah tahapan terakhir darisegmentasi yang perlu dipahami, setelah menerapkan sensible segmentation dan pertimbangan waktu, juga telah selesai menggambar grid segmentasi.
http://marketinginsights.eloqua.com/wp-content/uploads/2009/07/segmentation-pie-chart1.jpg?w=100
Grid aktivitas segmentasi memberikan gambaran “mempengaruhi konsumen” dalam value chain sebuah perusahaan. Gambaran tersebut memberikan penjelasan pada para manajer untuk mendesain pengalaman-pengalaman unik yang akan diberikan pada target, melalui cara-cara tertentu. Jadi jelas bukan? Bahwa strategi akan mendesain struktur.
http://yennywisang.files.wordpress.com/2011/03/strategi-struktur.png
Inilah kemudian urutannya. Pengalaman, anxieties and desires konsumen yang akan dipenuhi menjadi dasar semua strategi perusahaan. Kemudian perusahaan menyusun strategi apa yang dibutuhkan untuk memenuhi anxieties and desires tadi. Barulah kemudian, struktur-struktur dibentuk sesuai dengan strategi yang telah ditetapkan. Selanjutnya, semuanya kembali kepada grid, sebagai gambar untuk melihat, apakah strategi dan struktur sudah sesuai, membandingkannya dengan pola segmentasi yang diinginkan.
*Sumber : http://bsr.london.edu/lbs-article/95/index.html